Climate change atau yang lebih dikenal dengan perubahan iklim, tahun lalu hangat sekali dibicarakan. Yang puncaknya, negara-negara di hampir seluruh dunia, datang berbondong-bondong ke Denpasar, Bali, untuk menghadiri konferensi tentang perubahan iklim yang terjadi baru-baru ini. Pada saat itu dibicarakan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi bilamana perubahan iklim ini tidak diatasi. Tentu saja, yang paling ditakuti adalah pemanasan global, yang dampaknya sangat berbahaya jika dibiarkan terus-menerus. Akhirnya tercetuslah gagasan hasil buah pikiran bersama para wakil dari berbagai negara tersebut.
“Jual-Beli Karbon” menjadi salah satu gagasan yang terpilih untuk dilaksanakan bersama. “Aturannya” adalah negara yang memiliki jumlah hutan yang banyak dan luas dikirimi karbon oleh negara-negara penghasil karbon karena banyaknya industri yang mereka miliki. Kemudian, negara-negara di dunia dikategorikan menjadi dua, negara yang memiliki jumlah pabrik idustri yang banyak dan negara yang memiliki jumlah hutan yang banyak dan luas. Indonesia, menjadi salah satu negara yang terpilih dalam negara yang memiliki jumlah hutan yang banyak dan luas, disamping Brazil dan India.
Ini menjadi perhatian khusus, bahwasannya negara ini memiliki andil besar dalam upaya menyelamatkan dunia. Ini menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi negara kita yang dikenal sebagai negara berkembang –yang tidak tahu kapan menjadi negara maju- mampu berkontribusi bagi keselamatan khalayak umum, bahkan seluruh dunia. Namun, kebanggaan itu seketika menjadi hal yang tabu, karena masalah-masalah lingkungan terus-menerus melanda negara ini. Negara yang dahulu sangat terkenal dengan sebutan “zamrud khatulistiwa” karena keindahan dan kekayaan alamnya yang diakui oleh seluruh dunia, kini hanya menjadi kenangan di masa lalu dan berubah menjadi harapan di masa depan.
Miris sekali, ketika kontribusi negara ini dibutuhkan dunia, malah semakin banyak masalah yang timbul. Masalah terfokus pada hutan Indonesia, yang sekarang ini bertambah fungsi karena turut andil dalam misi penyelamatan dunia. Ilegal logging yang terus bertambah “kinerjanya”, pencurian kayu, hingga kebakaran hutan selalu menghiasi berita-berita di media massa, cetak maupun elektronik. Pepohonan rindang ditengah-tengah kota pun perlahan hilang tergerus zaman. Terkikis oleh bangunan-bangunan beton pencakar langit yang setiap tahunnya semakin bertambah. Tanpa memikirkan dampak luas yang akan ditimbulkannya. Pepohonan sebagai “Taman Kota” kini telah tinggal nama, yang ada hanya lautan perumahan yang dibangun tanpa memperhitungkan pentingnya paru-paru kota.
Akan menjadi contoh yang baik dan tepat -ketika hutan-hutan dan pepohonan di Indonesia semakin berkurang dan kemudian hilang- adalah Arboretum Universitas Padjadjaran. Sebagai sebuah lembaga kependidikan, Unpad mendirikan Arboretum untuk mendidik para mahasiswa peduli terhadap lingkungan. Tidak hanya itu, Arboretum ini sebagai bagian dari andil Unpad mendukung negara ini dalam misi penyelamatan dunia melawan pemanasan global. Dari lokasi yang lebih tinggi, Arboretum tampak seperti sebuah hutan kecil di kompleks kampus Unpad. Luasnya sekitar 12,5 hektar dan terbagi dalam beberapa ekosistem, kolam, hutan, kebun, ladang, dan sawah. Ada juga sebuah replika rumah tradisional Baduy dan musholla. Arboretum ini sungguh tempat yang nyaman. Ada banyak keteduhan dan kesejukan di sini. Sekeliling adalah pohon, pohon, dan pohon.
Arboretum berasal dari kata Latin, arbor yang berarti pohon dan retum yang berarti tempat. Tempat menanam pohon. Penanaman pohon di Arboretum bertujuan untuk dijadikan sarana penelitian dan pendidikan. Perintisannya dimulai sejak tahun 1994 menggunakan lahan sekitar 2 hektar bekas Kampung Kiciat, tahap berikutnya area diperluas ke arah Kampung Jawa. Penduduk kedua kampung ini dipindahkan ke Tanjungsari. Arboretum Unpad sekarang ini sungguh merupakan tempat yang tepat untuk belajar kenal berbagai hal tentang lingkungan hidup. Mulai dari soal konservasi udara, konservasi tanah dan air, konservasi tumbuh-tumbuhan dan hewan. Dalam arboretum juga diternakkan sejumlah hewan ternak dan unggas sebagai model ekologi pedesaan. Selain melindungi mata air yang sudah ada di kawasan kampus Unpad, beberapa mata air baru juga muncul di sini.
Beberapa tanaman langka pun hadir di arboretum ini. Sekitar 53 jenis tanaman telah berdiri tegak di sini. Berikut beberapa tanaman yang ada di arboretum beserta kegunaannya : Wargu (pengusir ular), Pohon Ijuk (atap rumah, sapu, isi jok kursi, penjernih air, kolang kaling, air nira), Pohon pinang (obat cacing dan pengat gigi (ditambah dengan sirih)), Papyrus (pembuat kertas), Pohon namnam (manisan), Pohon Kesumba/galinggeni (pewarna jingga), Pohon huni (pewarna ungu), Buah maja (penyubur Spermatozoa), Kiteja (kayu aroma rempah aromatherapy), Bambu Tamiang (bahan dasar suling), Pohon bintara (untuk obat luka (getahnya), dan untuk racun ikan), Mery Gold (untuk pestisida), dan masih banyak lagi.
Ini membuktikan bahwa begitu besarnya pengaruh dan manfaat yang dihasilkan dari pepohonan dan tanaman. Tidak hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan manusia, hutan-hutan atau hutan kecil seperti arboretum ini mampu mencegah fenomena alam, seperti banjir dan longsor. Hutan kecil ini juga menjadi faktor penting bagi rantai kehidupan dan ekosistem makhluk hidup agar tidak punah dan tetap betahan hidup. Dan yang terpenting adalah mampu menghasilkan oksigen bagi kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Jadi, berpikirlah dua kali sebelum memutuskan untuk melakukan kerusakan hutan atau lingkungan, karena hal itu sama saja seperti menghancurkan diri sendiri. Marilah kita jaga dan lestarikan lingkungan kita, agar rantai kehidupan dan ekosistem tetap terjaga. Oleh kita, dari kita dan untuk kita. Save the earth!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H