Kenapa susah sekali merubah karakter yang kita punya. Karena sudah dari sononya kalee. Dari bawaan lahir. Melekat dan mendarah daging. Misalnya, aku ini, ini adalah orang yang rame. Kelihatan ceria selalu. Banyak omong. Selalu ingin mendominasi pembicaraan. Apa lagi ketika tema pembicaraan itu nyambung dengan pengetahuan dan simpul otakku.. Terburu-buru. Tomboy, walaupun tidak sampai berpakaian laki-laki. Hhhhffft untung aku pake jilbab. Kalau tidak, kayaknya aku lebih macho dari laki-laki. Ho…ho..ho… itu kata teman-temanku. Cenderung meledak-ledak. Mercon kali ye…he..he..he. Sangat susah ketika harus menjadi pendiam atau lebih kalem misalnya. Kadang aku juga malu dengan karakter yang ada pada diriku. Tidak lembut. Tidak jaim. Walaupun tidak sampai menjadi tidak sopan. Kriteria muslimah dalam kepala orang-orang tuh jauh dari diriku. Seperti Lembut, perhatian, kalem, jaim pokoknya yang begitulah. Wah bukan diriku banget dah. Untuk saat ini. Tapi perbaikan kearah sana selalu dilakukan. Walaupun hasilnya belum menapakkan tanda-tanda positif.
Melihat seorang teman yang lembut. Maka seketika aku juga akan ikut atau mau menjadi lebih lembut. Melihat teman yang pendiam, aku juga mau. Biar hemat kata-kata. Melihat teman sekamarku, lebih intens menulis. Aku pun mau demikian. Nah itu lah aku.  Sering ku coba untuk itu. Lumayan satu atau dua hari bisa bertahan. Selanjutnya balik lagi karakter awal. Haduh duh.  Sebenarnya aku bisa jadi pendiam, ketika sendirian dan tidur. Rekor diamku, adalah dua minggu. Ketika sedang mengerjakan tesis lalu. Diam, mengisolir diri dari pergaulan sosial. Bahkan melihat matahari pun enggan. Hasilnya. Aku seperti orang linglung. Lost word. Untuk bicara. Ah benar-benar jadi seperti orang amnesia. Sampai-sampai aku hampir gagap. Mengerikan.
Ketika dituntut untuk bicara lebih banyak. Ketika pekerjaan menumpuk dan butuh komunikasi dengan orang banyak dengan kawan-kawan. Sering sekali, terucap kata-kata yang tidak sepantasnya. Tingkah yang memang kekanak-kanakan. Wah pokoknya semua hal yang ketika ku sadari, sesudahnya. Membuat ku makin malu dengan diri sendiri. Menyesal. Iis, iis kapan berubahnya. Kapan jadi baiknya. Kapan dewasanya. Aku Cuma bisa berharap kedepan bisa lebih baik. Walaupun aku terus terang tidak bisa jadi lembut dan kalem seperti kawan-kawan lain secara 100%. Ah aku benar-benar malu dengan kalian kawan-kawanku. Sory ye. Dimaafin gak nih.
Sebenarnya usaha untuk memperbaiki diri itu selalu ada. Bahkan setiap harinya. Tapi lagi-lagi karakter-karakter buruk ini akan muncul dengan tiba-tiba. Dan ku sesali sesudahnya. Selalu berulang. Mungkin usahaku kurang keras kali ya. Atau aku memang perlu mengisolasi diri seperti kemarin-kemarin. Ah kalau begitu, gimana dengan pekerja-pekerjaan ini. Tanggung jawab ini. Teman-teman disini. Kalau pergi lebih suka sendiri. Yah karena aku ini termasuk orang yang sok sibuk. Tidak punya waktu untuk pergi bersama-sama dalam satu waktu. Kawan-kawan banyak yang protes karenanya.
Walaupun rame. Aku ini termasuk selfish. Penyendiri. Karena terus terang aku lebih suka sepi. Aku lebih bisa berbagi ketika ada sesuatu yang menggembirakan. Dengan lancarnya aku bicara. Tapi untuk hal-hal kurang menggembirakan. Aku sepertinya speechless. Kecuali itu kejadian-kejadian umum yang biasa terjadi sehari-hari. Bukannya aku tidak percaya kepada kawan-kawan tapi, karena susah saja mengungkapkannya. Kalau sudah di korek-korek, aku juga akhirnya akan bicara juga. Dan aku dengan lancar mengatakan sesuatu yang kurang menggembirakan itu dengan cara menuliskannya. Makanya kalau membaca, diari-diariku dari SMP dulu sampai sekarang banyaklah curahan hati yang tidak bisa kuungkapkan dengan kata-kata. Karakterku yang demikian mungkin dipengaruhi karena dirumah memang aku lebih sering sendirian. Kesepian. Walaupun terus terang aku sangat tidak kurang perhatian dari keluargaku. Bahkan bisa dikatakan berlebih. Cuma mungkin saudara ku cuma satu-satunya, kakak. Dan sering-sering pergi lagi.
Kurang bisa fokus dengan satu pekerjaan. Satu pembicaraan. Maunya mengerjakan banyak hal dalam satu waktu. Walaupun kadang ada yang terbengkalai. Bukan tidak ada usaha disini. Aku telah menemukan solusinya. Mencatat, semua kegiatan harian sampai sedetil-detilnya. Biar bisa di ceklist pekerjaan mana yang sudah dikerjakan dan mana yang belum. Kadang 100% berhasil. Tapi kadang Cuma 50%. Kadang gatot (gagal total). Perlu mujahadah yang tinggi kayak nya nih.
Menjadi guru anak-anak SMA, banyak ceritanya. Kadang ceria. Kadang harus bertaring alias marah. Kadang menjadi orang bijak. Kadang menjadi kawan curhat. Seperti karakter anak SMA selalu rame. Ceria. Kadang bertingkah aneh-aneh. Namanya juga anak-anak. Nah disinilah letaknya. Kegawat daruratan itu. Karena terlalu dekat dengan mereka. Sepanjang hari bersama mereka. Kadang aku juga kelihatan seperti anak-anak. Tingkah lakunya lho. Kalau tampang sih enggak amit-amit. Walaupun tidak jauh dari imut-imut. Cute lah. Ha..ha…ha…masih aja narsis.com. Kan seharusnya seorang guru yang mempengaruhi murid-muridnya. Tapi ini kadang kebalikan. Aku lebih anak-anak dari pada muridku. Itu menurut kawanku juga. Walah aku kok malah yang terpengaruh dengan mereka. Astaga. Gawat-gawat.
Hampir setiap kali sebelum tidur. Ketika ku evaluasi. Ada-ada saja tingkah dan kata-kataku yang membuat aku ingin menjerit. Dan lagi-lagi malu. Gelisah dan kadang Cuma bisa menertawakan kelakuanku sendiri. Seharusnya aku tidak begitu tadi. Seharusnya begini dan begitu sebaiknya. Seharusnya bukan itu yang di ucapkan. Seharusnya caranya bukan begitu. Tapi begini. Ujung-ujungnya aku akan berkesimpulan. No body perfect. Lalu tidur dan aku jarang sekali bermimpi. Kalau orang dengan antusias menceritakan mimpi. Aku bahkan selalu lupa.
Seperti tulisan ini nih. Kenapa aku menceritakan karakterku seperti itu. Coz yang paling ku kenal ya diriku ini lah. Egois. Dengan seribu kekurangan dan mungkin Cuma ada satu kelebihan. Atau bahkan tidak ada yang patut dibanggakan dengan diriku ini. Nah aku juga baru mikir sekarang,apa yang bisa ku banggakan dengan diriku. Apa ya?, Aduh kok sepertinya tidak ada. Ya Allah memang aku ini banyak kekurangan ternyata. Yah aku pernah mendengar sebuah ceramah, aku lupa dimana. Kita-kita yang hidup di zaman ini apa yang bisa dibanggakan. Ketika kemuliaan Akhlak telah diambil semua oleh Rasulullah saw. Ketika semua kebaikan telah diserahkan kepada Abu Bakar. Ketika semua ketegasan telah di ambil Umar bin Khattab. Ketika kedermawanan telah diambil oleh Ustman. Ketika kecerdasan telah dimiliki semua oleh Ali bin Abi Thalib. Semua pengorbanan telah di borong oleh khadijah dan sita hajar. Kecantikan dan kemanjaan telah diambil oleh sarah dan Aisyah. Ketampanan telah disikat habis oleh Nabi Yusuf. Lalu yang tersisa untuk kita apa?
Kita Cuma bisa berbagi sisa-sisa dari semua itu. Sedikit ketakwaan. Sedikit kecerdasan, ketampanan, kecantikan. kebaikan, ketegasan, pengorbanan, dan kedermawanan. Dan yang sedikit itu harus dibagi dengan orang-lain pula. Jadi wajar kalau kita ini banyak kekurangan. Walaupun tidak berarti kita harus menyerah. Tidak bisa juga menjadikan kekurangan itu sebagai alasan manusia jadi lebih lemah. Justru dengan semua itu manusia harus menjadi kuat. Karena kita punya keyakinan bahwa surga adalah hak semua muslim yang  senantiasa taat kepada perintah dan menjauhi larangan Allah. Sepanjang hidupku. Sepertinya aku belum pernah punya musuh. Nah ini mungkin kelebihanku. Horeee aku menemukannya. Yah tidak punya musuh.
Ya Allah, aku bukannya menyesal dengan sepaket pemberian-Mu. Bukannya tidak bersyukur. Sangat bersyukur malah. Tapi aku cuma berharap bisa lebih baik lagi kedepan. Biar aku bisa membanggakan amal-amalku didepan-Mu. Sehingga syurga tidak ragu-ragu menerimaku. Dan saudara-saudaraku merasa tentram ketika bersamaku. Ingin menjadi orang yang dirindukan ketika tidak ada. Bukan sebaliknya merasa terancam dengan keberadaanku ditengan mereka. Atau bahkan bersyukur kalau aku pergi.