Angin bertiup kencang. Awan nampak tak bersahabat. Kilatan putih di langit nampak di kejauhan. Dia masih berlarian dengan boneka nya yang kusam.Â
Senyumnya merekah menenangkanku. "Ayo, kita berangkat sekolah" ucapnya pada benda mati yang lembut itu.
Udara semakin dingin. Angin semakin semriwing. Butiran air jatuh dari langit. Suara pukulanya di atas genting memekakan telinga. Berisik tak berirama.Â
Dia masih saja menggendong bonekanya. "Kak, masuk yuk, sudah hujan" ajakanku yang diikuti langkahnya. Meninggalkan teras yang telah gelap.
Di dalam ruangan 3x3 meter kita menikmati turunnya hujan. Kasur empuk, wangi kamar mengajakku untuk tidur. Ada yang berbeda dengannya.Â
Tangannya tak henti memegang mata, kaki dan tangannya. Terlihat dia sibuk dengan anggota tubuhnya yang memerah.Â
Kuamati lebih dekat nampak matanya berbeda. "Bunda, kok aku terasa jendol di mata, lihat ini" Aku pun terkejut melihat mukanya yang membengkak.Â
Segera ku baluri bagian tubuhnya dengan minyak telon. Kuhalangi gerakan tangannya untuk berhenti menggaruk. Hmmm, udara dingin ini membuat alergi buah hatiku kambuh.Â
Majenang, 21 Oktober 2022
Isma Nuryani
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H