Mohon tunggu...
Isma Nuryani
Isma Nuryani Mohon Tunggu... Guru - Guru sekolah dasar di wilayah kabupaten Cilacap

Seorang guru sekaligus Ibu dari dua anak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rayuan Syetan #2

16 Mei 2022   06:15 Diperbarui: 16 Mei 2022   06:23 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Bro... Tadi mama cerita katanya, mama ketemu kamu di pasar" sapaku pada teman laki-laki ku dari kecil.
"owh...iyah aku liat mama kamu" dia meneguk kopi hitam buatan Delima sepupu perempuannya yang masih teman kecilku juga. Kami sedang bersantai menikmati malam minggu diteras rumah Delima. Tadinya aku mau berkunjung ke Delima yang jaraknya lima langkah dari rumahku, tetapi ternyata Erlangga ada di disana. Kami berteman dari kecil, jadi tak sungkan juga aku menyapanya dengan sebutan "Bro" dan "Girl".
"hey... Kata mama kamu sama Mawar kan disana"tanyaku menelisik
"iyah..."tanpa ragu dia menjawabnya dengan meniup pisang goreng yang panas.
"Mawar sapa?" tanya Delima penasaran, yang sedari tadi duduk disampingku.
"itu yang rumahnya deket pak Lurah" jawabku bergosip. "sebenernya dia masih saudara sama aku tapi saudara jauh dari mbah putri" lanjutku.
"Ngga... Ngapain kamu sama Mawar?" tanya Delima penasaran
"iyah... Kata mama kamu mesra banget lagi sama Mawar, kayak udah punya surat reami aja dari KUA" imbuhku
"heheheh... Lah dia yang mau, aku mah cowok, Girl... Disuguhi kopi susu ya mau aja lah..."jawabnya enteng.
"huh... Dasar buaya" kulayangkan jari telunjuku di kepalanya.
"aku jadi bingung si Mawar itu saudara jauh mbah putriku, si Melati saudara jauh mbah kakungku, kamu temen kecilku. Aku sih harus gimana ya? Yang pasti aku butuh kepastian dari kamu. Sebenarnya kamu cinta yang mana? Mawar apa Melati?"sambungku.
"cintaku hanya untuk Melati, nanti kalau Melati pulang dari rantau kita akan Nikah, baru saja aku telepon dia. Sedangkan Mawar hanya pelipur kerinduan saja"jawabnya tanpa merasa berdosa.
"gila kamu... "sesikit emosiku memuncak. Aku juga perempuan, punya perasaan.

"say, Erlangga sudah tunangan sama Mepati, semua keluarga juga sudah tau kok. Tapi aku baru tahu loh, kalau Mawar berusaha mendekati Erlangga" jelas Delima.

Jika apa yang dikatakan Delima benar, berarti Erlangga benar-benar buaya. Tetapi Mawar apa belum tahu tentang status Erlangga? 

Andai aku jadi Mawar ataupun Melati hatiku akan hancur ketika mendengar pengakuan kurang ajar Erlangga. Bagaimana tidak, Melati jauh di tanah rantau dengan banyak menahan kerinduan dan kesetiaannya agar bisa bersatu dengan Erlangga sepulang dari rantau. Sedangkan Mawar hanya dijadikan pelampiasan nafsu bagi Erlangga.

Aku pun perlu tahu perasaan Mawar terhadap Erlangga. Aku juga ingin memberi tahu Mawar bahwa dia terjebak rayuan palsu lelaki buaya darat. Rayuan yang dibumbui syetan dan iblis. Sehingga di hadapan orang umumpun berani bercumbu mesra tanpa kejelasan status.

Sebagai perempuan jangan mudah melayang dengan ucapan manis lelaki. Karena mereka adalah buaya darat. Aku pun menemui Mawar untuk sekedar berbincang sambil berkinjung ke rumah Mbah Putri. Kulihat Mawar sedang duduk di teras rumahnya.
"Woy... Nglamun..."sapaku mengagetkannya
"ih...rese kamu"tampak dia seperti melihat hantu. Aku pun terbahak-bahak menatapnya.
"eh... Boleh tau nggak?" tanyaku membuka pembicaraan
"kenapa?"
"bener nggak kamu pacaran sama Erlangga? Hmmmm kata mama kamu mesra-mesraan deket pasar?" tanyaku terbuka.
"owh... Gimana ya? Aku udah terlanjur cinta sama dia, aku tau sih dia punya Melati tapi katanya Melati nggak pulang-pulang jadi mending sama aku" jelasnya
"what? Kamu dikibuli say... Semalem aku ketemu Erlangga di rumah Delima. Dia bilang kamu cuman pelarian aja, kamu cuman buat selingkuhan saja, cintanya tetap buat Melati, dan kamu akan ditibggalkan. Bulan depan Melati pulang mau nikah sama dia" jelasku
"ah... Bohong kamu... Katanya dia mau tinggalin Melati buat aku"
"buaya kok dipercaya sih... Aku tuh ngobrol langsung sama orangnya, hmmm sayang aja nggak ada bukti. Tapi kamu tau kan... Kalau Erlangga temen deketku? Nggak mungkin dia bohong... Terus masa sih aku bikin cerita palsu sama kamu." jelasku gemas karena Mawar tidak oeecaya denganku.
"udahlah, lagian masih satu bulan Melati pulang, itu pun kalau jadi pulang. Aku pasti bisa rebut hatinya, supaya utuh jadi miliku"
"gila kamu... Mau jadi orang ketiga?" Mawar pun terbahak-bahak. Aku tidak habis pikir dengan sikapnya itu.


Tiga bulan berlalu, aku sibuk dengan setumouk tagihan kantor. Ketika sampai di rumah, semua pintu tertutup rapat. Sepertinya mama sedang pergi. Aku melihat kertas hitam bertuliskan emas, seperti undangan pernikahan. Aku buka undangan pernikahan yang tergeletak di bawah pintu. 

Undangan tersebut bertuliskan "Menikah : Erlangga Atmajaya dengan Melati Rahmawati" sudah ku duga, apa kabar kamu Mawar.
Aku dengar kabar Mawar mendatangi Erlangga, tetapi bukan pemenuhan janji melainkan dipermalukan di depan keluarga Erlangga. Semua orang jadi tahu bahwa Erlangga adalah tunangan Melati dan Mawar berusaha merebutnya, Mawar berusaha menjadi seorang pelakor. Sekarang Mawar menanggung rasa sakit hati kepada Erlangga, menanggung rasa malu di hadapan saudara dan tetangga.


Dari kisah ini kita belajar, mengambil milik orang lain termasuk mencuri. Berhubungan dengan lelaki orang lain merupakan jelmaan rayuan syetan. Jangan sakiti dirimu dengan merebut milik orang lain, jangan rendahkan dirimu dihadapan lelaki buaya darat, jangan permalukan dirimu di hadapan orang lain, jangan mudah tertipu dengan rayuan syetan. Lelaki seperti kucing yang tampak menggemaskan tetapi mencuri ikan milik pencintanya.


Mari kita kuatkan iman kita, jangan memberi celah pada rayuan manis syetan. Semoga kita semua berada dalam lindungan Allah SWT dan dijauhkan dari godaan syetan yang terkutuk. Aamiin...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun