Mohon tunggu...
Ismail Yusuf
Ismail Yusuf Mohon Tunggu... Hotelier -

Mencari sahabat lama, menemukan sahabat baru...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sisi Mana yang Harus Dipercaya dari Anggito Abimanyu?

2 Juni 2014   23:23 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:47 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dibalik keluguan wajahnya, anggito Abimanyu pernah tersandung kasus plagiarisme oleh seorang Kompasianer. Sesuatu yang kemudian terbukti dan membuatnya harus meletakkan jabatan atau apalah namanya di kampus UGM, tempat dia membangun nama baiknya.

Sekarang, masih dengan wajahnya yang terkesan tidak berdosa, ( sebab dia memang dianugerahi penampilan demikian ) Anggito Abimanyu kembali terseret pusaran korupsi di kementerian yang awalnya coba dibantunya untuk menjadi Kementerian yang bersih sesuai nama Departemen itu, Kementerian Agama. Apakah ada yang meragukan bahwa Kemenag seharusnya tempat berkumpulnya orang orang jujur dan terpercaya? mengerti batasan antara halal dan haram. Tetapi kementerian yang sekarang di PLT-in oleh Agung  Laksono pasca pengunduran diri Suryadharma Ali itu tidak pernah jauh dari opini sebagai Departemen terkorup menyaingi  lembaga Kepolisian Negara ( POLRI ) dan DPR.

Anggito Abimanyu semakin menuai keraguan akan integritasnya setelah rekam jejaknya dihubungkan dengan kasus plagiarisme dan korupsi di Kemanag sebagai sebuah pribadi yang tidak dapat dipercaya. Wajah polosnya dianggap sebagai senjata untuk memperdayai seperti kucing yang gemulai  namun selalu mengambil kesempatan mengambil ikan dibawah tudung saji.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transkasi Keuangan  ( PPATK ) yang seolah menjadi pahlawan kesiangan mendahului KPK memberikan opini yang menduga rekening mantan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Anggito Abimanyu sebagai mencurigakan. Menurut Kepala PPATK Muhammad Yusuf, pihaknya sudah mengirimkan Laporan Hasil Analisis (LHA) pejabat-pejabat Kementerian Agama, termasuk Anggito, ke Komisi Pemberantasan Korupsi. (Tempo.co)

Saya sebut pahlawan kesiangan karena transaksi mencurigakan yang disebutkan justru dilaporkan setelah terjadi penetapan tersangka pada SDA sementara sebelumnya mereka diam saja dan tidak memberi opini apapun kepada KPK untuk membantu mencegah agar tidak terjadi tindak korupsi. PPATK sperti hanya bisa memberi reaksi tapi tidak ikut beraksi mencegah korupsi.

Meski demikian itu soal lain, karena kita tetap berterima kasih pada penelusuran mereka dengan segala keterbatasan wewenangnya.  Konon, Anggito Abimanyu punya 14 rekening dan tujuh kartu kredit di delapan bank. Dana yang masuk sebagian karena posisi Anggito sebagai komisaris PT Telkom Indonesia. Dana lainnya berasal dari investasi, terutama di pasar modal. Dari PT Telkom, Anggito menerima total Rp 9 miliar selama 2004-2008. Laporan yang ditulis  Tempo juga menyebut bahwa per Februari 2014, total asset liquid keluarga Anggito Abimanyu mencapai Rp 12,3 miliar dan US$ 79 ribu. Mutasi tertinggi terjadi pada 2008 dan 2009, masing-masing masuk lebih dari Rp 12 miliar. Tapi pada Tahun 2013 dan 2014, saat ia menjabat menjadi Dirjen Haji, mutasi di rekeningnya menurun hingga Rp 7 miliar.

Entah apa yang menjadi alasan Anggito kali ini setelah sebelumnya dia berusaha berkelit telah menggunakan folder yang salah untuk dikirimkan ke harian Kompas sepitar aksi plagiarismenya. Mungkinkha Angggito akan mengatakan bahwa dia salah membuka rekening dan terjadi kesalahan transfer oleh pihak lain?

Apapun alasannya, saya menghormati Anggito selaku orang yang pernah bercita cita memperbaiki carut marut pelaksanaan ibadah haji beberapa tahun lalu. Kita ingat ketika itu banyak masalah seputar pelaksanaan haji yang menuai kecaman karena katering yang basi, terlambat dan menyengsarakan sampai soal pemondokan dan sejumlah kekisuhan lainnya.

Tapi rasa hormat saya harus berkurang drastis  ke titik terendah seiring dengan dugaan korupsi yang mungkin dilakukannya ataupun tidak dilakukannya mengikuti jejak yang masih membekas diingatan saya. Bahwa Plagiarismenya telah melukai sebagian pihak yang jujur secara akademis, lalu sisi mana yang masih harus saya percayai dari pejabat negeri ini?.  Mungkin saya harus belajar lebih banyak soal kejujuran pada diri sendiri ya...???

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun