Enak dan "Enek" cuma beda di huruf "a", namun memiliki arti yang jauh berbeda. Enak sesuatu yang menyenangkan, sedangkan "Enek" sesuatu yang memualkan. Tinggal kita tanya kepada diri sendiri,  di jaman Golkar itu jaman "Enak" atau jaman "Enek". Dan bung Ical meng-klaim bahwa: "Siapa pun yang jujur dan obyektif di republik ini pasti mengakui bahwa Partai Golkar telah terbukti dengan prestasinya, yang oleh sebagian besar masyarakat Indonesia sekarang menggambarkan dalam ungkapan 'zaman Golkar memang zaman enak'," ucap Ical dalam sambutannya di kantor DPP Partai Golkar, Kamis (23/1/2014). " Apa betul kang, statemen pak Ical seperti yang saya baca di laman Kompas.com." tanyaku " Sik, sik dulu jaman Golkar media belum seheboh sekarang. Media bener-bener dikendalikan oleh penguasa waktu itu. Kalau ada berita yang jelek apalagi menjelekan pemerintah sudah pasti dibredel atau paling tidak Pemred-nya di telpon. Apalagi jaman itu belum ada TV milik swasta  seperti TV One yang kadang, malah sering  memberitakan sisi buruknya  saja." jawab kang Toha " Jadi klaim pak Ical tidak benar ?" tanyaku " Klaim itu benar !  menurut sudut pandang Ical dan kawan-kawan. Tetapi bagi sebagian orang klaim tersebut mengada-ada. Dulu ada penderitaan di berbagai sudut wilayah, mana kita tahu. Tetapi sekarang begitu ada penderitaan di sudut wilayah akan diburu oleh para awak media. Bukan untuk memberitakan bahwa hal itu harus dapat perhatian, tetapi justru untuk "menembak" lawan politik yang kebetulan sedang menjabat atau berkuasa. Seperti pemberitaan banjir DKI, kan semestinya memberitakan bahwa ada banjir dan banyak warga yang butuh perhatian dan pertolongan. Tetapi sekarang berita banjir justru diboncengi dengan niat untuk mencoreng  dan kalau bisa untuk menjatuhkan gubernur DKI. "ujar kang Toha sambil menggambarkan berita banjir yang terjadi di DKI " Oh, jadi dulu pemberitaan nggak sebebas sekarang ya kang !" ujarku
" Kalau jaman pak Harto, model pemberitaan TV One atau acara TV One semacam ILC Â pasti sudah lama diberangus. Ini jaman paling enak buat media tetapi justru "enek" buat penguasa. Media sekarang omong se-enak jidat, pengamat bicara se-enak mulutnya. Hantam dulu, koreksi belakangan. Contoh pemberitaan tenda presiden yang diberitakan harganya miliaran, tetapi fakta harganya "cuma" 60 juta. Kalau penguasa dulu, abis tuh TV maupun radio yang memberitakan." ucap kang Toha
" Dengan kata lain, di jaman Golkar berkuasa atau tepatnya jaman pak Harto, enak bagi penguasa dan "enek" bagi media !' ujarku " Persis. Dulu para wartawan  terutama redaktur dan pemilik media sudah sangat paham mana berita yang harus disiarkan dan mana yang masuk laci pemberitaan. Para redaktur sudah memiliki sensor sendiri, tetep memberitakan dengan resiko dihajar atau "ngalah" yang penting koran tetap bisa jualan. Bung Karni yang sekarang di TV One,  pasti dulu tahu persis bagaimana mengelola berita di "Jaman Golkar", pak Jakob Oetama tahu persis bagaimana Kompas harus tetap eksis di jaman pak Harto. Dan masih banyak lagi wartawan dan mungkin (kini) pemilik media yang memiliki kepandaian untuk menampilkan pemberitaan yang tidak boleh menyinggung perasaan penguasa." ujar kang Toha " Mungkin maksud pak Ical, bukan enak di bidang penyiaran pers  dan kebebasan berbicara, tetapi di bidang ekonomi. Sandang pangan  masih murah, rumah masih bisa dijangkau, BBM masih sangat murah dan keamanan relatif terkendali. Mungkin yang dimaksud pak Ical itu ! Kang." ujarku " Oh...justru akibat dimanja oleh pak Harto, harga-harga disubsidi oleh pemerintah apalagi BBM, siapapun penguasa di jaman sekarang akan ikut merasakan bagaimana sulit dan memusingkan untuk menghilangkan subsidi yang sangat membebani anggaran. Kini  subsidi BBM membengkak nggak karuan. Begitu mau dicabut atau mau dinaikan, banyak yang protes dan muncul kalimat "Sih enak jamanku ? toh". " ucap kang Toha " Dan apalagi di jaman pak Harto, di jaman Golkar, jaman yang  melalaikan untuk memperkuat dan memberdayakan pendidikan serta mempersiapkan SDM yang unggul. Jaman pak Harto berkuasa, tanya orang-orang Golkar, "berapa alokasi anggaran belanja negara untuk sektor pendidikan ?  jawabannya sangat minimal.  Jadi kalau sekarang kita tertinggal lumayan jauh dengan bangsa lain  bahkan tetangga kita Malaysia dan Singapura ya.... wajar, di jaman pak Harto, sektor pendidikan seperti "di-anak-tirikan". ucap kang Toha " Jadi pak Ical untuk jadi capres tidak usah mengenang masa lalu, yang dikenang cuma enak dan kepenaknya saja ya Kang." tanyaku " Hadapi kenyataan saja. Dan ingat pemilih sekarang nggak akan inget jaman pak Harto, itu jaman yang sudah berlalu. Mengagungkan masa lalu juga tidak akan meningkatkan elektabilitasnya. Bagi Ical masih banyak yang harus dikerjakan. Misalnya bagaimana memberikan advis untuk Atut,  kader Golkar,  untuk mundur dari jabatan Gubernur. Agar pemerintahan Banten tidak seperti "tersandera'. Dan yang masih hangat kasus-kasus yang menyerempet elit Golkar terkait dengan kasus Akil Muchtar. Gimana cara Golkar memberikan yang terbaik dan memberi teladan kepada masyarakat. Titik." ujar kang toha sumber gambar: tempo.co
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H