Wahai wajah yang menyinari kegaiban hati, adakah aku takut untuk menali mati janji, sedangkan aku telah begitu mesra mencumbui keindahan cahyamu yang berpendar di atas langit langit yang penuh warna.
Wahai wajah yang mempesonai kesunyian alam dan bertabur di antara gemintang, adakah penyesalan untukku di saat aku telah begitu menikmati kebersamaan yang tiada batas antara hati dan hati.
Wahai wajah yang tertinggal pada lembutnya kenangan dan haru birunya perjalanan panjang, apakah aku harus tunduk pada kekhawatiran, sedangkan aku begitu yakin akan datang juga kematian yang tiada seorang pun dapat perkirakan dan telah kusambut dengan sukacita dan tarian sepanjang usia.
Wahai wajah yang ronanya memenuhi seluas garis mata memandang, ada saatnya aku harus meluruskan hati lalu mengatakan kepadamu yang tidak akan diresahkan oleh keganjilan dan godaan
: tangan cintaku telah begitu erat terangkul di pundakmu.
Hingga meniadakan beda antara dekat dan jauh, antara ada dan tiada.
Solo, 28 Desember 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H