Mohon tunggu...
Rony Concepcione
Rony Concepcione Mohon Tunggu... wiraswasta -

Suka menulis Puisi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ciuman Terakhir

3 Oktober 2010   06:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:45 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Siang itu, rupa membentuk maya, lalu tertinggallah segala dunia menuju cinta kasih yang tercerai oleh hiruk pikuk kemandulan akal dan ketamakan batin. Oh… Ada yang mesti dihaluslembutkan, ada yang harus dikuatkan agar sengketa jiwa tak lantas mati terabaikan.

Adalah aku, lelaki yang menyentuh kesepuluh jari untuk menyatukalbu, mencium hati yang terendam tangis, karena kecintaanku terhadap tinta dan pena tak mampu menebar kebajikan kecuali terbentang segala nestapa di depan mata.

Kemanisan jiwalah kucium sepenuh, keheninganlah kekasih jiwaku. Ingatlah ketika dada bergemuruh layaknya air mendidih, saat itulah ratap dan beribu tetes duta duka mengiring cinta, tinggal berhitung berapa kesendirian yang tercabik-cabik kekecewaan.

Ingatlah wahai hati yang bergelora dan dipenuhi kemanisan.. Adalah aku yang memeluk mesra damba dari benih menjadi pohon raksasa, tidak pernah tumbang melainkan semakin kekar dan berjaya. Adalah aku yang sampai tertimbun doa tetap menjaga bahwa sesungguhnya cintaku adalah penggalan Surga.

....................

Mei 21, 2010
Solo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun