Pemerintah Indonesia menggunakan slogan "Indonesia Emas 2045" untuk menyambut ulang tahun ke-100 Republik Indonesia pada tahun itu. Mereka berharap pada tahun itu, Indonesia akan menjadi salah satu negara maju di dunia setara dengan negara-negara adikuasa seperti Amerika Serikat dan sekutunya, Tiongkok dan Rusia. Untuk mewujudkan slogan Indonesia emas 2045, dibutuhkan generasi emas. Generasi emas adalah generasi Indonesia yang perlu mendapat perhatian serius dalam era globalisasi saat ini, Generasi emas memiliki peran strategis yang signifikan dalam mensukseskan pembangunan nasional. Menurut data yang dirilis oleh Dirjen Dukcapil Indonesia (Kumparan News, 8 agustus 2024), sekitar 69,58% penduduk Indonesia adalah penduduk usia produktif. Ini merupakan kontribusi yang signifikan untuk mencapai Indonesia emas pada tahun 2045.
Untuk mencapai tujuan Indonesia Emas, lembaga Pendidikan bertanggung jawab secara signifikan untuk mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Realitas hari ini menyaksikan situasi yang dialami oleh generasi Indonesia yang dikenal sebagai generasi Z. Individu-individu ini lahir antara tahun 1995 dan 2010. Salsabila Nanda (2024) mengatakan bahwa gen Z memiliki ciri-ciri seperti: a) Â melek teknologi Karena generasi Z tumbuh dalam era teknologi yang berkembang pesat, Gen Z Indonesia adalah yang paling banyak berselancar di internet, rata-rata 7 hingga 13 jam per hari; b) kreatif: generasi yang dapat menghasilkan uang dari industri kreatif, seperti membuat konten, podcaster, vlogger, atau mendirikan perusahaan rintisan sendiri; c) menerima perbedaan: mereka menggunakan konsep "Open minded" untuk menerima perbedaan ras, agama, atau adat istiadat; Â d) peduli terhadap sesama. Gen Z sering terlibat dalam kegiatan sosial, seperti penggalangan dana, dll; e) senang berekspresi: Gen Z juga disebut sebagai "The Undefined ID" karena mereka senang berekspresi untuk menemukan jati diri mereka sendiri. Gen Z juga berusaha meningkatkan identitas diri mereka di media sosial. Ada orang yang menyukai OOTD, olahraga, dan mencoba makanan di mana pun. Semuanya diabadikan di Instagram, YouTube, atau Tiktok Story.
Saat ini, Gen Z disebut sebagai "generasi strawberry" karena mereka dianggap memiliki sifat rapuh yang mirip dengan buah stroberi, yang tampak indah tetapi mudah rusak. Prof. Rhenald Kasali, dalam bukunya Strawberry Generation (Tempo, 17 Oktober 2024), menggambarkan generasi ini sebagai kumpulan orang yang memiliki banyak ide cemerlang dan sangat kreatif. Mereka sering dianggap lamban, egois, pesimis terhadap masa depan, mudah menyerah, dan mudah terluka. Generasi yang digambarkan menunjukkan karakteristik yang menarik. Di satu sisi, mereka memiliki kemampuan intelektual dan kreatif yang luar biasa, yang memungkinkan mereka untuk menghasilkan gagasan inovatif yang dapat menyelesaikan berbagai masalah. Namun, dibandingkan dengan keuntungan tersebut, mereka cenderung menunjukkan kerentanan mental dan emosional yang signifikan, yang ditunjukkan dengan sikap mudah menyerah ketika menghadapi tantangan dan sensitifitas yang tinggi terhadap kritik atau tekanan. Mereka menghadapi tantangan untuk memaksimalkan potensi yang mereka miliki karena kecenderungan mereka untuk bertindak lambat, berfokus pada kepentingan pribadi, dan pandangan pesimistis terhadap masa depan. Situasi ini menunjukkan adanya perbedaan antara kemampuan intelektual yang tinggi dan kematangan emosional yang masih perlu diperbaiki, yang membuat mereka menghadapi tantangan khusus dalam upaya mereka untuk berkontribusi secara maksimal pada masyarakat.
Melalui nilai-nilai dasar yang terkandung dalam lima silanya, filosofi Pancasila menawarkan solusi menyeluruh untuk membentuk karakter Generasi Z. Generasi ini dapat mengembangkan ketangguhan spiritual sebagai fondasi mental dengan mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sementara Persatuan Indonesia menumbuhkan semangat kolektif yang mengatasi sikap individualistis, kemanusiaan yang adil dan beradab mengajarkan empati dan ketabahan sosial. Ketika rakyat dipimpin oleh kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan, mereka belajar mengelola perbedaan dan membuat keputusan yang bijak. Sementara itu, keadilan sosial mendorong semua rakyat Indonesia untuk menggunakan kreativitas untuk kepentingan bersama, bukan untuk kepentingan pribadi. Metode filsafat Pancasila ini mengimbangi bakat inovatif dengan kekuatan mental yang dibutuhkan.
Kurikulum pendidikan harus membuat program yang menerapkan nilai-nilai Pancasila secara sistematis dengan menggunakan pendekatan kontekstual dan interaktif untuk menyelesaikan masalah generasi Z. Metode pembelajaran yang responsif terhadap karakteristik digital Narative, seperti penggunaan platform digital, studi kasus kontemporer, dan proyek kolaboratif yang mendorong refleksi kritis, harus digunakan untuk memasukkan filosofi Pancasila ke dalam kurikulum. Siswa harus belajar tentang soft skills seperti adaptasi, pemecahan masalah, dan kesadaran global sambil tetap menekankan nilai-nilai kemanusiaan dan kebersamaan. Generasi Z dapat mengubah filosofi Pancasila menjadi pengalaman belajar melalui tindakan dengan memulai pengambilan keputusan kelompok, diskusi terbuka tentang masalah sosial, dan praktik kepemimpinan partisipatif. Ini akan memungkinkan mereka tidak hanya memahami ide-ide, tetapi juga benar-benar menginternalisasi semangat kebangsaan dalam konteks perubahan zaman.
Untuk memasukkan filsafat Pancasila ke dalam kurikulum sekolah, diperlukan pendekatan transformatif yang memahami kompleksitas psikologis Generasi Z. Generasi Z yang tumbuh di era digital dengan tantangan keterhubungan global membutuhkan model pendidikan yang tidak hanya memberikan pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter yang kuat. Kurikulum harus dapat menggabungkan teknologi dengan prinsip agama untuk mendorong generasi muda untuk menggunakan teknologi untuk meningkatkan kesadaran sosial dan kemanusiaan. Untuk meningkatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang prinsip-prinsip Pancasila, metode pembelajaran berbasis proyek yang melibatkan refleksi etis, kerja sama lintas budaya, dan memecahkan masalah yang ada di masyarakat dapat menjadi alat yang berguna.
Berdasarkan filosofi Pancasila, strategi pengembangan kurikulum harus beradaptasi dengan perubahan sosial dan tantangan generasional. Pendidikan tidak hanya harus mengajarkan ide-ide, tetapi juga harus menciptakan lingkungan diskusi yang memungkinkan Generasi Z berpikir kritis dan memahami nilai-nilai bangsa secara kontekstual. Mentransformasikan filosofi Pancasila dari konsep abstrak menjadi pengalaman hidup dapat dicapai melalui praktik pembelajaran langsung, penggunaan media digital interaktif, dan program pertukaran yang mendorong empati lintas perbedaan. Oleh karena itu, kurikulum bukan sekadar alat untuk menyebarkan pengetahuan; itu lebih dari itu, itu adalah pusat pembentukan karakter yang memiliki kemampuan untuk mempersiapkan generasi muda untuk berkontribusi pada perubahan yang signifikan dalam konteks kemanusiaan dan bangsa.
Filosofi Pancasila tetap menjadi alat penting bagi Generasi Z untuk menavigasi tantangan global dengan martabat manusiaan di tengah transformasi sosial yang kompleks. Kurikulum pendidikan yang responsif dan inovatif berfungsi sebagai jembatan strategis untuk menginternalisasikan nilai-nilai Pancasila dan mengubah potensi disruptif generasi digital menjadi kekuatan positif untuk pembangunan bangsa. Dengan menggunakan pendekatan dialogis, partisipatif, dan berbasis pengalaman, pendidikan dapat mengubah Pancasila dari sekadar ideologi menjadi panduan hidup yang dinamis. Ini akan membekali generasi muda dengan kemampuan berpikir kritis, empati sosial, dan kesadaran khusus tentang apa yang mereka lakukan. Pancasila bukan hanya peninggalan sejarah; itu adalah semangat transformasi yang terus berkembang seiring perkembangan zaman, mempersiapkan Generasi Z menjadi pemimpin masa depan yang jujur, humanis, dan berdedikasi untuk kesejahteraan umum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H