Mohon tunggu...
Ismail Nasar
Ismail Nasar Mohon Tunggu... Dosen - Politisi

politik dan sosial, pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan sebagai arena pertarungan Demokrasi: menumbuhkan sikap Kritis, partisipatif dan kebebasan berpendapat

29 November 2024   20:48 Diperbarui: 29 November 2024   21:02 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sebagian besar negara di dunia, termasuk Indonesia, telah memilih sistem pemerintahan demokratis. Namun demikian, penerapan prinsip-prinsip demokrasi tidak terbatas pada sistem politik formal. Sebagai salah satu pilar utama pembangunan nasional, pendidikan memiliki tanggung jawab strategis untuk menanamkan prinsip-prinsip demokrasi pada generasi muda.
Sayangnya, realitas pendidikan tinggi di Indonesia masih sering menampilkan praktik-praktik yang bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi. Budaya "diam itu emas" di dalam kelas dan dominasi dosen dalam proses pembelajaran masih sering terjadi. Mahasiswa tidak dapat mengkritik dosen karena dianggap tidak sopan. Mereka bahkan takut ketika dosen tidak memberikan nilai, yang berarti mereka tidak akan lulus. Banyak dosen yang disebut sebagai "Dosen Killer."
Kondisi ini mempengaruhi sikap penolakan mahasiswa terhadap dosen. Dalam artikel mereka yang berjudul Pola Resistensi Mahasiswa terhadap Dosen, Zainnulla dan Jacky (2017) ada beberapa bentuk resistensi terhadap dosen seperti: para dosen bertindak egois; para dosen menggunakan materi yang salah dan tidak jelas, mereka hanya menggunakan satu item penilaian; dosen sering memberikan harapan palsu kepada mahasiswa; suasana kelas menjadi tegang; dosen tidak disiplin, . para dosen kurang memperhatikan mahasiswa mereka; mereka tidak profesional dalam menjalankan tugas mereka sebagai pendidik.

Di era digital yang penuh dengan polarisasi, demokrasi akademik di perguruan tinggi sangat sulit untuk dijaga. sikap yang tidak demokratis, seperti mengontrol ideologi, membatasi kebebasan berpendapat, dan menghentikan kritik, secara sistematis menghancurkan ruang dialogis yang seharusnya ada di institusi pendidikan tinggi. Mahasiswa yang seharusnya berpikir kritis dan berkontribusi pada perubahan akhirnya menjadi subjek yang pasif, khawatir untuk menyuarakan pendapat mereka, dan mekanisme kekuasaan yang otoriter menghalangi kreativitas mereka.

Kondisi tersebut memiliki efek yang sangat kompleks, bukan hanya memengaruhi kehidupan akademik tetapi juga membentuk karakter generasi muda yang mudah terpengaruh oleh ketidaksetaraan dan manipulasi informasi. Perguruan tinggi harus diubah menjadi tempat untuk pemikiran kritis. Jika tidak, mereka berpotensi mengkhianati tujuan pendidikan dan menghasilkan generasi yang tidak dapat berpikir secara mandiri, berempati, dan berpartisipasi secara konstruktif dalam demokrasi. Pada saat ini, perguruan tinggi telah berubah menjadi alat represif dan tidak bermartabat untuk mempertahankan kekuasaan.

Perguruan tinggi, sebagai lembaga pendidikan tinggi, memiliki peran besar dalam menghasilkan Mahasiswa yang kritis, terlibat, dan bertanggung jawab. Untuk mencapai hal ini, perguruan tinggi harus membuat lingkungan akademik yang mendukung prinsip demokratis melalui berbagai pendekatan yang menyeluruh dan berkelanjutan.

Menerapkan model pembelajaran berpusat pada Mahasiswa (student-centered learning) adalah salah satu langkah penting yang dapat dicapai. Dosen mendorong Mahasiswa untuk berpartisipasi dalam diskusi aktif, menganalisis berbagai perspektif, dan membuat argumen yang kuat yang didasarkan pada data dan fakta. Metode pembelajaran berbasis masalah, studi kasus, dan pembelajaran berbasis proyek adalah cara yang bagus untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa untuk berpikir kritis dan analitis.

Kampus harus menawarkan lingkungan yang aman dan mendukung untuk percakapan dan berbagi ide di luar kelas. Melalui berbagai acara, seperti forum akademik dan seminar, para mahasiswa diberi kesempatan untuk terlibat dalam diskusi terbuka dan membantu membentuk jaringan intelektual serta pandangan. Ruang-ruang ini harus bebas dari intimidasi dan diskriminasi agar setiap mahasiswa dapat merasa nyaman dan belajar sebaik mungkin.  Saat ini, literasi media dan kursus literasi digital harus diajarkan di perguruan tinggi. Mahasiswa harus mampu menilai konten secara kritis, merujuk sumber yang dapat diandalkan dengan benar, dan terlibat dalam percakapan publik.

Kebebasan akademik dan kebebasan berekspresi harus dilindungi oleh kebijakan yang jelas di institusi pendidikan tinggi. Peraturan internal harus membantu menciptakan lingkungan akademik yang demokratis sambil menjaga nilai-nilai kemanusiaan dan etika. Untuk memastikan bahwa kebijakan-kebijakan ini membantu komunitas akademik mengembangkan sikap kritis, partisipasi, dan kebebasan berekspresi, evaluasi secara berkala diperlukan.

Semua bagian dari universitas harus terlibat dalam proses kompleks yang bertujuan untuk meningkatkan pemikiran kritis, partisipasi aktif, dan kebebasan berekspresi. Transformasi ini lebih dari sekadar penambahan program atau perubahan metode pengajaran. Ini adalah perubahan signifikan dalam budaya akademik yang memprioritaskan demokrasi, keterbukaan intelektual, dan penghargaan terhadap pemikiran yang beragam.  Keberhasilan institusi pendidikan tinggi dalam mewujudkan misi ini akan sangat membantu dalam pembentukan generasi yang memiliki kepekaan sosial, kemampuan untuk berkontribusi dalam diskusi publik, dan prestasi akademik yang baik. Pada akhirnya, lulusan yang kritis dan terlibat serta mampu mengungkapkan pendapat mereka dengan bertanggung jawab akan menjadi agen perubahan yang mempromosikan perkembangan demokrasi substantif di Indonesia, yang mengarah pada praktik demokrasi yang lebih matang dan beradab dalam masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun