Mohon tunggu...
Ismail Misbachul Choiri
Ismail Misbachul Choiri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pariwisata-Universitas Gadjah Mada

Saya memiliki minat di bidang pariwisata dan industri kreatif fotografi dan videografi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ekowisata dan Seni, Komodifikasi Nilai Budaya sebagai Sarana Pengembangan Atraksi Ekowisata

5 Desember 2022   18:25 Diperbarui: 5 Desember 2022   18:26 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desa Adat Penglipuran, Bali.Sumber: instagram.com/desa_adat_penglipuran

Indonesia merupakan negara dengan segudang kekayaan alam, budaya, dan bahasa yang tersebar di 36 provinsi. Kekayaan tersebut menjadian Indonesia dikenal hingga seluruh dunia. Kekayaan yang dimiliki Indonesia dan eksis hingga mancanegara adalah seni dan budayanya yang sangat beragam.

Banyak warga asing yang mengunjungi Indonesia untuk menyaksikan atau bahkan belajar seni dan budaya Indonesia. Sehingga hal ini menjadi sebuah peluang baru bagi industri pariwisata untuk mengembangkan atraksi wisata salah satunya dengan mengembangkan desa wisata di berbagai daerah. Desa wisata menjadi pilihan pengembangan pariwisata seni budaya karena dalam pengembangan dan proses pengelolaanya tidak hanya berfokus pada seni budaya yang dikomersialkan, namun juga terdapat aspek lain seperti konservasi dan interpretasi dari nilai-nilai budaya serta keterlibatan masyarakat setempat.

Dalam perkembangannya, desa wisata memiliki pengembangan dan inovasi. Saat ini pengembangan dan pengelolaan desa wisata tidak hanya berfokus pada penjualan potensi wisata untuk dijadiakn atraksi wisata saja, akan tetapi masyarakat dan pemerintah mulai sadar akan pentingnya konservasi alam dan peningkatan sumber daya manusia yang ada di desa wisata. Maka berkembanglah desa wisata dengan berlandaskan pada ekowisata dan pariwisata berbasis masyarakat.

Saat ini sudah banyak desa wisata berbasis ekowisata dan community based tourism (CBT) di Indonesia. Beberapa diantaranya pernah mendapatkan penghargaan baik ditingkat nasional maupun internasional. Hal tersebut bisa tercapai karena berhasil dalam menerpakan nilai-nilai konservasi lingkungan, pelestarian seni, budaya dan tradisi setempat serta mampu memberdayakan masyarakat lokal untuk turut andil dalam pengelolaan desa wisata.

Tantangan yang sering kali dihadapi dalam pengembangan ekowisata dan seni budaya adalah adanya pertentangan antara tradisi setempat dengan nilai konservasi. Selain itu keterbatasan sumber daya manusia masyarakat lokal yang cenderung rendah serta pengetahuan tentang pengelolaan destinasi wisata menjadi faktor utama penghambat pengembangan ekowisata dan seni di desa wisata.

Padahal, untuk mencapai keberhasilan ekowisata diperlukan adanya keterlibatan masyarakat lokal, konservasi alam, seni dan budaya, dan keberlanjutan. Hal ini senada dengan pendapat Barna (2009) dalam Adom (2019) menyatakan bahwa untuk mencapai keberhasilan ekowisata di masyarakat pedesaan diperlukan adanya kolaborasi budaya lokal, tradisi, dan penduduk setempat, sehingga kontribusi masyarakat secara aktif dan tradisi budaya mereka sangat diperlukan.

Salah satu contoh destiasi ekowisata pedesaan yang masih menghadapi hambatan dan tantangan adalah Situs Alam Suci Tanoboase, di Ghana. Destinasi ini masih memgang kuat nilai-nilai tradisi dari leluhur mereka. Daya tarik utama situs ekowisata ini adalah pada budayanya yang tertuang daam festival Apoo dan situs alam sucinya itu sendiri. Masyarakat Tanoboase percaya bahwa tanah yang mereka tinggali merupakan tanah milik Dewa Taakora serta flora dan fauna yang ada di dalamnya adalah perwujudan dari anak-anak dari dewa. Leluhur mereka merupakan pendatang dari Sudan yang datang ke Tanoboase untuk meminta izin kepada Dewa Taakora untuk tinggal di tanahnya. Pada akhrinya, dewa memberi izin dan membuat perjanjian dengan leluhur tersebut. Oleh karena itu, pelestarian situs ini sangat penting karena ini merupakan identitas yang mengikat masyarakat dengan leluhurnya.

Tanoboase Sacred Grove and Rock Formation, Ghana. Sumber: visitghana.com
Tanoboase Sacred Grove and Rock Formation, Ghana. Sumber: visitghana.com

Nilai identitas yang kuat dari situs budaya dapat mendorong pelestarian dan mencegah dari segala bentuk degradasi. Selain itu, identitas yang kuat dapat menarik kunjungan wisatawan untuk mengunjungi Situs Alam Suci Tanoboase.

Yang menjadi tantangan dari pengembangan dan pengelolaan Situs Suci Alam Tanoboase adalah nilai tradisi dan identitas yang kuat mengakibatkan pembangunan atraksi wisata menjadi terhambat, seperti contohnya dalam festival Apoo. Dalam proses perayaan festival, terdapat lokasi yang secara khusus hanya boleh dimasuki oleh penduduk lokal atau anggota dewan adat setempat saja. Sehingga wisatawan memiliki akses terbatas atas festival yang dilaksanakan. Padahal, festival merupakan media untuk menampilkan kekayaan budaya serta situs sejarah yang menarik perhatian pengunjung untuk menghargai warisan budaya mereka.

Partisipasi masyarakat di Tanoboase juga masih sangat rendah sehingga terjadi ketidakseimbangan antara pekerja loka dengan operator pariwisata serta pemberdayaan pekerja lokal yang masih rendah. Di sisi lain, sumber daya manusia di Tanoboase masih rendah. Promosi pariwisata seharusnya bisa menjadi cara untuk mendatangkan wisatawan. Namun dengan minimnya pengetahuan tentang promosi pariwisata secara digital menghambat penjualan dan pengenalan destinasi wisata Situs Alam Suci Tanoboase.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun