Mohon tunggu...
Ismail Elfash
Ismail Elfash Mohon Tunggu... wirusaha -

orang biasa yang sedang belajar menulis, mengungkapkan isi hati dan sekedar berbagi

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Oleh-oleh dari Kota Tua, Doraemon dan BoBoiBoy Mengalahkan Jendral Soedirman

9 Mei 2015   22:54 Diperbarui: 4 April 2017   18:16 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini saya mengajak anak-anak main ke Kota Tua, Jakarta. Walau sebenarnya agak kurang menarik bagiku, tentang kota tua. Karena yang ada difikiranku, di kota tua hanya ada Museum dan bangunan-bangunan kuno jejak peninggalan penjajah Belanda. Kalaupun ada yang menarik, hanyalah batu-batu bulat yang entah itu  asli atau palsu (bikinan manusia). Atau jangan-jangan batu-batu itu sudah licin diamplas dan menjadi batu cincin dan dinamai "bacan kota tua". Maklum, sekarang kita kembali ke jaman batu, yang demamnya terasa disemua tempat dan semua usia.

Pas datang, ternyata perkiraanku melesat. Dilapangan depan musium Fatahillah ternyata ramai, banyak anak-anak dan orang yang foto-foto. Setelah kuperhatikan ternyata yang menjadi objek fotonya adalah badut-badut yang neyerupai karakter film anak-anak, seperti Doraemon, Nobita, Hello Kity, Masha and the bear, Upin Ipin, BoBoiBoy, dan masih banyak yang lainnya. Ada juga karakter hantu, pocong dan drakula. Dan ada beberapa yang menampilkan karakter pejuang tempo doeloe lengkap dengan seragam, senjata, dan tubuh yang dicat menyerupai seragam tentara. Para pejuang ini, diam bagaikan patung, namun ketika akan berfoto mereka berfose dan ternyata, eh.. bisa gerak juga. Kirain patung beneran. Ada juga misteri Aladin, yang duduk bersila mengapung. Entah bagaimana caranya, namun kelihatannya tidak bersandar pada apapun, jadi benar-benar seperti melayang.

Sontak, anakku berlari mendekati si Doraemon, dan minta difoto. "Jepret, jepret.." kilatan blitz kamera handphone menyambar, anakku tersenyum puas. Seolah sudah ketemu dengan tokoh idolanya yang saban hari ketemu di Youtube. "Sekarang kita cari Nobita",  begitu pinta anakku lagi. Seolah tidak berdaya, saya hanya menuruti kemauan anak. Setelah ketemu, sama, cuma minta difoto, salaman dan pergi mencari tokoh lainnya. "Sekarang giliran difoto bersama BoBoiBoy, biar nanti bilang pada teman-temanku, aku sudah ketemu BoiBoiBoy", begitu permintaan anakku lagi.  Ketika ketemu badut, anakku yang baru berumur 5 tahun, dengan sigap menunjuk; "tuh! ada Hello kitty, Masha, Upin Ipin dll" Saya sebagai orang tua sampai bingung, kok anak sekecil itu, bisa hapal diluar kepala itu karakter siapa, sifatnya bagaimana dan bisa dengan lancar menceritakan kisahnya, usilnya dan lucunya. Saya baru tersadar, ternyata tontonan itu sangat dahsyat membekas dalam ingatan anak yang beru berusia TK A. Padahal saya sudah memprotek keluarga dengan tidak punya pesawat TV, namun saya tidak bisa melarang anak untuk tidak main komputer kerja saya, dikala tidak saya pakai. Dengan alasan takut anak gaptek, maka dibiarkan anak saya nonton film anak-anak dari Youtube dan mainan online seperti Friv. Itupun saya batasi, dan kalau sudah kelewatan, saya blokir situsnya. Namun ternyata otak anak sangat dahsyat bisa merekam, meniru dan menceritakan dari apa yang ditontonnya. Dan ketika bertemu dengan karakternya, walau hanya berbentuk badut, ada kepuasan tersendiri yang terpencar dari raut wajahnya.

Saya tanya anak saya, "De, itu badut apa namanya?". Anak saya langsung menjawab, "Frozen".  Wiiih, hebat..., kamu pintar. Tapi ketika saya tanya patung manusia yang menyerupai pahlawan nasional; "itu siapa, De?" Apa jawab anakku, "gak tahu", sambil memalingkan muka. Dan ketika aku ajak foto bersama, dengan tegas dia menolak "gak mau, takut!" Saya geleng-geleng kepala, kok anak saya lebih tahu karakter film daripada nama pahlawan nasional. Padahal patung manusia tadi adalah gambaran Panglima Besar, Jendral Soedirman. Tokoh perjuangan, pahlawan nasional, dan orang hebat.

Pengalaman berkunjung ke kota tua, yang harusnya menelusuri jejak sejarah, dan menemukan  nilai history perjuangan, yang dibuktikan dengan bangunan-bangunan peninggalan penjajah, ternyata telah kehilangan ruhnya. Sehingga bagi anak, seperti anak saya tidak menambah wawasan apapun tentang sejarah dan tentang kota tua. Dan sangat sulit untuk menemukan pelajaran yang bisa dijelaskan pada anak. Karena di sana, lebih banyak badut-badut tokoh film anak-anak yang berkeliaran, yang sangat tidak nyambung dengan ikon kota tua. Dan badut-badut tersebut, berikut patung manusia pejuang atau pahlawan, sudah menistakan dirinya dan menghilangkan makna kebesaran tokoh yang diperankannya, dengan membawa-bawa ember bolong, yang harus diisi recehan, setiap habis difoto. Jadi kesannya; pejuang kok, minta-minta. Dan sepertinya, hal ini dibiarkan sudah berlangsung lama, dan luput dari perhatian pengelola. Apa kabar pemda DKI Jakarta??

Subhanalloh, saya miris. Ternyata, Doraemon dan BoBoiBoy sudah mengalahkan Jendral Soedirman.

1431187844669558710
1431187844669558710

14311880741305449807
14311880741305449807

Salam Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun