Mohon tunggu...
Ismail Zubir
Ismail Zubir Mohon Tunggu... -

Peneliti Balitbang Kementerian Agama RI

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kebijakan Reformasi tentang Pengembangan Kerukunan Umat Beragama (Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 (FKUB dan Pendirian Rumah Ibadah)

29 Agustus 2014   22:35 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:09 1255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat merupakan penegasan dari Surat Keputusan Bersama (SKB) No. 01/BER/MDN-MAG/1969 tentang Pelaksanaan Aparatur  Pemerintahan dalam Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat Agama oleh Pemeluk-Pemeluknya. SKB tersebut ditetapkan pada tanggal 13 September 1969 dan ditandatangani oleh Menteri Agama KH. Moh. Dahlan dan Menteri Dalam Negeri Amir Machmud.

Terbitnya SKB No. 01/1969, menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Umat Kristiani menggugat SKB tersebut, terutama pasal 4 tentang pendirian rumah ibadah. Pada pasal tersebut, dicantumkan ketentuan kepada umat beragama yang akan mendirikan rumah ibadah, harus mendapat izin dari Kepala Daerah atau Pejabat Pemerintah atas pertimbangan dari Kepala perwakilan Depag setempat, planologi serta kondisi dan keadaaan setempat.

Sepanjang tahun 2004-2005, perdebatan mengenai pendirian rumah ibadat semakin meningkat frekuensinya. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya artikel di media massa yang mengkritisi tentang SKB No.01/1969 tentang pendirian rumah ibadat, khususnya dari kalangan non Muslim yang menuntut agar SKB tersebut di cabut.

PBM No. 9 dan 8 tahun 2006 memuat 10 Bab dan 31 Pasal (Kerukunan Umat Beragama, FKUB dan Pendirian Rumah Ibadat). Subtansi dalam PBM bukanlah doktrin agama, melainkan lalu lintas para warga negara Indonesia pemeluk suatu agama ketika berinteraksi dengan WNI lainnya dan memeluk agama yang berbeda. Beribadat tidak sama dengan membangun rumah ibadat meskipun keduanya saling berhubungan.

PBM ini menjelaskan secara terperinci ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan 3 hal : (1) Kerukunan umat beragama, (2) Pemberdayaan FKUB dan (3) Pendirian rumah ibadat. Berkaitan dengan kerukunan umat beragama dijelaskan dalam PBM bahwa yang dimaksud dengan kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara di dalam kesatuan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) adalah forum yang dibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah dalam rangka membangun, memelihara, dan memberdayakan umat untuk beragama untuk kerukunan dan kesejahteraan. Sedangkan tentang pendirian rumah ibadat dijelaskan secara jelas bahwa untuk mendirikan rumah ibadah harus mendapat izin dari Walikota/Bupati (IMB Rumah Ibadat).

Ketiga poin penting diatas adalah poin yang sering menjadi problem keagamaan antar umat beragama. Konflik horizontal antara Muslim dengan Kristiani dibeberapa tempat, pengrusakan rumah ibadah (Gereja), merupakan contoh nyata yang sering kali terjadi dalam kehidupan beragama. PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006 ini adalah landasan hukum bagi umat beragama, jika terjadi konfik di lapangan. Namun beberapa pasal didalamnya masih menjadi perdebatan dan akar konflik di masyarakat, seperti syarat untuk mendirikan rumah ibadat adalah daftar nama dan KTP pengguna rumah ibadat, paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah dan dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh Lurah/Kepala Desa. Syarat tersebut harus diperkuat oleh rekomendasi resmi Kepala Kemenag dan FKUB Kab/Kota.

PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006 ini paling tidak telah mengakomodir beberapa persoalan kegamaan dan diperkuat dengan landasan hukum yang jelas. Namun kelemahan dari PBM ini adalah posisi landasan hukumnya belum kuat untuk mengatur kehidupan beragama dan keagamaan di Indonesia. Seharusnya untuk mengatur kehidupan beragama dan keagamaan diperlukan landasan hukum setingkat Undang-undang (UU).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun