Mohon tunggu...
ISMAIL SARSYAD
ISMAIL SARSYAD Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Magister Hukum Keluarga Islam, Universitas Islam Malang.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Pesta Demokrasi dan Kepentingan

23 Februari 2024   19:58 Diperbarui: 23 Februari 2024   19:58 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pesta demokrasi Indonesia kali ini, mungkin dapat dikategorikan sebagai salah satu yang paling fenomenal. Hal ini tentu saja dapat diukur dari tingkat antusiasme masyarakat untuk dapat terlibat secara aktif tidak hanya saat proses pemungutan suara, tetapi jauh sebelum itu setiap individu juga turut berjuang seakan-akan memiliki kepentingan langsung untuk dapat memenangkan pihak atau paslon yang didukung.

Jika ingin melihat dari sudut pandang positif, maka kita perlu bangga dengan hal itu karena implementasi dari ungkapan demokrasi itu sendiri bisa dikatakan terwujud secara adil dan merata, di mana setiap orang diberikan keluasan untuk bernarasi, menyampaikan argumentasi politik yang bukan hanya sebagai salah satu bentuk pemenuhan hak warga negara, tetapi ini juga menjadi bantahan terhadap narasi yang selama ini berkembang bahwa sistem demokrasi di Indonesia sedang tidak baik-baik saja.

Berbeda dengan yang terjadi di masa-masa sebelumnya, di mana pembahasan  tentang politik termasuk salah satu hal yang sangat rancu di kalangan masyarkat bawah sehingga perdebadatan  bernuansa politik ini hanya terjadi di kalangan para politikus yang berkepentingan secara langsung hingga golongan akademisi saja. Saat ini bahkan orang tanpa latar belakang pendidikan yang cukup, tidak memiliki kepentingan langsung dalam urusan poloitikpun turut serta berargumentasi dengan tingkat kemampuannya masing-masing.

Namun, hal ini tentu juga memiliki dampak negatif bagi masyarakat itu sendiri karena permaslahan politik ini tentu saja berbeda dengan permasalahan dalam aspek kehidupan lainnya. Jika berbicara tentang masalah politik, tentu tidak akan lepas dari masalah kepentingan segelintir orang. Maka tidak heran, dari kepentingan ini kemudian menghadirkan banyak upaya penyesatan dari pihak-pihak yang berkepentingan itu sendiri. Mulai dari bentuk pencitraan agar dinilai sebagai orang yang paling baik dan benar, sampai menciptakan narasi-narasi dengan tujuan untuk menjatuhkan dan menjelek-jelekan lawan politiknya yang kemudian narasi-narasi tersebut dengan mudah menyebar secara tidak terkendali di kalangan masyarakat.

Asas Luber-Jurdil yang seharusnya menjadi landasan dalam praktek pelaksanaan pesta demokrasi, seakan hanya menjadi semboyan atau ungkapan tanpa perlu diperhatikan apalagi dijadikan sandaran. Visi-misi dan track record dari setiap calon pemipin yang seharusnya menjadi nilai jual utama di masyarkat, hari ini justru menjadi formalitas. Dan menjatuhkan pihak lain untuk bisa terlihat sebagai sosok terbaik dalam berkompetisi adalah jalan yang oleh mereka dijadikan sebagai prioritas.

Maka dari itu tidak heran jika saat ini lebih banyak ditemukan pernyataan-pernyataan yang bersifat sentimen, tanpa dilandasi kemampuan berargument. Polotik dinasti, anak haram konstitusi, politik identitas, sampai permasalahan wadas, semuanya menjadi hal yang terlihat lebih menarik untuk dibahas. Apakah hal ini salah? Tentu saja tidak. Latar belakang yang buruk dari setiap calon pemimpin juga perlu menjadi pembahasan tentunya. Akan tetapi yang perlu ditekankan adalah track record bukan hanya sebatas melihat pada kegagalan atau keburukan setiap calon pemimpin.

Selain itu ketidak dewasaan yang dipertontonkan oleh para elit politik yang berkompetisi, juga menjadi sebab terbesar atau pemicu atas rusaknya nalar demokrasi masyarakat awam. Perdebatan yang disiarkan oleh media, dengan tujuan untuk menyampaikan gagasan pembangunan, justru dijadikan sasaran empuk untuk saling menilai dan menjatuhkan satu sama lain. Maka tidak heran jika pesta demokrasi yang diharpkan dapat berjalan dengan baik, pada faktanya justru menimbulkan begitu banyak konflik. Lagi, lagi, dan lagi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun