Sila kelima Pancasila mengisyaratkan penyelenggaraan negara difokuskan pada perwujudan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Upaya mewujudkan keadilan harus juga ditularkan kepada seluruh negara sebagai peran serta Indonesia dalam menyumbangkan pikiran untuk kemajuan dunia. Pada awal kemerdekaan, Indonesia melalui Pancasila telah dipandang sebagai ideologi yang menjadi alternatif bagi pertentangan ideologi dunia.Â
Anwar Arifin, seorang profesor ilmu komunikasi politik yang pertama dan termuda di Indonesia asal Sengkang, Sulawesi Selatan. Menyebutkan dalam bukunya Perspektif Ilmu Politik, "Sebagai kajian ilmiah, ideologi Pancasila itu dapat disebut mengandung sintesis antara ideologi libertarian dengan ideologi komunis sesuai dengan kondisi sosial, politik, ekonomi dan budaya masyarakat". Sebagai ideologi negara, Pancasila yang lahir dari buah pikir para intelektual dan pemikir pendiri bangsa itu, terbukti menjadi semangat dalam menghadapi dinamika politik dunia. Pancasila harus selalu diwujudkan melalui sumbangsi untuk perdamaian dunia melalui kerja sama saling menguntungkan antar negara-negara dunia.
Pada era 1960-an, dunia berada pada situasi rawan konflik terkait perebutan pengaruh ideologi antar kekuatan militer negara-negara besar dan konflik antar negara di kawasan Asia tenggara. Melalui sidang pleno DPR Gotong Royong yang berlangsung di Jakarta pada 24 Juli 1967, Menteri Luar Negeri RI, Adam Malik, mengajukan gagasan perlunya pembentukan kerja sama antar negara di Asia Tenggara sebagai jawaban atas konflik dan kontestasi yang tak berkesudahan. Akhirnya, pada 8 Agustus 1967 di Bangkok Thailand, terbentuklah perkumpulan negara-negara kawasan Asia Tenggara dengan nama ASEAN (Association of Southeast Asian Nations), yang terbentuk atas kesepakatan lima negara, yaitu. Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina dan Thailand. Pada awal pembentukan itu pula, ASEAN memiliki semboyan (Satu Visi, Satu Identitas, Satu Masyarakat), melalui penandatanganan Deklarasi Bangkok oleh perwakilan negara pendiri.
Dalam perkembangannya, ASEAN telah menjadi platfrom diplomasi regional yang strategis dan telah terbukti melakukan rekayasa sosial, politik dan ekonomi yang menguntungkan bagi negara-negara dikawasan. Kerjasama ASEAN terus berkembang, hingga 2015 dibentuklah Masyarakat ASEAN secara resmi sebagai dasar untuk meningkatkan peranan ASEAN ditingkat global. Masyarakat ASEAN terbagi dalam tiga bagian. Pertama, Masyarakat Politik Keamanan ASEAN, sebagai skema membentuk masyarakat yang bersatu, dengan lingkungan yang aman berlandaskan prinsip dasar, nilai dan norma bersama. Kedua, Masyarakat Ekonomi ASEAN, sebagai bentuk peningkatan konektivitas dan kerja sama yang berorientasi dan terpusat pada rakyat serta terintegrasi pada ekonomi global. Ketiga, Masyarakat Sosial Budaya ASEAN, adalah upaya membentuk masyarakat yang berlandaskan pada visi masyarakat yang inklusif, berkelanjutan, kokoh, dinamis, serta menjunjung tinggi prinsip dasar, nilai dan norma bersama ASEAN.Â
ASEAN memiliki struktur sebagai rujukan alur koordinasi dan tempat pengambilan keputusan dengan struktur tertinggi adalah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT). Pada 2023, Indonesia menjadi tuan rumah KTT ASEAN dua kali berturut-turut. Yaitu, KTT Ke-42 di Labuan Bajo yang berlangsung pada 10-11 Mei 2023, dan KTT ke-43 yang akan dilangsungkan di Jakarta pada 5-7 September mendatang. Dijadikannya Indonesia sebagai tuan rumah KTT ASEAN dua kali berturut-turut adalah kebanggan tersendiri bagi Indonesia yang merupakan negara terbesar di kawasan dan pusat diplomatik ASEAN.
Pemberian kehormatan dengan menjadi tuan rumah tersebut dibalas Indonesia, salah satunya melalui sumbangan pemikiran pada sektor ekonomi. Yaitu skema keuangan yang saat ini telah disepakati oleh 5 negara di ASEAN. Skema pembayaran itu menjadi sumbangan besar sebagai wujud persamaan dan keadilan yang juga merupakan bagian dari tujuan terbentuknya ASEAN. Bank Indonesia, sebagai Bank sentral Republik Indonesia menawarkan sistem pembayaran antar negara ASEAN untuk mendorong penggunaan mata uang lokal yang disebut Asean Payment Connectivity/Regional Payment Connectivity (RPC), berbasis QR untuk mendorong penggunaan mata uang lokal dan mempermudah transaksi antar negara lintas ASEAN. Pada KTT ASEAN ke-42, disepakati kerja sama ekonomi diantaranya. Membangun ekosistem mobil listrik, memperkuat implementasi mata uang lokal, dan meningkatkan konektivitas pembayaran digital antar negara.Â
RPC dapat dibilang sebagai solusi poin kedua dan ketiga pada kerjasama sektor ekonomi negara ASEAN, juga implementasi dari Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) fase kedua, dimana fokus fase ini adalah pengembangan UMKM, ekonomi digital, good governance dan green teknologi. Disisi lain, RPC dengan skema penguatan mata uang lokal dapat menjadi solusi bagi hegemoni keuangan yang selama ini menghantui negara-negara berkembang. Ide briliant Bank Indonesia dalam menawarkan skema pembayaran ini juga berbeda dengan aliansi BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan), yang berencana menggunakan satu mata uang dalam seluruh tansaksi mereka. RPC lebih ideal dalam menciptakan kesejahteraan dan keadilan negara dunia khususnya ASEAN.Â
Ide Indonesia melalui Bank Indonesia ini, merupakan angin segar bagi Bank Sentral masing-masing negara dalam menjalankan tujuannya mempertahankan stabilitas nilai tukar, menjaga efektifitas fungsi sistem keuangan dan ancaman ketidakstabilan sistem keuangan dari guncangan perekonomian. Prinsipnya RPC menjadi solusi ketidakadilan pada sektor keuangan, menciptakan hubungan saling menguntungkan dan mengurangi ketergantungan satu negara terhadap negara lain yang pada akhirnya dapat tercipta keadilan pada sektor ekonomi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H