Partai Buruh Indonesia bermula sebelum kemerdekaan, berperan penting dalam gerakan buruh dan perjuangan kebijakan. Pasca reformasi 1999, Partai Buruh didirikan oleh Muchtar Pakpahan, ikut serta dalam pemilu pertama sistem multi-partai. Deklarasi ulang pada Kongres IV tanggal 5 Oktober 2021 menandai kebangkitan kembali partai ini, sebagai respon terhadap politik elitis dan oligarkis. Berkomitmen memperjuangkan hak-hak buruh dan kelompok marjinal, Partai Buruh berupaya membangun infrastruktur organisasi yang solid, memperkuat jaringan lokal dan nasional, serta menjalin aliansi strategis dengan gerakan sosial lainnya untuk memperkuat posisinya di kancah politik Indonesia.
Faktor Yang Melatarbelakangi Partai Buruh Lemah di Indonesia
Partai Buruh di Indonesia menghadapi berbagai faktor internal dan eksternal yang berkontribusi terhadap kelemahannya dalam kancah politik. Faktor internal meliputi kekurangan dana, popularitas yang rendah, kesibukan dalam verifikasi aktual, dan lemahya kesadaran politik serta ideologi di kalangan kelas pekerja. Kekurangan dana merupakan masalah utama yang menghambat Partai Buruh.Â
Dalam sistem politik yang kompetitif, dana sangat penting untuk mendukung aktivitas kampanye seperti iklan, baliho, spanduk, dan acara kampanye lainnya. Partai Buruh tidak memiliki dana yang cukup untuk bersaing dengan partai-partai besar yang memiliki sumber daya melimpah. Akibatnya, Partai Buruh kurang terlihat di mata masyarakat dan tidak mampu menjangkau pemilih di seluruh Indonesia yang luas.
Popularitas yang rendah juga menjadi hambatan signifikan bagi Partai Buruh. Berdasarkan penelitian Kompas, tingkat popularitas Partai Buruh hanya mencapai 30% dalam waktu empat bulan. Rendahnya popularitas ini disebabkan oleh kurangnya eksposur media dan kampanye yang kurang efektif. Selain itu, pandangan negatif terhadap partai yang baru muncul dan belum memiliki rekam jejak yang kuat juga berkontribusi terhadap rendahnya popularitas.Â
Kesibukan dalam mengurus verifikasi aktual merupakan kendala internal lain yang dihadapi Partai Buruh. Proses verifikasi ini memakan waktu dan sumber daya yang seharusnya bisa digunakan untuk kegiatan kampanye dan penguatan basis dukungan. Akibatnya, partai tidak mampu berfokus sepenuhnya pada strategi peningkatan popularitas dan elektabilitas.
Kesadaran politik dan ideologi yang lemah di kalangan kelas pekerja juga menjadi faktor internal yang signifikan. Sebagai partai yang berbasis pada kelas pekerja, Partai Buruh seharusnya memiliki dukungan yang kuat dari kelompok ini. Namun, banyak pekerja yang belum memahami pentingnya peran mereka dalam politik dan bagaimana partai ini dapat memperjuangkan kepentingan mereka. Lemahnya kesadaran ini membuat partai sulit untuk mengonsolidasikan dukungan dari basis pendukung utamanya.Â
Faktor eksternal yang mempengaruhi kelemahan Partai Buruh termasuk situasi politik pasca Orde Baru, persaingan dengan partai politik yang menggunakan uang, tingkat aseptabilitas dan elektabilitas yang rendah, serta luasnya wilayah dan jumlah pemilih yang besar. Setelah jatuhnya Orde Baru, situasi politik Indonesia mengalami perubahan signifikan yang sering disebut sebagai masa mengambang.
 Deideologisasi yang terjadi selama Orde Baru telah mengakibatkan masyarakat bersifat pragmatis dalam berpolitik, lebih tertarik pada janji-janji konkret dan insentif materi ketimbang ideologi. Dalam konteks ini, partai-partai yang mampu menawarkan keuntungan langsung cenderung lebih diminati, sementara Partai Buruh yang fokus pada advokasi jangka panjang kesulitan untuk mendapatkan dukungan.Â