Kutipan Bung Karno diatas yang di cantumkan dalam buku ini merupakan bukti nyata bahwa cita-cita transmigrasi sudah ada sejak Indonesia berdiri. Yakni 65 tahun silam. Jika dilirik dari sejarahnya sebenarnya transmigrasi di Indonesia sudah berumur hampir satu abad, karena program ini pertama kali dilakukan tahun 1905 pada masa kolonial Hindia Belanda.
Pada saat itu transmigrasi dikenal dengan istilah “kolonisasi” suatu istilah berbau penjajah yang diselenggrakan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk memindahkan warga pribumi ke daerah lain. Menurut buku ini, hal tersebut dilakukan pemerintah Hindia Belanda sebagai politik balas budi untuk memperbaiki nasib warga pribumi.
Secara garis besar tujuan transmigrasi ada 5, pertama perluasan dan peningkatan kesempatan kerja. Kedua, mengurangi kemiskinan. Ketiga, mewujudkan integrasi sosial. Keempat, mendukung ketahanan dan kedaulatan pangan, dan kelima sebagai distribusi aset lahan serta menciptakan pusat pertumbuhan baru. Kesemuanya diyakini dapat tercapai dengan adanya program transmigrasi dan sinergitas kebijakan pemerintah.
Selain itu transmigrasi juga memberi manfaat dan peluang yang besar bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Modal kekayaan alam di daerah yang melimpah ruah harus di eksplorasi dan dimanfaatkan sebaik mungkin. Daerah perbatasan Indonesia yang perlu concern untuk dirawat dan dijaga, potensi bahari dan banyaknya lahan mati yang harus di bangkitkan. Hal itu dapat terwujud dengan cara menyebarkan SDM Usia produktif yang mayoritas ada di jawa sebagai pusat pertumbuhan penduduk tertinggi di Indonesia(h.101) .
Marwan, melalui buku Transmigrasi Menggapai Cita ini berusaha mengingatkan kembali pembaca akan pentingnya transmigrasi di Nusantara. Selain itu, dalam buku ini ia mendeskrepsikan betul kondisi masyarakat transmigrasi yang sudah lama bermukim di tempat transmigran. Dari segi ekonomi, sosial dan budaya.
Memang melakukan program transmigrasi bukanlah hal mudah, banyak tantangan baik dari internal transmigran maupun eksternal. Dengan jumlah 73.754 desa dan keragaman sosial, ekonomi, sejarah, dan geografis yang cukup besar kadang membuat transmigran mengalami kesulitan. Disiniah tugas dan peran pemerintah dalam membuat paket transmigrasi yang terpadu.
[caption caption="Transmigrasi Menggapai Cita"]
Konsep diatas diharapkan mampu mengubah pola transmigrasi sebelumnya yang menekankan push factor (faktor pendorong) menjadi pull factor (faktor penarik) bagi transmigran. Dijelaskan pula dalam buku ini mengenai langkah-langkah yang bisa dijalankan pemerintah melalui Kementrian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi untuk menjadikan transmigrasi itu daya tarik dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan keringanan salah satunya keringanan pajak dan retribusi (h.147). Konsep ini menurut Marwan disebut siapkan gula pindahkan semut.
Terakhir, Buku yang disertai gambar, data-data yang akurat dan terpercaya yang bersumber dari balilatfo Kementrian Desa, PDDT sangat cocok dibaca bagi kalangan akademis dan pemerintahan sebagai bahan dalam menentukan arah kebijakan dan meningkatkan wawasan bagai pembacanya. Adapun kelemahannya yaitu, dengan full color book membuat biaya produksi yang mahal dan sulit di jangkau kalangan. Ternyata selain pawai menjadi politisi Marwan Jafar juga seorang penulis dengan gagasan-gasasan terbarukan. :D