Mohon tunggu...
Isma Alya
Isma Alya Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Mahasiswa yang hobi bereksperimen dan selalu mencari rasa baru, selain itu saya juga hobi jalan-jalan untuk mencari inspirasi dan menikmati keindahan dunia.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Menggoyang Lidah dengan Sate Koyor Legendaris Bu Sum

24 Desember 2024   15:00 Diperbarui: 24 Desember 2024   22:01 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang membuat sate koyor sederhana dari Warung Bu Sum mampu bertahan lebih dari 60 tahun ditengah gemuruh pasar beringharjo? Apakah rasanya yang melegenda, konsistensi resepnya, atau justru tangan dingin seorang wanita bernama Sumiyati, yang dengan setia membuka warung ini setiap pagi. Aroma  yang khas mampu menarik siapa saja untuk berhenti sejenak. Aroma koyor panggang dengan bumbu rempah tradisional itu berasal dari Warung Bu Sum, Sebuah warung sederhana yang telah menjadi ikon kuliner Yogyakarta. Disini, sate koyor menjadi hidangan andalan yang tidak hanya menggoyang lidah, tetapi juga menghidupkan nostalgia bagi siapa saja yang mencicipinya. 

Pasar beringharjo, aroma daging yang dipanggang dengan bumbu khas menyapa siapa saja yang lewat. Itulah warung Bu Sum, nama yang melekat kuat dihati para penikmat kuliner Yogyakarta. Warung ini terkenal dengan sate koyornya, sate yang terbuat dari lemak sapi, dipanggang hingga sempurna, lalu disajikan dengan nasi hangat dan diberikan kecap dan sedikit irisan bawang merah.

Sumiyati (62), yang akrab disapa Bu Sum, kini menjadi generasi penerus ketiga yang menjalankan usaha ini. Usaha ini tumbuh perlahan namun pasti, hingga kini berada dibawah kendali generasi ketiga. Sejak mengambil alih warung dari orang tuanya pada usia 29 tahun, ia terus menjaga cita rasa autentik yang diwariskan keluarganya. Bu Sum hanya melanjutkan tradisi keluarga, tetapi tetap menjaga kualitas. Bumbu sate koyor yang digunakan merupakan campuran rempah-rempah lokal yang diracik dengan takaran yang tepat, sehingga menghasilkan rasa yang autentik. setiap tusuk sate direndam dalam bumbu khas sebelum dipanggang, memastikan setiap gigitannya kaya akan rasa. 

Setiap hari, mulai pukul 6 pagi hingga 3 sore, Bu Sum menyapa pembelinya dengan semangat yang sama. Bu Sum tidak hanya dikenal karena masakannya, tetapi juga karena keramahannya. Setiap pagi, ia membuka warung dengan senyum hangat, menyapa pelanggan yang datang, dan memastikan bahwa mereka merasa seperti dirumah. Selain rasa yang autentik, ada beberapa faktor lain yang membuat sate koyor Bu Sum begitu diminati. Salah satunya adalah tekstur daging yang empuk, hasil dari teknik memasak yang telaten. 

Sate koyor, yang terbuat dari koyor atau lemak sapi, menjadi sajian utama diwarung ini. Dalam sehari, ia bisa menjual hingga 40 kg sate koyor, membuktikan bahwa sate koyor bukan hanya sekedar favorit, tetapi juga bukti nyata dari kualitas dan reputasi yang telah terjaga selama puluhan tahun, sate koyor adalah primadona diantara menu lain seperti, soto, gudeg, ramesan. "Menu yang paling sering dicari pembeli itu sate koyor. Kadang siang sudah habis," Kata Bu Sum, pemilik warung tersebut. Tidak hanya pembeli lokal, wisatawan dari berbagai daerah rela antre untuk mencicipi hidangan legendaris ini. 

Bagi para pelanggan setia, sate koyor Bu Sum bukan hanya soal rasa, tetapi juga pengalaman. Duduk dibangku kayu sambil menyantap seporsi sate koyor ditengah suasana Pasar Beringharjo yang ramai, menciptakan kenangan yang sulit dilupakan. "Ini bukan soal hanya makanan, tetapi soal menegenang masa lalu. Saya sudah makan disini sejak masih remaja, dan rasanya tidak pernah berubah," Kata pak Heri, salah satu pelanggan tetap. 

meski memiliki pelanggan setia, Bu Sum juga menghadapi tantangan ditengah perubahan zaman. Tren kuliner yang terus berkembang, munculnya restoran modern, dan gaya hidup yang serba cepat memengaruhi cara masyarakat menikmati makanan. namun, Bu Sum tetap optimis. "Saya percaya bahwa rasa dalam memasak akan selalu dicari orang, tidak peduli berapapun zaman berubah."

Menurut salah satu pelanggan, Bu Sri, sate koyor Bu Sum memiliki cita rasa yang sulit ditandingi. "Koyornya meleleh dimulut, lemaknya gurih sekali, kadang saya juga beli untuk dibawa pulang, rasanya tetap sama walau dimakan dimalam hari," katanya sambil menikmati seporsi sate koyor dimeja kecil yang disediakan. Tidak ada yang tahu persis berapa lama lagi Bu Sum akan terus berdiri dibalik meja panjang itu. Namun, satu yang pasti, aroma sate koyor dan senyuman hangatnya terus dikenang sebagai bagian dari sejarah kuliner Pasar Beringharjo. 

Warung Bu Sum bukan hanya sebuah tempat makan, ia adalah saksi bisu dari perjalanan waktu. Banyak pelanggan yang datang membawa anak-anak mereka, melanjutkan tradisi menikmati sate koyor dari generasi ke generasi. Hal ini membuat Warung Bu Sum lebih dari sekedar bisnis kuliner, tetapi juga menjadi simbol kebersamaan dan kenangan. 

Warung Bu Sum adalah bukti bahwa kesederhanaan, konsistensi, dan ketulusan dalam melayani dapat melampaui waktu. Aroma sate koyor yang khas, senyuman hangat Bu Sum, dan kenangan yang tercipta diwarung ini akan terus hidup, menjadi bagian dari cerita kuliner Yogyakarta yang tak terlupakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun