[caption id="attachment_364851" align="aligncenter" width="544" caption="Garuda Muda (foto:jogja.tribunnews.com)"][/caption]
Nada optimis membayangi kedatangan Garuda muda di Myanmar. Dengan status juara grup di babak Penyisihan Evan Dimas dkk menatap target 4 besar untuk sebuah tiket putaran Final Piala Dunia Yunior 2015. Bila dibandingkan tim nasional senior, prestasi Garuda muda lebih kinclong. Garuda muda pernah sekali menjadi juara Asia dan sekali tampil di Piala Dunia Yunior.
Sepakterjang tim nasional Usia-19 tahun di level Asia dimulai di tahun 1960. Bermain di Malaysia yag ketika itu masih bernama Malaya, garuda muda menembus semifinal dan sayangnya kalah dalam perebutan posisi 4 dari Jepang (2-3). Di Grup B, Indonesia dengan striker mudanya Soetjipto Soentoro mampu mengalahkan Thailand (3-0), Singapura (9-3) dan Kalah dari Korea Selatan (2-4).
Setahun kemudian di Bangkok, Thailand, Garuda muda sukses membawa pulang mahkota juara bersama Myanmar. Indonesia yang tergabung di Grup A tampil dominan dan menjadi juara Grup, mengalahkan Jepang (2-1) dan Vietnam (2-0) serta seri kala berjumpa Korea Selatan (2-2) dan Singapura (1-1). Sesuai peraturan juara grup langsung maju ke babak final. Indonesia bertemu dengan Myanmar yang kala itu dikenal sebagai Negara kuat sepakbola. Hasilnya Indonesia bermain imbang 0-0, karena babak perpanjangan waktu dan adu penalty belum dikenal maka gelar juara dimiliki bersama Indonesia dan Myanmar. Ini merupakan gelar satu-satunya Indonesia di level Asia. Sayangnya ditahun berikutnya Indonesia gagal mempertahankan title juaranya, garuda muda hanya sanggup meraih posisi ke-3 setelah mengalahkan Malaysia 3-0.
Sepanjang periode tahun 1963 sampai 1966, timnas Junior hanya sekali tampil yaitu di tahun 1964 dengan lolos sampai semifinal. Kondisi politik menjadikan timnas junior vakum selama tahun 1963, 1964, 1965, 1966. Setelah absen selama 3 tahun berturut-turut dan pergantian pemimpin nasional, garuda muda kembali tampil di piala Asia Junior tahun 1967 di Bangkok. Dan sepertinya Bangkok kota yang bagus untuk timnas Junior, setelah juara di tahun 1961, di tahun 1967 timnas junior sukses menembus babak final sebelum kalah dari Israel 0-3.
Absen di tahun 1968 dan gagal total di tahun 1969, Indonesia langsung memberikan respon positif di tahun 1970 dengan menembus babak final sebelum dikalahkan Myanmar 0-3. Di level Asia Tenggara, Myanmar merupakan tim junior dengan koleksi gelar terbanyak yaitu 7 gelar dan hanya kalah dari Korea Selatan (12 gelar).
[caption id="attachment_364853" align="aligncenter" width="477" caption="Garuda Muda gagal membendung Maradona di Tokyo 1979 (foto:sport.bisnis.com)"]
Memasuki medio 70an peserta piala Asia Junior telah menyebar ke negera Asia Barat, sehingga persaingan semakin ketat. Sepanjang periode 1971 sampai 1978, garuda muda tidak mampu lagi menembus semifinal. Satu-satunya yang sedikit membanggakan terjadi di piala Asia Junior tahun 1978 di Dhaka, Bangladesh, ketika itu garuda muda menapak hingga babak delapan besar sebelum ditaklukan Korea Utara (0-2). Iraq yang saat itu menjadi Juara Asia dan mendapatkan jatah tampil di Piala dunia junior memutuskan mundur, jatah Iraq diberikan ke Indonesia. Sejarah kemudian mencatat garuda muda menjadi ladang gol di Tokyo 1979. Setalah tahun 1978, perhelatan piala asia junior yang sebelumnya digelar setahun sekali berubah menjadi dua tahun sekali. Dan mulai diberlakukan babak kualifikasi sebelum tampil di putaran final.
Prestasi junior semakin melambat, di sepanjang tahun 1980 sampai 1988, Indonesia hanya sekali lolos ke putaran final Asia yaitu di Riyadh tahun 1986. Masuk grup A, Garuda muda kalah bersaing dari Arab Saudi dan Iraq. Bila berhitung mundur kebelakang, prestasi garuda muda memperlihatkan grafik menurun. Kota Jakarta di tunjuk menjadi host piala Asia 1990. Bersama Qatar, Korea Utara dan India di Grup A, garuda muda menjadi bulan-bulanan oleh tiga tim lainnya, gagal total di kandang sendiri.
Kegagalan di tahun 1990 coba diperbaki di tahun 1994 ketika Jakarta menjadi tuan rumah lagi. Dengan skuad Primavera dan permainan yang dinamis, Indonesia yang digadang-gadang bisa membuat kejutan malah gagal menembus semifinal. Mega proyek primavera dianggap gagal total. Kegagalan tersebut menular ketahun-tahun berikutnya. Indonesia muda selalu gagal di kualifikasi 1996, 1998, 2000 dan 2002. Garuda muda kembali ke Asia ketika tampil di putaran final 2004 di Malaysia. Bergabung di Grup B, Boaz dkk gagal menahan laju Qatar (0-1), China (1-5) dan Iran (2-6).
Pada media 60an Negara-negara Arab masih tertatih membangun sepakbola junior mereka, saat itu Indonesia masih menjadi kekuatan yang diperhitungkan, sampai pada medio 70an, Indonesia muda masih masih mampu mengimbangi kebangkitan sepakbola Arab. Namun masuk tahun 1980an, sepakbola Arab dan Asia Timur berlari dengan kencang sedangkan pembinaan timnas yunior mandek tanpa hasil.