Mohon tunggu...
Indra Sastrawat
Indra Sastrawat Mohon Tunggu... Administrasi - Wija to Luwu

Alumni Fakultas Ekonomi & Bisnis - UNHAS. Accountant - Financial Planner - Writer - Blogger

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Super Kenya, Super Marathon

9 Desember 2013   12:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:09 1222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1386566568863211686

[caption id="attachment_307347" align="aligncenter" width="648" caption="Pelari Kenya di lomba Mandiri Jakarta Marathon (gambar:tribunnews.com)"][/caption] Banyak yang bertanya, bagaimana pelari Kenya yang kurus bisa menguasai semua nomor juara pada semi marathon Makassar 2013 (8/12/13), seminggu sebelumnya mereka juga menguasai semua nomor juara di Kalla 10 K di Makassar. Pertanyaan yang wajar mengingat banyak pelari lain dari luar negeri yang ikut berlomba. Cara mereka berlari dan mengatur ritme bagai sebuah misteri, tidak hanya lomba-lomba di Indonesia mereka juga mendominasi juara dari satu turnamen ke turnamen lain sampai di tingkat olimpiade. Di dua olimpiade terakhir Beijing dan London mereka sukses merebut 8 emas, 8 perak dan 9 perunggu dari nomor menengah dan jarak jauh. Sejak ikut olimpiade 1956, Kenya meraih 24 emas, 31 Perak, 24 perunggu dari Atletik (nomor menengah dan jarak jauh). Coba bandingkan dengan Indonesia ?? Salah satu teori yang coba menjawab fenomena superioritas pelari Kenya adalah Jon Entine dalam bukunya "Taboo: Why Black Athletes Dominate Sports and Why Were Afraid to Talk About It." Menurut Entine, terdapat pengaruh gen dan struktur tubuh yang membuat atlet menjadi dominan terhadap suatu cabang olahraga. Salah satunya adalah Kenya di nomor lari jarak jauh dan menengah. Pelari Kenya memiliki struktur tubuh yang pendek dan kurus serta kapasitas paru-paru lebih besar. Tipikal yang cocok untuk lomba lari jarak jauh sebaliknya tidak cocok untuk lari jarak pendek. Hal yang sama berlaku bagi pelari dari Afrika Timur yang lain semisal Ethiopia yang pernah punya juara dunia, Haile Gebrselassie. Teori dari Etinne menjawab mengapa Sprinter Jamaika, Inggris dan Amerika Serikat tangguh di nomor pendek. Itu kareka gen Afrika barat yang mereka warisi. Mereka pada umumnya punya otot kuat, pinggul sempit, betis ringan, dan refleks tendon lutut lebih cepat. Mereka juga punya enzim anaerobik yang bisa berbuah energi lebih eksplosif. Sementara Asia yang dengan tubuh lebih pendek dengan, lengan dan tungkai yang pendek sangat pas untuk permainan tenis meja dan bulutangkis yang membutuhkan kelincahan dan reflex yang sempurna. Bukit Nandi, Bukit Para Juara Kembali ke cerita pelari Kenya, mereka bisa sering ikut lomba lari di Indonesia karena banyak dari mereka yang sengaja memilih tinggal di Malaysia. Mereka menjadikan Malaysia sebagai homebase, mereka rutin mencari informasi tentang lomba lari di sekitar Asia. Nantinya hasil dari lomba lari mereka kirim ke kampung di Kenya untuk membeli lahan (tanah) atau ternak, ini cerita dari salah satu panitia Kalla 10K. Semenjak kecil anak-anak Kenya yang miskin telah bermimpi menjadi pelari dunia untuk bisa meraih mimpi menjadi kaya. Anak-anak di Kenya sudah terbiasa ke sekolah yang jaraknya ratusan kilometer, tidak jarang mereka mendaki bukit demi sekolah, dari situ bakat lari mereka terbentuk selain gen mereka yang pas untuk lari jarak jauh. Sebagian besar juara dunia dari Kenya berasal dari satu  kabupaten (county) yaitu Nandi County. Nandi County terletak di propinsi Rift Valley yang berbatasan dengan Uganda. Nandi County memiliki topografi perbukitan. Daerah Nandi Hill (bukit Nandi) ibarat candradimuka yang menggembleng banyak anak-anak Nandi menjadi pelari jarak jauh yang tangguh. Sebagian besar masyarakat di Nandi hidup dari pertanian yang tradisional dengan tingkat kemiskinan 47,4% yang artinya hampir setengahnya hidup dalam kategori miskin. Kondisi ekonomi ini menjadi pendorong anak-anak Nandi menjadi pelari yang hebat demi keluarga. Tidak berlebihan jika Nandi County dijuluki "The Home of Champions" atau "Rumah para juara". Diantara juara dunia berasal dari Nandi seperti: Kipchoge Keino, Henry Rono, Moses Tanui dan Bernard Lagat. Indonesia Bisa Modal fisik dan bakat tidak cukup mencetak juara dunia mesti diperlukan pelatihan dan ambisi dari masing-masing atlet. Apa yang dilakukan Kenya di Marathon, Jamaika di Sprinter atau China Di Bulutangkis tidak lepas dari program latihan yang bagus. Mencetak juara dunia dari Indonesia di nomor Atletik jarak jauh bukan mimpi, topografi Indonesia yang banyak bukit seperti di NTT bisa menjadi latihan yang bagus buat kaki-kaki anak NTT menggapai juara dunia, minimal bisa menyamai prestasi Eduardus Nabunome. Selain NTT, tetangga mereka NTB juga punya potensi alam mencetak pelari jarak pendek, di kejurnas Yunior beberapa waktu lalu sprinter NTB merajai nomor 100 M. Daerah lain yang punya potensi seperti Sultra (Dayung), Papua (sepakbola), Sulsel (Beladiri) dll. Tinggal bagaimana memoles talenta muda nusantara menjadi juara dunia seperti anak-anak Nandi yang berasal dari kabupaten miskin di Afrika Timur yang mampu mencengangkan dunia. Olahraga bisa dijadikan sebagai motivasi ekonomi anak-anak miskin, juga menjadi potensi devisa suatu negara. Kenya bisa, Indonesia juga Bisa. Salam Sumber bacaan: www.wikipedia.com www.merdeka.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun