[caption id="attachment_334220" align="aligncenter" width="560" caption="Bersama rombongan di pintu masuk desa adat Panglipuran, Bangli.(Foto: Trio-BJU)"][/caption]
Delay! Siapa yang tidak kesal diminta menunggu selama 1,5 jam. Kami harus bersabar menunda penerbangan menuju Bali. Pesawat yang akan membawa kami tiba terlambat. Setelah bersabar selama 1,5 jam akhirnya kami bisa terbang. Ini kali kedua saya mengunjungi pulau Bali yang mempesona. Selain delay yang buat kesal, terbang bersama maskapi murah Indonesia Air Asia terbilang bagus terutama saat landing yang mulus.
Sekitar jam 2 siang kami tiba di bandara Internasional Ngurah Rai. Bandara ini masih dalam proses perbaikan, jadi tidak mengherankan kondisi dalam bandara masih carut marut. Bandara Ngurah Rai sudah seharusnya di pugar lebih besar dan cantik, bagaimana pun bandara ini adalah etalase Indonesia dalam menyambut tamu dari luar.
[caption id="attachment_334217" align="aligncenter" width="448" caption="Desa adat Panglipuran yang bersih dan asri dengan tradisi yang masih kuat"]
Setelah berhenti sejenak makan siang disalah satu rumah makan di Kuta kami menuju Hotel Oasis tempat kami menginap selama di Bali. Hotelnya tidak begitu besar ada kolom renang ditengah-tengah hotel. Ada beberapa wisman yang menginap. Kami tidak bisa berlama-lama dalam kamar, jadwal wisata yang padat sudah menanti. Rencana awalnya jadwal tour selama tiga hari dari hari Jumat sampai Minggu, tapi karena kondisi yang berubah maka jadwal berubah menjadi Jumat pagi sampai Sabtu siang.
[caption id="attachment_334210" align="alignright" width="300" caption="Pantai Dreamland (Foto:koleksi pribadi) "]
Senja mengantar kami menuju pantai Dreamland, daerahnya di bagian selatan Bali di daerah yang bernama Pecatu. Letak pantai ini berada di Bali Pecatu Graha (Kuta Golf Link Resort) yaitu sekitar 30 menit dari pantai Kuta. Lelah hilang seketika begitu menyaksikan keindahan pantai Dreamland. Ombak-ombak besar yang menggulung tinggi dengan pasir putih yang menghampar berpadu indah dengan tebing-tebing menjulang tinggi sebuah pemandangan yang memikat mata. Kami tiba ketika matahari perlahan tenggelam ditelan samudera Hindia menghardirkan mozaik yang indah. Sayangnya hanya sekitar 30 menit kami menikmati keindahan pantai Dreamland. Jadwal makan malam sudah menanti kami di Hawaai Restoran.
Hari pertama kami lumayan indah, lamunan tentang pantai Dreamland masih membekas di kepala saya sampai kami tiba di Hotel sekitar jam 10 malam. Besok pagi jadwal tour sudah menanti, saya berharap jadwalnya lebih menyenangkan dari hari pertama.
Setelah menuntaskan sarapan pagi dengan porsi besar, sepertinya rasa capek dan menu yang menggoda sulit mengajak perut berdamai dengan ungkapan "makan pagi secukupnya saja". Dari seorang teman kami diberitahu jadwal tour hari kedua adalah menuju sebuah pantai (saya lupa namanya). Entah kenapa, bus yang menbawa kami justru menuju ke bagian utara pulau Dewata.
Sekitar jam 11 siang kami tiba di desa adat Panglipuran. Sebuah desa adat yang terletak di kabupaten Bangli. Pemandangan khas desa yng asri menyambut kedatangan kami. Deretan rumah adat khas Bali berjejer rapi. Menurut sejarahnya desa adat ini berusia ratusan tahun. Di Panglipuran saya melihat kembali suasana desa yang alami. Disekitar desa adat banyak hutan-hutan bambu, bisa dimaklumi karena rumah adat tersebut dibuat dari bambu. Hutan tersebut adalah lumbung bagi desa Panglipuran. Di Desa ini saya menyaksikan bagaimana kehebatan pemerintah dan masyarakat Bali merawat budayanya hingga memiliki nilai jual yang tinggi. Modernitas tidak lantas melunturkan adat dan tradisi sebaliknya modernitas menjadi pelengkap ketradisonalan.
[caption id="attachment_334214" align="alignright" width="300" caption="Di Desa adat Panglipuran, Bangli (Foto:koleksi pribadi)"]
Rombongan kami cukup lama berada ditempat asri nan sejuk ini, setelah puas menikmati keasrian dan keindahan desa Panglipuran kami bergegas pulang mencari Masjid untuk Shalat Jumat. Semua rombongan kami adalah muslim. Menemukan masjid di Bangli memang sulit, beberapa kali kami harus singgah bertanya dimana letak masjid terdekat. Masjid terdekat berada di ibukota Bangli, namanya masjid Agung Bangli. Ada pengalaman berbeda yang saya temukan saat shalat Jumat dimasjid tersebut. Saat khutbah, Khatib menerima sebuah tongkat dan dengan tongkat itu dia memulai khutbah, ada juga bacaan shalawat sebelum shalat dimulai. Sebagian besar umat islam di Bangli berasal dari Jawa. Kemungkinan tradisi tersebut berasal dari Jawa.
Selepas shalat Jumat, kami menuju ke Kintamani sebuah perjalanan panjang yang melelahkan. Setelah satu jam akhirnya kami tiba di Kintamani.
[caption id="attachment_334218" align="aligncenter" width="325" caption="Masjid Agung Bangli"]
Saat tour wisata pertama dengn teman-teman, Kintamani adalah objek wisata yang melelahkan karena letaknya yang jauh dengan jalanan yang menanjak dan sempit. Yang ditawarkan Kintamani bagi kami tidak istimewa, pemandangan gunung Agung yang gundul masih kalah indah dengan pemandagan alam di daerah saya, apalagi harus ditebus dengan perjalanan yang melelahkan selama 3 jam. Sebenarnya ada beberapa destinasi wisata di Bali tengah yang jauh lebih hebat seperti Bedugul dengan Pura Ulun Danu atau Tampak Siring dengan Pura Tirta Empulnya.
Dari Kintamani kami menuju pantai Sanur, perjalanannya cukup lama sekitar 3 jam. Pemandangan pantai Sanur yang pantainya sedang surut masih kalah elok dari pantai Dreamland atau Kuta. Setidaknya saya bisa melihat satu landscape yang lain dari Bali. Suasana di Sanur relative lebih tenang, cocok untuk mereka yang menyukai kenyamanan dan ketenangan.
[caption id="attachment_334221" align="aligncenter" width="480" caption="Di Pantai Sanur(Foto:Trio-BJU)"]
[caption id="attachment_334636" align="aligncenter" width="504" caption="Bersama keluarga di Pantai Dreamland (Foto:Trio-BJU)"]
Senja merah dilangit pantai Sanur melepas kami pulang. Tujuan berikutnya adalah menikmati makan malam di pantai Jimbaran. Menu makan laut yang disajikan memang tidak sehebat menu makanan laut di Makassar. Untuk urusan kuliner, Makassar adalah surganya. Dengan lilin kecil dan angin yang berhembus serta ombak yang memecah keheningan menghadirkan suasana berbeda. Setidaknya kami menemukan pengalaman berbeda.
[caption id="attachment_334637" align="aligncenter" width="382" caption="Bersama si kecil di Pantai Dreamland (Foto:koleksi pribadi)"]
Jadwal hari berikutnya menujur pantai Tanah Lot. Saya memilih tidak mengikiuti tour selain karena kecapean juga tiga tahun lalu saya sudah ke tempat itu. Apalagi jadwal sangat mepet, sorenya kami harus take off ke Makassar. Sebelum ke Bandara Ngurah Rai kami mampir di Joger. Joger dikenal sebagai toko oleh-oleh yang khas dan unik, keunikannya terletak pada kata-kata dan gambar yang lucu. Toko Joger ada dua tempat, yang pertama dan terbesar ada di Bedugul dan kedua ada di Kuta.
Kata Joger diambil dari perpaduan nama sang pemilik, yaitu Joseph Theodorus Wulianadi dengan sahabat karibnya yang bernama Gerhard Seeger. Toko Joger lahir pada tanggal 19 Januari 1981. Belum sah rasanya ke Bali kalau belum mampir di Joger, Joger menjadi destinasi resmi traveller yang ke Bali.
Kunjungan kedua ke Bali tidak sehebat yang pertama apalagi saya tidak sempat ke GWK, Ubud dan Pantai Pandawa, tiga tempat yang ingin saya datangi. Saya meninggalkan Bali dengan harapan bisa datang kembali lagi, tentu dengan tempat dan suasana yang lebih hebat. Kalau dibilang antikimaks, sebenarnya tidak sepenuhnya tepat, bisa mengunjungi pantai Dreamland dan desa adat Panglipuran serta orang-orang yang ramah tentu sangat berkesan. Bali dengan segala panorama indahnya dari gunung, lembah, danau sungai, pantai dan keunikan tadisi dan budaya adalah sepotong surga di mayapada bumi Indonesia yang elok.
Salam
Catatan singkat Bali 17-19 April 14
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H