Mohon tunggu...
Muhammad Islam
Muhammad Islam Mohon Tunggu... -

Muhammad Islam adalah kandidat master dari Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB,\r\nKetua Umum Keluarga Alumni Fakuktas Ekonomi dan Manajemen IPB (KA-FEM IPB), \r\nPeneliti ekonomi dan moneter

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mengungkap "Ilusi" Data Kemiskinan BPS

2 Januari 2012   03:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:27 997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MENGUNGKAP “ILUSI” DATA KEMISKINAN BPS

Oleh : Muhammad Islam

Kemiskinan adalah sebuah indikator kegagalan pemerintah dalam memenuhi salah satu tujuan bangsa yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yakni mencapai kesejahteraan umum. Jumlah orang miskin yang ada di Indonesia menurut data BPS per Maret 2011 berjumlah 30 juta jiwa atau sekitar 12,49 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Angka itu didapat dengan menghitung jumlah penduduk diperkotaan yang memiliki pendapatan kurang dari Rp253 ribuan dan jumlah penduduk di pedesaan yang memiliki pendapatan kurang dari Rp213 ribuan. Dengan data kemiskinan yang dikeluarkan BPS, artinya terdapat penurunan jumlah orang miskin sebesar 1 juta jiwa selama periode 2010-2011.

Kecurigaan mulai muncul melihat angka kemiskinan sebesar 12,49 persen. Angka ini seolah dibuat semata-mata untuk memenuhi target penurunan kemiskinan yang terdapat dalam undang-undang APBN 2011 tepatnya pasal 39 poin (a) UU 10 Tahun 2010 tentang APBN 2011 yang menyebutkan bahwa penurunan kemiskinan menjadi sebesar 11,5-12,5 persen (sebagai catatan, sepanjang sejarah APBN yang saya ketahui baru dalam UU APBN 2011 dimasukan target kemiskinan, pengangguran, dan penyerapan lapangan pekerjaan per 1 persen pertumbuhan). Bagaimana BPS memainkan “ilusi” sehingga didapat angka kemiskinan tersebut, yakni melalui penetapan garis kemiskinan yang boleh jadi terlalu rendah sehingga jumlah orang miskin berkurang sebesar 1 juta jiwa. Oleh karena itu penting bagi kita untuk juga mengetahui statistik jumlah orang hidup sedikit diatas garis kemiskinan BPS atau sering disebut golongan hampir miskin.

Ternyata, jumlah masyarakat yang hidup sedikit diatas garis kemiskinan atau hampir miskin di Indonesia ini cukup besar yakni mencapai 27,14 juta jiwa atau 11,29 persen (menurut data BPS per Maret 2011). Sehingga tidak mengherankan jika menggunakan data kemiskinan Asian Development Bank (ADB) yang menggunakan garis kemiskinan sebesar Rp7800 sedikit diatas garis kemiskinan BPS menghasilkan angka bahwa jumlah orang miskin di Indonesia tahun 2010 mencapai 43,1 juta jiwa atau meningkat sebesar 2,7 juta jiwa dibandingkan dengan data ADB tahun 2008. Sementara pemerintah dan BPS mengklaim angka kemiskinan Indonesia senantiasa menurun dari angka dari 35 juta jiwa pada tahun 2008 menjadi 32,5 juta jiwa tahun 2009, menjadi 31 juta jiwa pada tahun 2010 hingga menjadi 30 juta jiwa pada tahun 2011 ini. Tetapi jika kita mau sedikit jeli melihat data, maka sesungguhnya data BPS dan ADB relatif sejalan, karena garis kemiskinan ADB yang sedikit diatas BPS kira-kira memasukan sebagian golongan masyarakat yang menurut BPS tergolong hampir miskin.  Sehingga dekan sedikit “ilusi” yakni menggunakan garis kemiskinan sedikit dibawah garis kemiskinan ADB, hasilnya jumlah orang miskin akan menurun cukup tajam.

Jadi, meskipun sepanjang tahun 2010 dan 2011 terjadi penurunan angka kemiskinan, tetapi jumlah penduduk yang masuk kedalam golongan hampir miskin pada tahun 2011 justru meningkat sebanyak 5 juta jiwa jika dibandingkan tahun 2010 dan jika ditelusuri asalnya tambahan penduduk hampir miskin tersebut yakni berasal dari orang miskin yang naik kelas yakni sebanyak 1 juta jiwa sedangkan 4 juta sisanya berasal dari masyarakat tidak miskin yang penghasilan ataupun kesejahterannya menurun menjadi hampir miskin. Sehingga jika kita melihat kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan terlihat jelas bahwa kesejahteraan saat ini tidak lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.

Mengapa hal ini terjadi, yakni karena “ilusi” yang dimainkan oleh BPS serta dipercantik dengan program-program penanggulangan kemiskinan pemerintah yang lebih bersifat mendorong konsumsi dari warga miskin sehingga ketika rakyat miskin tersebut telah keluar dari golongan miskin dan bantuan yang diberikan kepadanya tersebut dihentikan, maka tidak lama kemudian orang tersebut akan menjadi miskin kembali.

Jika dalam menghitung angka kemiskinan menggunakan “ilusi”, maka kesejahteraan hanya akan menjadi sekedar “halusinasi”.

Note : * Penulis adalah kandidat master dari Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB), Ketua Umum Keluarga Alumni Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB (KA-FEM IPB), Serta peneliti ekonomi dan moneter

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun