Mohon tunggu...
Islachul Imam
Islachul Imam Mohon Tunggu... Guru - Penulis Lepas dan blogger

Menyampaikan realita yang sesuai fakta dari sisi dunia pendidikan dan akar rumput.

Selanjutnya

Tutup

Bola

Sebuah Renungan untuk Introspeksi Diri dari Tragedi Kanjuruhan

10 Oktober 2022   19:02 Diperbarui: 11 Oktober 2022   09:20 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tepat pada hari sabtu malam 1 Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan Malang, Arema FC menjamu tamunya Persebaya Surabaya dalam lanjutan Liga 1 2022/2023 di pekan ke 11. Laga tersebut bisa dibilang derby jatim karena kedua tim sama-sama dari Jawa Timur. Pertandingan tersebut berakhir dengan skor 2-3 untuk kemenangan tim tamu Persebaya. Hasil pertandingan itulah yang menjadi titik awal dari peristiwa kelam sebuah tragedi yang memakan sekitar 130 orang meninggal dan lainnya luka-luka akibat adanya semburan gas air mata oleh pihak aparat. Dari sini siapa yang bersalah?

Bila melihat dari sisi taktikal strategi permainan tak ada yang salah karena Arema sebagai tuan rumah juga garang dalam menyerang, kita tahu Arema adalah salah satu klub sepak bola papan atas Indonesia yang sarat prestasi. Terbaru Arema menjadi juara Piala Presiden 2022.

Lalu kita melihat dari sisi supporter, siapapun pendukung sebuah tim yang kalah seketika itu pasti akan merasa kecewa, ingin marah dan jengkel. Itu berlaku bukan hanya untuk Aremania tapi juga supporter semua tim sepak bola, bahkan supporter timnas Indonesia jika Indonesia dikalahkan sama Malaysia. Kita jengkel kita kecewa bila Indonesia kalah maka seperti itulah perasaan Aremania ketika kalah dari lawannya.

Dari sisi keamanan yang disini adalah pihak kepolisian, kita semua tahu dalam aturan FIFA kalau dalam salah satu pertandingan sepakbola tidak boleh ada penggunaan gas air mata oleh aparat, disisi lain bila ada suporter yang anarkis langsung saja diamankan dan jangan menyerang dengan alat yang tidak sesuai prosedur SOP FIFA dalam hal ini gas air mata secara random, semua disemproti sehingga supporter menjadi panik dan menimbulkan chaos.

Dari pihak panitia penyelenggara mungkin ada kesalahan pengaturan jadwal yang terlalu malam.

Jadi kesimpulannya dengan adanya peristiwa kelam Tragedi Kanjuruhan seharusnya kita berinstropeksi diri, jangan saling menyalahkan karena ini termasuk kejadian yang tak terduga, berawal dari kekecewaan menjadi kepanikan hingga berujung maut.

Sehingga peristiwa tersebut akan mendewasakan sepakbola tanah air, khususnya para supporter dan pihak keamanan untuk saling bersinergi kembali mewujudkan keamanan dan kenyamanan dalam stadion dimanapun ada perhelatan sepakbola. Jadikan Tragedi Kanjuruhan sebagai yang terakhir dan pengingat bagi kita semua untuk bisa lebih dewasa dalam hal bertindak dan melakukan apapun. Bila ada peristiwa yang tidak mengenakkan jangan saling menyalahkan tapi instropeksilah.

Kita semua berharap persepakbolaan Indonesia semakin dewasa sehingga membuat kemajuan yang berujung prestasi-prestasi bagi sepakbola tanah air.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun