Mohon tunggu...
iskandi
iskandi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pulanglah dengan Sejahtera dan Terimalah Berkat Tuhan

28 November 2009   12:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:09 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Usai sholat Ied saya diundang tetangga acara selamatan (baca doa) . Makanannya banyak. Sangat berlimpah.

Sementara saya bersila menikmati makanan, TVmemberitakan pelaksanaan sholat Ied yang dihadiri oleh SBY dan para petinggi negara lainnya. Di Makasar usai sholat Ied, JK dikerumuni wraga yang ingin bersalaman. Di Bogor, Rokhmin Dhahuri melaksanakan sholat ied bersama umat Islam Bogor.

Yang menambah berita itu jadi menarik, usai sholat Iedanak-anak dengan pakaian lusuh, tampang kumuh mengumpulkan koran bekas dipakai sholat.

Ketika diwawancara oleh wartawan Global TV, anak itu mengaku bahwa hasil penjualan koran dipakai makan.

Puluhan tahun lalu saya pernah melihat sebuah karikatur di koran. Dalam karikatur itu digambarkan seorang yang memakai jas, orangnya gemuk, posturnya tinggi besar – saking gemuknya sehingga nampak daging tebal terjuntai di leher.

Orang yang digambarkan sebagai orang yang makmur itu berhadapan dengan sejumlah orang yang duduk di bangku. Wajah mereka simpang siur. Baju yang mereka kenakan tambal sulam. Mereka kurus kering. Pokoknya kontras dengan penampilan orang pertama yang mengesankan kemapanan dan kemakmuran.

Apa yang mereka lakukan ? Rupanya orang pertama yang makmur itu adalah pendeta. Dia berdiri di mimbar kebaktian.. Yang dimaksud sejumlah orang dengan baju compang camping, badan kurus dan wajah simpang siur adalah jamaah gereja.

Pendeta mengangkat kedua tangannya memberkati jamaahnya dengan ucapan : “pulanglah kalian dengan sejahtera dan terimalah berkat Tuhan. Dengan nama bapa, anak dan roh kudus.”

Apa sih pesan karikatur itu ? Dalam karikatur itu tidak ada lagi penjelasan lain, selain gambar pendeta yang makmur dan jamaah yang papa.

Berpuluh tahun karikatur itu tak pernah hilang dari memory, padahal sudah berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus karikatur yang saya lihat.

Karikatur itu menurut saya, hendak menyindir sifat “serba akhirat’ yang dipahami oleh rohaniwan kita. Semua dipahami secara rohani saja. Padahal kan soal rohani itu berkaitan dengan soal jasmani juga. Mana boleh kita memahami “sejahtera dan berkat Tuhan “ akan menyelimuti orang yang miskin papa, baju compang camping, badan kurus kerempeng.

Apakah masyarakat akan mendapatkan sejahtera dan berkat Tuhan ditengah negara yang korupsinya menggila menjurus pada pemerataan korupsi, bukan pemerataan kesejahteraan rakyat.

Apakah kesejahteraan dan berkat Tuhan akan menyelimuti masyarakat ketika wajah hukum di Indonesia seperti sekarang ini. Seorang pencuri tiga biji kakao dihukum, sementara koruptor tidak dihukum, padahal sudah diputus oleh pengadilan negeri dan pengadilan tinggi. Setelah sang koruptor naik banding, sampai sekarang sudah empat tahun banding itu ndak pernah turun putusan kasasi dari MA. Dan itu bukan fiktif, tapi kenyataan yang terjadi di Tolitoli.

Bagaimana pula berkat Tuhan dan kesejahteraan dapat dipahami ketika ada yang sholat Ied dengan baju yang paling bagus, memakai minyak harum yang mahal, sementara itu ada yang tak sempat melaksanakan sholat Ied , tentu dengan berbagai alasan, ya.. salah satunya kemiskinan. Mungkin hanya memiliki pakaian yang ada di badan saja. Tidak memiliki kain sarung.

Teman saya bilang, bahwa karikatur itu kan dibuat oleh mereka yang menjelek-jelekan agama, mendiskreditkan agama, anti agama..

Boleh saja kita berpikir seperti analisa teman saya itu,tapi kan tidak ada salahnya hal itumenjadi kritik oto kritik bagi pemuka agama-agama yang ada untuk lebih peduli pada masalah sosial masyarakat, bukan sekedar membahas akhirat, halal haram, sesuatu itu sah atau tidak sah menurut hukum fiqih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun