Internet memiliki banyak dampak positif. Ia mempercepat lajur informasi, mempermudah komunikasi, juga menjadi sumber wawasan yang sangat luas. Tapi bukan berarti ia tidak memiliki dampak negatif.
Dampak negatif yang paling saya rasakan sekarang ini adalah informasi yang muncul begitu sporadis sehingga sulit ditelusuri yang mana yang benar dan yang salah. Sehingga butuh di-double checkagar tidak termakan informasi palsu yang membutakan mata dan hati.
Polemik Al-Maidah 51 ternyata tidak hanya berefek politis saja. Tiba-tiba muncul perdebatan mengenai arti kata ‘awliya’di berbagai portal di internet. Bahkan, masalah ini merembet ke permasalahan Al-Quran palsu yang sudah diedit. Waduh, makin bingung saya.
Lewat akun twitter Fahira Idris (@fahiraidris), saya dapati bahwa Al Quran yang telah ‘diedit’ beredar di toko buku. Dalam Al Quran tersebut, dikatakan bahwa arti kata ‘awliya’diterjemahkan sebagai ‘teman setia’. Padahal, menurut Ibu Fahira Idris, seharusnya ‘awliya’diartikan ‘pemimpin’.
Lalu, dari penjelasan Kementerian Agama, saya juga dapati bahwa ‘awliya’ juga bisa diterjemahkan sebagai ‘sekutu’ dan ‘wali’.
Namun, dari sumber lain, yaitu Pak Nadirsyah Hosen (@nadir_monash), saya diinformasikan kalau terjemahan ‘pemimpin’ itu telah digunakan sejak zaman Orde Baru karena bila ditulis sebagai ‘teman setia’ bisa merusak program pemerintah prihal kerukunan umat beragama. Takut akan dipahami bahwa umat Islam dan Nasrani tidak boleh berteman.
Simpang-siur informasi ini membuat saya sangat bingung. Yang mana kah versi yang harus saya percaya? Bila versi terjemahan negara saja masih diragukan, versi mana sebaiknya yg mesti saya pelajari?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H