Setelah menemuh perjalanan udara puluhan ribu kilometer selama seharian lebih (termasuk penerbangan di udara dan transit di tiga bandar udara), akhirnya saya tiba di Amerika Serikat--untuk pertama kalinya.
Saya tiba di bandara Atlanta, Sabtu (25/8) kemarin, sekitar jam tiga sore. Setelah melalui proses pemeriksaan paspor, pemeriksaan barang bawan dan penggeledahan badan, petugas di bandara, dengan senyum lebar, menyambut saya, "Welcome to America!"
Rasa-rasanya, sambutan hangat itu sudah menjadi standar baku buat para petugas.
Di sini saya akan menceritakan pengalaman melewati rangkaian pemeriksaan di bandara yang nyatanya tidak seburuk mimpi yang sering saya dengar dari teman-teman yang sebelumnya pernah ke Amerika.
Mungkin ketatnya pemeriksaan dan kekhawatiran petugas akan adanya potensi bahaya di tiap penumpang internasional sudah berkurang. Atau mungkin karena saya datang sebagai tamu pemerintah, sehingga semuanya berjalan lancar.
Tapi yang pasti, proses pemeriksaan tidak terlalu merepotkan. Tidak ada interogasi tambahan. Tidak ada acara congkel alas sepatu seperti pernah dialami seorang teman, tiga tahun silam.
Setelah turun dari pesawat, saya dan semua penumpang lain harus melalui pos pemeriksaan paspor. Di sini, seperti berlaku di semua negara, petugas imigrasi menanyakan maksud dan tujuan kita datang ke Amerika. Saya langsung menjelaskan program IVLP yang diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri AS. Berapa lama program ini akan saya jalani dan di negara mana saja saya akan berkunjung.
Tidak sampai lima menit, petugas langsung mengucapkan, "Welcome to America!"
Proses yang saya jalani jauh lebih mudah dibandingkan beberapa orang penumpang asal Jepang yang satu pesawat. Mereka terdiri dari rombongan anak-anak muda usia SMA atau anak kuliah semester awal. Saya lihat seorang wanita muda asal Jepang di depan saya ditanya macam-macam oleh petugas. Lalu dari pengeras suara, terdengar suara petugas lain meminta bantuan penerjemah bahasa Jepang di pos lain di ujung sana. Lalu, tak lama berselang, petugas di depan saya juga meminta bantuan serupa: penerjemah bahasa Jepang!
Rupa-rupanya, cukup banyak pendatang dari Jepang yang datang ke Amerika tanpa modal bahasa Inggris yang cukup. Tapi ini tidak terlalu mengejutkan saya, karena di bandara (Narita) Jepang sendiri, hampir tidak ada petugas yang berkomunikasi dengan bahasa Inggris. Dan saat berkunjung ke Jepang tiga tahun lalu, saya juga tidak mudah menemukan warga setempat yang bisa diajak bicara dengan bahasa Inggris.
Mungkin memang mereka tidak terlalu peduli dengan bahasa Inggris. Atau mungkin mereka sudah terlalu mencintai bahasa sendiri.