Mohon tunggu...
ISJET @iskandarjet
ISJET @iskandarjet Mohon Tunggu... Administrasi - Storyteller

Follow @iskandarjet on all social media platform. Learn how to write at www.iskandarjet.com. #katajet. #ayonulis. Anak Betawi. Alumni @PMGontor, @uinjkt dan @StateIVLP. Penjelajah kota-kota dunia: Makkah, Madinah, Tokyo, Hong Kong, Kuala Lumpur, Langkawi, Putrajaya, Washington DC, Alexandria (VA), New York City, Milwaukee, Salt Lake City, San Francisco, Phuket, Singapore, Rio de Janeiro, Sao Paulo, Dubai, Bangkok.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Menebak Masa Depan Gojek (Level III – Kekuatan Ekonomi Informal)

29 Juni 2015   15:13 Diperbarui: 29 Juni 2015   15:13 24836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Inilah the power of informal economy. Apa pun yang informal selalu bisa ditingkatkan dengan teknologi.” – Nadiem Makarim, Pendiri Gojek.

Pernyataan Nadiem yang dikutip pada paragraf terakhir berita KOMPAScom itu memberikan wawasan paling kuat sepanjang penelusuran saya dalam memahami Gojek dan bagaimana wajah bisnis ini ke depannya.

Bicara soal sektor bisnis informal, Indonesia adalah salah satu jagoannya. Atau bisa disimpulkan, kekuatan ekonomi negara-negara berkembang masih didominasi oleh para pelaku bisnis informal ini. Yaitu mereka yang menjalankan usaha yang tidak diatur oleh pemerintah. Usaha yang dijalankan di luar sistem. Bisnis yang tidak terjangkau oleh sistem keuangan dan tidak masuk radar pajak.

Para pedagang jalanan. Pemilik Warung Tegal dan Nasi Padang. Warung-warung kelontong di samping rumah. Toko-toko di sepanjang jalan dan di pasar. Pengusaha minyak goreng curah. Pedagang tekstil di Tanah Abang. Dan masih banyak contoh usaha tanpa merek lainnya.

Dalam sebuah presentasi di TED, Robert Neuwirth, pengarang buku “Stealth of Nations”, memaparkan bagaimana kekuatan ekonomi informal menjadi kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia. Bukunya itu sendiri mengulas tuntas roda perekonomian informal, hasil penelitian empat tahun yang melibatkan PKL, produsen barang-barang bajakan, penyelundup, sampai penjiplak merek-merek ternama sebagai narasumbernya.

Menurut Neuwirth, para pengusaha dan konglomerasi di seluruh belahan dunia saat ini hanya fokus dan ‘terbuai’ pada ekonomi mewah yang, berdasarkan laporan terbaru Financial Times, menghasilkan perputaran uang sebesar US$ 1,5 trilyun.

Tapi sebenarnya bisnis kelas A itu hanya melibatkan 1/3 pekerja dunia, dan dari segi volume bisnis, tidak ada apa-apanya dibandingkan bisnis informal yang menghasilkan US$ 10 triliun per tahun di dunia. Dan sepanjang 15 tahun ke depan, kota-kota di negara berkembang seperti Jakarta, Medan, Surabaya, akan memberikan kontribusi 50 persen pertumbuhan ekonomi global.

Tantangan ke depan adalah, lanjut Neuwirth, bukan bagaimana mengakhiri kota-kota berpenghuni liar atau menutup pasar abu-abu tadi. Tapi bagaimana merangkul dan memberdayakan mereka yang hidup dan bekerja di dalamnya.

Dan tantangan inilah yang sedang dipraktekkan oleh Nadiem di lahan kosong bernama ojek.

Mengapa saya bilang ojek adalah lahan kosong? Karena ini merupakan bisnis informal yang belum ada satu pengusaha pun yang berani masuk ke dalamnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun