Waktu kecil sebelum masuk Sekolah Dasar, saya sangat dekat dengan pengajian. Almarhumah ibu adalah guru ngaji yang punya semangat besar mengajar Alquran di lingkungan masyarakat sekitar. Setiap pagi, siang dan sore, serombongan anak-anak datang ke rumah untuk belajar alif-ba-ta. Mereka yang datang pagi adalah anak-anak SD yang sekolah siang. Sedangkan yang ngaji siang atau malam hari adalah anak-anak SD yang sekolah pagi.
Jadi rumah saya yang sudah beberapa kali direnovasi untuk memperbesar daya tampung pengajian itu selalu dipenuhi oleh anak-anak.
Khusus hari Jumat siang, giliran ibu-ibu memadati ruang pengajian yang menempel di rumah utama untuk mengaji di Masjid Ta’lim Jamilatun Nisa yang ibu dirikan tak lama saya lahir. Suasana riuh-rendah pengajian sepanjang hari ditingkahi suara lenguhan sapi-sapi perah yang berjajar di kandang samping rumah.
Sebagai anak bontot atau bungsu (waktu itu adik saya belum lahir), saya selalu ada di ketek ibu sepanjang dia bertugas mengajar ngaji. Jadi wajar kalau kepala saya berisi hafalan juz amma, doa-doa, dan hafalan lainnya yang ibu ajarkan ke murid-muridnya.
Sampai sekarang saya masih ingat aroma ketek ibu dan sudut pandang mata yang menatapi anak-anak pengajian yang maju satu per satu untuk diajari ngaji. Tapi saya tidak ingat bagaimana hebatnya hafalan seorang Iskandar kecil di usia balita, sampai akhirnya, sekitar pertengahan 2013 lalu, salah seorang abang saya menceritakan kehebatan itu.
“Lo tuh hafal semuanya, Dar. Pokoknya yang ibu ajarin lo hafal,” katanya, mengakhiri cerita saya di pengajian ibu.
Tapi ada satu hafalan yang masih saya ingat betul sampai sekarang, yaitu lirik lagu kosidah "Mari Oh Mari" yang selalu saya dengar menjelang peringatan Maulid Nabi di Majlis Taklim Jamilatun Nisa.
Lagu itu dipelajari dengan tekun oleh ibu-ibu pengajian dengan rebana yang selalu tersusun rapi di atas lemari pengajian saat tidak digunakan. Sampai sekarang, saya hafal setiap kata dalam lagu itu, sehingga saya bisa dengan mudah menjawab pertanyaan pada tahun berapa Nabi Muhammad dilahirkan (jawabnya: lima ratus tujuh satu Masehi) :).
Dan saat lagu itu tidak lagi didendangkan saat peringatan Maulid Nabi, saya masih merapalkannya pelan-pelan, dengan alunan nada aslinya. Tapi tentu itu cuma hafalan yang paling berkesan. Hafalan doa-doa dan surah-surah pendek masih melekat di kepala sebagai ilmu yang sangat berharga, yang diajarkan oleh orang tua tercinta--sejak masih balita.
Mungkin teman-teman ada yang hafal dengan lagu ini, saya sertakan lagunya di sini:
Baca juga:
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI