Direktorat Jenderal Pajak adalah sebuah instansi digdaya yang berada di bawah Kementerian Keuangan. Lembaga yang dipimpin oleh pejabat setingka Eselon Satu ini dianggap perkasa karena dari sinilah pendapatan negara dihimpun.
Pajak merupakan sumber utama kas negara yang digunakan untuk menggaji presiden beserta semua orang yang bekerja untuk negera, pendidikan, insfrastruktur dan sebagainya. Berdasarkan APBN-Perubahan 2013, misalnya, penerimaan pajak ditarget mencapai Rp 1.148,4 trilliun atau 76 persen dari total target Pendapatan Negara 2013 sebesar Rp. 1.502 triliun (dengan realisasi mencapai 96 dari target di penghujung 2013).
Ditetapkannya Hadi Poernomo, satu dari sekian banyak Direktur Jenderal Pajak, sebagai tersangka kasus korupsi semakin menguatkan keyakinan masyarakat bahwa lumbung padi milik rakyat itu tidak hanya dipenuhi tapi juga dikelola oleh tikus jorok bermental gayus. Gayus sendiri adalah Pegawai Pajak yang menjadi terpidana korupsi sekaligus simbol kebobrokan mental ‘orang pajak’.
Menjelang pergantian presiden, KPK di negara korupsi ini pun akhirnya mulai membongkar satu dari sekian banyak kasus korupsi besar yang melibatkan mantan orang nomor satu pajak yang selama bertahun-tahun lamanya bersemayam dengan nyaman di pusat penghimpunan uang negara.
Wakil Rakyat, pakar dan beberapa politisi sendiri tidak begitu terkejut saat KPK mengumumkan penetapan Hadi Poernomo sebagai tersangka korupsi dalam kapasitasnya sebagai Dirjen Pajak 2002-2004. Meskipun kasus dugaan korupsi pajak BCA sudah terjadi 12 tahun lalu, tapi aromanya terus mengisi lingkaran para politisi, sampai akhirnya KPK menemukan bukti kuat dan berani menetapkan mantan orang nomor satu pajak itu sebagai tersangka, tepat di hari pensiun dan ulang tahunnya yang ke-67.
Dan memang demikianlah adanya. Banyak pihak meyakini Hadi Poernomo sebagai koruptor. Bahkan sesungguhnya, desakan untuk Ditjen Pajak dari kepemimpinan yang korup sudah lama disuarakan oleh para pakar dan pengamat ekonomi.
Faisal Basri, misalnya, mengaku heran bagaimana seorang Hadi Poernomo yang sering diterpa isu miring bisa menjabat sebagai orang nomor satu di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Faisal juga sudah lama geram melihat aksi korup Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai. Dalam sebuah artikel yang dimuat di Harian Kompas, delapan tahun silam, Faisal menyoroti modus operandi korupsi pajak di lingkungan Ditjen Bea Cukai dengan cara mengakali dana pengembalian atau restitusi pajak atas PPN bahan baku impor yang dibeli untuk membuat produk ekspor.
Meskipun kejahatan di Ditjen Bea Cukai sudah berulang kali terungkap, sampai akhirnya Kompas menurunkan berita utama kasus pembobolan uang Negara di pelabuhan selama empat hari berturut-turut pada tahun 2006, belum ada gerakan luar biasa yang bisa menghentikan korupsi ‘orang pajak’.
Dua tahun berselang, KPK masih dengan mudah menemukan uang Rp 500 juta saat melakukan inspeksi mendadak ke Kantor Pelayanan Utama Ditjen Bea dan Cukai Tanjung Priok, Jakarta, 30 Mei 2008. Padahal, prosedur pelayanan di kantor tersebut tidak menyertakan adanya setoran tunai.
Lalu dua tahun kemudian, giliran Petugas Pajak bernama Gayus Tambunan ditangkap di Singapura pada tanggal 30 Maret 2010. Gayus adalah pelaku penggelapan pajak, korupsi dan mafia pajak dengan aliran uang puluhan miliar yang melibatkan dan menjerat banyak orang.
Saat kasus Gayus mengguncang Ditjen Pajak, mantan Dirjen Bea dan Cukai Anwar Suprijadi yang waktu itu menjadi Ketua Komite Pengawasan Perpajakan (KPP) sudah memperingatkan adanya krisis kepemimpinan di Ditjen Pajak pada semua level. Mulai dari tingkat Dirjen hingga pimpinan unit.
Anwar menegaskan, untuk mengatasi krisis tersebut, tidak ada jalan lain kecuali mengganti figur yang ada. Ditjen Pajak, lanjutnya membutuhkan pimpinan yang dapat memberi keteladanan dan keberanian memutuskan. Sekalipun sudah ada gerakan reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan yang dipelopori oleh Sri Mulyani, Ditjen Pajak dinilai belum siap dan masih menghadapi masalah dalam implementasi aturan baru, antara lain rasa sungkan kepada atasan sehingga hukum menjadi macan ompong.
Bahkan saat menjabat sebagai Menteri Keuangan, Sri Mulyani sampai harus memohon kepada para wajib pajak agar tidak mengganggu stafnya yang sedang memungut pajak (dengan memberikan sogokan dan suapan).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H