[caption id="attachment_202090" align="aligncenter" width="640" caption="Dengan batik kesayangan, saya berpose bareng mas Arif, salah seorang penyiar VOA Layanan Indonesia."][/caption]
Hari ini, 2 Oktober 2012, bangsa Indonesia merayakan Hari Batik Nasional. Perayaan ini bukan karena kita ngotot bahwa batik bukan warisan Malaysia seperti klaim yang selama ini tersebar loh. Juga bukan karena UNESCO ngotot (baca: menetapkan dengan sungguh-sungguh) menjadikan batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi asli Indonesia.
Ini adalah perayaan yang keempat, sejak pemerintah, lewat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2009, menetapkan 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional.
Kita merayakan batik karena kita cinta batik. Kita cinta batik karena inilah busana Indonesia, yang menghiasi banyak sekali kebudayaan lokal tanah air. Ada Batik Aceh, Batik Bali, Batik Banyumas, Batik Madura, Batik Tasik, Batik Minangkabau, Batik Jepang (Batik Jawa Hokokai) dan masih banyak lagi ragam batik etnik lainnya.
[caption id="attachment_202096" align="aligncenter" width="640" caption="Langsung bergaya begitu masuk lobi Gedung Capitol San Francisco, California, yang megah "]
Tiga minggu keliling Amerika sepanjang Agustus-September lalu, tiga kali saya bertemu hari Jumat. Kebiasaan di Indonesia mengenakan batik setiap Jumat saya bawa keliling Negeri Paman Sam, mulai dari ujung timur laut (Kota New York) sampai pantai barat (San Francisco).
Saya tidak hanya memamerkan batik ke orang-orang Amrik di gedung pemerintah, parlemen dan LSM, tapi juga unjuk-batik ke warga setempat yang berbondong-bondong menunaikan ibadah shalat Jumat. Tapi ada satu Jumat yang saya lewatkan tanpa batik, itu terjadi karena si batik harus masuk daftar tunggu cucian (maapin ane ye, tik...).
Batik yang saya pakai bukanlah batik baru, hanya batik terbagus yang ada di lemari. Sudah empat tahun lebih dia menjadi satu-satunya batik paling keren (dan paling mahal) yang pernah saya punya. Batik itu saya beli saat hendak berangkat ke luar negeri untuk pertama kalinya. Tepatnya menjelang terbang ke Jepang, Agustus 2009.
Warnanya cerah, cocok buat wajah saya yang kurang ceria banget (nekat ngaku) :D
Tidak banyak dari kalangan profesional Amerika yang mengomentari batik yang saya dan teman-teman IVLP lain kenakan. Di antara kostum jas berdasi yang memenuhi ruangan, batik sudah dianggap sebagai bentuk lain dari pakaian resmi. Pemandu saya bilang, orang Amerika sudah mengenal batik sebagai pakaian yang dikenakan untuk acara-acara resmi.
Kepada beberapa orang narasumber, saya sempat menjelaskan kebiasaan masyarakat Indonesia dalam memakai batik. Antara lain kebiasaan memakai batik setiap hari Jumat (seperti yang sedang kita lakukan).