Mohon tunggu...
ISJET @iskandarjet
ISJET @iskandarjet Mohon Tunggu... Administrasi - Storyteller

Follow @iskandarjet on all social media platform. Learn how to write at www.iskandarjet.com. #katajet. #ayonulis. Anak Betawi. Alumni @PMGontor, @uinjkt dan @StateIVLP. Penjelajah kota-kota dunia: Makkah, Madinah, Tokyo, Hong Kong, Kuala Lumpur, Langkawi, Putrajaya, Washington DC, Alexandria (VA), New York City, Milwaukee, Salt Lake City, San Francisco, Phuket, Singapore, Rio de Janeiro, Sao Paulo, Dubai, Bangkok.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Baju Lengan Panjang

6 November 2013   18:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:31 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suara SMS masuk membangunkan tidur nyenyakku. Aku tersungut memicingkan mata. Melirik ke layar ponsel yang masih menempel di telapak tangan. Sial, tadi lupa menonaktifkan fitur "Jangan Ganggu Saya".

"Aldi kecelakaan, sekarang di rawat di ugd Fatmawati."

Deg! Dadaku berdesir. Rasa kantuk dan dongkol sirna bersamaan. Musibah selalu datang tiba-tiba. Dan kali ini menimpa saudaraku.

Aldi adalah keponakan paling kalem yang aku punya. Maksudku bila dibandingkan dengan keponakan-keponakan lain yang ABG abis. Dia anak satu-satunya Po Irma, kakak yang selama ini memberikan perhatian lebih atas pendidikan adik-adiknya. Kalau bukan karena dia, mustahil aku jadi anak kantoran dan bisa jalan-jalan ke luar negeri.

Sambil menyiapkan sepeda motor, aku terus memikirkan Aldi. Tak habis pikir bagaimana ceritanya anak polos itu berada di unit gawat darurat di tengah malam begini. Biasanya kalau bertandang ke rumahnya lewat dari jam delapan, dia sudah tidak pernah keluar kamar. Po Irma sering cerita hobinya membaca novel-novel tebal di kamar semalam suntuk, sampai-sampai kamarnya itu lebih mirip perpustakaan daripada tempat tidur. Di sekeliling tembok kamarnya, rak-rak buku tiga baris penuh dengan banyak sekali buku. Bukan hanya novel. Banyak sekali buku sejarah dan buku populer lain yang dia koleksi. Belum lagi buku-buku yang berhubungan dengan kuliahnya di fakultas filsafat.

Setiba di UGD Rumah Sakit Fatmawati, aku tatap sedih tubuhnya yang terbujur di atas ranjang. Wajahnya lebam, bibirnya terkoyak, perban putih menutup dahi dan kepalanya. Jarum infus tertancap di tangan kanan, sementara tangan kirinya dipenuhi perban. Baju lengan panjang yang dia pakai teronggok di bawah keranjang. Menurut perawat, bajunya terpaksa digunting karena terkoyak hampir di semua bagian.

Setahuku itu baju kesukaannya. Baju putih garis-garis tipis warna gelap. Atau bisa ku bilang itu satu-satunya model baju yang ada di lemari bajunya. Mirip mendiang Steve Jobs yang selalu mengenakan kaos hitam lengan panjang. Aku tidak tahu asal-usul kaos hitam Steve Jobs, tapi aku tahu persis kenapa Aldi hanya suka baju lengan panjang. "Ibu bilang, saya hanya pantas pakai baju begini, Bang," ujarnya, menjawab pertanyaan usilku di hari pertama Lebaran tahun lalu.

"Emangnya kenapa, Di?" Tanyaku lagi.

"Soalnya saya kan kurus, jadi gak pantes kalau pakai baju lengan pendek," jawabnya. Setelah itu, dia buru-buru mengalihkan pembicaraan ke obrolan lain.

Aldi pernah bercerita bagaimana ibunya sangat memperhatikan dirinya, atau menurutku lebih tepat disebut mengatur hidupnya, sekalipun dia selalu menunjukkan rasa hormat dan bangga atas apa yang ibunya lakukan. Atau atas semua yang dilarang dan dibolehkan ibunya. Tidak boleh naik sepeda motor karena bisa mencelakakan diri sendiri dan mencederai orang banyak. Tidak boleh makan apalagi ngemil di malam hari karena tidak sehat untuk tubuh. Tidak boleh meninggalkan sholat karena sholat adalah alasan Tuhan menciptakan hamba-Nya. Tidak boleh lewat pos samping rumah karena banyak anak-anak kampung nongkrong di situ. Dan lebih banyak aturan lain yang diterapkan di dalam rumah.

Po Irma yang sedari tadi tak henti-henti menangis di samping anaknya sesekali menatapku sambil meminta doa. Dia tidak berbicara banyak. Tapi dari bahasa tubuhnya, terlihat jelas ada rasa penyesalan yang dia curahkan saat membisikkan kata di telinga anaknya dalam deraian tangis yang tak berkesudahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun