Presiden Jokowi terindikasi menyebarkan hoaks bertajuk "Propaganda Rusia" yang memicu reaksi Rusia. Atas tudingan yang disampaikan presiden, Kedubes menegaskan bahwa istilah "Propaganda Rusia" adalah rekayasa yang diciptakan di Amerika Serikat, dua tahun lalu.
Bagi Rusia, "istilah ini sama sekali tidak berdasarkan pada realitas." Tulis Kedubes Rusia di Twitter.
Kedubes juga menyindir Presiden RI yang dianggap sudah menyeret Rusia ke dalam proses perebutan istana. Padahal, Rusia sudah menganggap Indonesia sebagai sahabat dekat dan mitra penting.
"Kami menggarisbawahi bahwa posisi prinsipil Rusia adalah tidak campur tangan pada urusan dalam negeri dan proses-proses elektoral di negara-negara asing, termasuk Indonesia yang merupakan sahabat dekat dan mitra penting kami," tulis @RusEmbJakarta.
Dua bulan jelang hari pencoblosan, Jokowi terlihat sangat agresif menyerang #MesinPolitik Prabowo. Selain mencap lawannya menggunakan "Propaganda Rusia", Jokowi juga menuduh lawan politiknya menggunakan konsultan asing.
Tuduhan ini langsung dibantah BPN. Tim Prabowo menyayangkan aksi fitnah yang dilancarkan penguasa dalam kontes politik.
Jauh-jauh hari sebelum kampanye Pilpres 2019 dimulai, saya sudah yakin nama dan kata kunci Rusia akan dilibatkan dalam perebutan istana di tanah air.
Keyakinan itu muncul setelah dunia menonton aksi Cambridge Analytica yang dianggap sukses mendulang dan mengelola big data dari media sosial lalu menggunakannya untuk membentuk dan mempengaruhi opini publik dalam Pilpres Amerika Serikat yang dimenangi oleh Donald Trump.
Tapi saya tidak menyangka tudingan itu akan dilancarkan secara vulgar oleh seorang capres pada kesempatan pertama. Saya pikir kata kunci Rusia akan diselipkan dalam serangkaian materi komunikasi dan isu yang dimainkan dengan cantik oleh Mesin Politik Jokowi.
Ketika Konsultan Politik Penguasa memutuskan untuk menggunakan mulut presiden, berarti mereka sudah sepenuhnya yakin "Propaganda Rusia" adalah aksi yang tak terbantahkan fakta dan hasilnya. Konsultan lalu merancang proses komunikasi politik yang puncaknya diatur dalam bentuk penyampaian tudingan bersenjatakan Rusia di atas panggung kampanye.
Lantas apa yang akan terjadi setelah Pemerintah Rusia, lewat kedubesnya, membantah istilah tersebut? Akankah pemerintahan Jokowi memilih diplomasi persuasif lewat Kemenlu atau menantang balik protes Rusia lewat mesin partai?