Content Creator
Lalu di saat bersamaan, seiring bertambah masygulnya manusia zaman digital mengkonsumsi apapun yang beredar di media sosial, kuli konten menjadi profesi baru yang digandrungi banyak orang. Mereka memperkenalkan diri sebagai pembuat konten. Content creator. Orang yang meramu kata dan meracik gambar. Menambahkan warna pada foto dan merunutkan kalimat-kalimat cerita pada video.
Anda memanggil mereka sebagai blogger dan vlogger. Tapi sejatinya, mereka adalah pembuat konten.
Dari sisi substansi, jelas ada benang merah antara produk jurnalistik dan produk nonjurnalistik. Itu tidak saya bahas di sini. Yang ingin saya tekankan adalah, era digital memberikan Anda pilihan untuk menjadi kuli tinta atau menjadi kuli konten. Untuk bekerja sebagai jurnalis atau sebagai blogger.
Tapi apapun pilihan Anda, saya sarankan mulailah dengan mendalami (dan mempraktekkan) ilmu jurnalistik. Jadilah reporter. Tekuni rangkaian pekerjaan yang bersangkutan dengan pemberitaan di industri pers.Â
Karena dengan menjadi jurnalis atau belajar jurnalistik, Anda bisa membuat konten yang faktual. Anda akan dilatih menyampaikan konten apa adanya sesuai fakta yang terjadi. Anda dituntut mampu memilah antara news dan views.Â
Termasuk belajar menyajikan konten yang dibutuhkan pemirsa, bukan yang diinginkan pembuatnya.
Etika jurnalistik selalu berpegang pada asas kebaikan dan kejujuran. Ini modal penting, apapun bentuk dan tema konten yang ingin Anda kembangkan. Baru kemudian masuk ke suguhan yang menarik dan relevan.
Berkat kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi, kebutuhan akan konten hari ini tidak melulu bersumber dari media pers. Setiap orang, setiap instansi, setiap merek, setiap perusahaan, semua butuh konten. Karena semua punya pemirsa. Setidaknya di dunia maya.
Dari sinilah kebutuhan terhadap kuli konten alias pembuat konten akan bertambah besar. Sayang kalau Anda tidak terlibat di dalamnya.
Nah, untuk memulainya, cukup jawab pertanyaan yang tertera pada judul di atas dengan jawaban: Mau!