Sebelumnya, saya memulai tulisan seputar tips membuat buku ini dengan menekankan satu hal: Buku bukanlah kumpulan tulisan.
Dalam diskusi di tulisan pertama, ada yang menyinggung soal buku rampai yang berisi tulisan dari banyak penulis. Saya belum bisa mengomentarinya, karena tips ini lebih ditujukan untuk buku atas nama satu orang penulis.
Lalu apa tips berikutnya agar buku yang dibuat dari tulisan di blog dibeli dan dibaca orang?
O iya. Sebelumnya, saya lupa menjabarkan dua kata kunci 'dibeli' dan 'dibaca' dalam konteks manfaat buku. Berbeda dengan tulisan yang diterbitkan di media-luar-buku seperti majalah, koran, ataupun website pribadi bernama blog, tulisan yang diterbitkan di media buku perlu dibeli sebelum dibaca (walaupun sebenarnya banyak juga loh yang dapat membaca buku tanpa harus membeli).
Buat saya pribadi, tujuan utama dari sebuah buku agar dibaca orang-sama persis dengan tujuan menayangkan tulisan di media manapun. Tapi selain tujuan agar buku dibaca, ada nilai jual dari sebuah buku yang secara langsung menghasilkan sejumlah uang, lalu lambat-laun membuat penulisnya kaya raya!.
Hasil atau nilai dari buku ini sebenarnya sama dengan tulisan yang ditayangkan di koran atau blog. Di koran, penulis artikel mendapat sejumlah uang dalam bentuk honor. Sedangkan di blog, penulisnya boleh jadi tidak mendapatkan uang tunai dari setiap tulisan yang ditayangkan, tapi dia dapat menjadikan tulisannya sebagai bentuk promosikan diri terkait kapasitas dan kualitas yang dimiliki. Dalam rentang waktu tertentu, proses promosi diri ini (atau bisa juga disebut proses personal branding), akan menghasilkan nilai tertentu, seperti tawaran menjadi narasumber, tawaran ikut di satu kegiatan, atau bisa juga dalam bentuk pekerjaan atau proyek.
Namun demikian, ada juga blogger yang tulisannya dibeli oleh agen produk tertentu untuk dijadikan materi iklan dalam bentuk testimoni atau sejenisnya. Seperti terjadi pada tulisan Indomie milik Hazmi Srondol (silakan baca uraiannya di tulisan saya berjudul "Kompasiana, Media Digital untuk Konten Berkualitas").
Jadi, kalau teman-teman mau membuat buku, minimal garis bawahi dua tujuan utama di atas dalam bentuk pertanyaan: apakah buku saya akan dibaca orang? dan apakah buku saya akan dibeli orang? Faktanya, orang yang membeli belum tentu membaca; dan, sebaliknya, orang yang membaca belum tentu membeli. Meskipun fakta pertama lebih menguntungkan secara finansial, tapi, sebagai penulis buku, tentu kita mengharapkan buku kita dibeli untuk dibaca, atau minimal dibaca meskipun tanpa harus dibeli.
Jadi, agar buku Anda dibeli lalu dibaca orang, tips saya berikutnya adalah:
2. Fokus dan Pertajam Tema
Bila Anda senang menulis banyak ragam tema seperti saya, jangan gabungkan tulisan gado-gado itu ke dalam satu buku. Anda juga sebaiknya menahan diri dari keinginan membuat buku rampai dalam satu format tulisan seperti puisi. Kecuali Anda memang mendedikasikan diri sebagai penyair atau pujangga.
Bila Anda sudah biasa menulis satu tema tertentu di blog, itu akan mempermudah pembaca dalam merespon buku yang kelak diterbitkan. Misalnya, ketika seorang blogger wisata menerbitkan buku, para calon pembaca akan dengan mudah menebak isi dan tema bukunya: BUKU WISATA. Keuntungan lainnya, Anda sudah memiliki captive market alias pangsa pasar yang jelas. Minimal pembaca setia blog akan bergegas membeli buku yang Anda terbitkan.
Namun, perlu dicatat, buku tidak hanya bicara soal tulisan. Bukan sekedar rangkaian huruf seperti saya uraikan di tips sebelumnya. Buku, sekali lagi, adalah sebuah media baru yang memiliki banyak sekali elemen yang satu sama lain saling terkait.
Ada judul buku, sampul buku, teaser yang dicantumkan di sampul belakang, endorser, daftar isi, tulisan pendahuluan, artikel pertama, artikel penutup dan sebagainya. Bahkan faktor penerbit kadang menjadi pertimbangan pembaca saat memilih buku tema politik mana yang layak dibeli. Pastikan setiap elemen sejalan dan mempertajam tema buku.
Karena bukan penerbit, saya tidak pantas menjabarkan apa yang harus Anda lakukan agar satu tema buku mendapat dukungan penuh dari elemen-elemen di atas. Kepada penerbitlah Anda harus secara intensif berdiskusi dan bertukar pikiran. Hamparkan sejumlah pilihan judul buku, lalu pilihlah satu judul bersama. Begitu juga saat memilih desain sampul buku atau menyusun daftar isi. Jangan merasa paling tahu, dan sebaiknya Anda juga tidak menyerahkan semua ide kreatif kepada penerbit.
Setelah itu, diskusikan nama-nama tokoh atau sosok yang bisa dijadikan endorser atau penyokong buku. Dalam dunia buku, mencantumkan komentar singkat dari sosok terkenal di bidangnya atau media terkemuka sudah wajib hukumnya bagi setiap penerbit. Bila Anda dan penerbit merasa itu perlu, lakukanlah seperti itu.
Semoga bermanfaat!
Ceritenye masih bersambung nih, Cing. Selanjutnye, aye bakal ngomongin tips seputar segmen, isi, promosi juge sirkulasi buku.... :)
Sebelumnya:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H