Mohon tunggu...
ISJET @iskandarjet
ISJET @iskandarjet Mohon Tunggu... Administrasi - Storyteller

Follow @iskandarjet on all social media platform. Learn how to write at www.iskandarjet.com. #katajet. #ayonulis. Anak Betawi. Alumni @PMGontor, @uinjkt dan @StateIVLP. Penjelajah kota-kota dunia: Makkah, Madinah, Tokyo, Hong Kong, Kuala Lumpur, Langkawi, Putrajaya, Washington DC, Alexandria (VA), New York City, Milwaukee, Salt Lake City, San Francisco, Phuket, Singapore, Rio de Janeiro, Sao Paulo, Dubai, Bangkok.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Jiplak "Yes", Plagiat "No"

19 Februari 2014   03:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:41 5982
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[caption id="attachment_323387" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi/Admin (Kompas.com)"][/caption] Saat memulai tulisan ini, saya dibuat bingung oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia. Dalam ‘kitab bahasa’ itu, kata ‘plagiat’ dan ‘jiplak’ (lihat arti nomor 3) ditulis memiliki arti yang serupa, yaitu sama-sama bermakna aksi pencurian konten.

pla·gi·atn pengambilan karangan (pendapat dsb) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dsb) sendiri, msl menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya sendiri; jiplakan

jip·lakv, men·jip·lakv1 menggambar atau menulis garis-garis gambaran atau tulisan yg telah tersedia (dng menempelkan kertas kosong pd gambar atau tulisan yg akan ditiru); 2 mencontoh atau meniru (tulisan, pekerjaan orang lain); mencontek: anak-anak jangan sampai terbiasa ~ hitungan temannya;3 mencuri karangan orang lain dan mengakui sbg karangan sendiri; mengutip karangan orang lain tanpa seizin penulisnya: ~ karangan orang lain adalah perbuatan yg tercela;

Padahal kalau hanya merujuk ke arti nomor 1 (menggambar atau menulis garis atau tulisan yang telah tersedia) dan 2 (mencontoh atau meniru), diksi jiplak lebih mirip dengan istilah ‘copy-paste’ atau ‘salin-tempel’—yang dalam literasi pengguna internet lebih sering disebut ‘copas’.

Dalam konteks ujian siswa, menjiplak jelas terlarang, karena menjiplak sama dengan menyontek. Setiap soal dalam lembar ujian wajib dikerjakan sendiri-sendiri, demi mengukur tingkat penguasaan atau hafalan siswa atas sebuah mata pelajaran atau bidang studi.

Tapi dalam konteks tulis-menulis, menjiplak dibolehkan atau malah diwajibkan (untuk karya ilmiah). Menjiplak di sini diartikan sebagai kutipan atau saduran dengan menyebutkan sumbernya (pemilik kutipan dan media tempat kutipan itu ditemukan).

Jiplak berbeda jauh dengan arti kata ‘plagiat’ yang secara bahasa hanya memiliki satu arti, yaitu ‘pengambilan karya atau pendapat orang lain dan menjadikannya seolah-olah karya ataupendapat sendiri’.

Dalam ulasan ini, saya memilih untuk hanya menggunakan arti jiplak nomor 3 (copas), bukan tindakan pencurian konten seperti diwakili oleh istilah plagiat.

Di dunia pers dan jurnalistik, menjiplak informasi dibenarkan. Silakan baca berita-berita luar negeri, atau gosip-gosip seputar gadget yang hampir semuanya mengutip (menjiplak) berita dari media luar negeri. Kalau dulu kita mengenal adanya terminologi kantor-berita yang menjadi tempat ‘belanja berita’ bagi awak media. Tapi sekarang, pengelola media tidak hanya merujuk kantor-berita dalam membuat berita-berita yang berada di luar jangkauan liputan mereka. Ibaratnya, daripada repot-repot mengirim wartawan ke luar negeri, lebih murah membeli konten dari luar. Meksipun dalam prakteknya tidak selamanya media mengeluarkan uang saat mengambil berita dari luar. Dan ini dianggap lumrah karena dengan adanya aksi sadur-menyadur atau kutip-mengutip seperti ini, informasi yang dibuat di satu negara bisa tersebar dengan cepat ke negara-negara lain—yang berada di luar jangkauan media yang kontennya disadur atau dikutip tadi.

Di era media sosial, khususnya ketika Twitter menjadi media tercepat dalam penyebaran informasi, aksi jiplak-menjiplak berita mengalami evolusi yang menarik untuk diperbincangkan. Awak media tidak hanya mengandalkan nomor telepon dan SMS dalam mendapatkan respon atau kutipan dari narasumber langganannya. Mereka cukup memantau dan mengutip apa yang ditulis oleh narasumber di akun Twitter masing-masing. Artikel yang dibuat oleh seorang warga pun kadang dijadikan berita tanpa harus bersusah payah mewawancarai penulisnya.

Tapi dalam kasus ini, beberapa pengamat media membenarkan tindakan semacam itu dengan alasan si tokoh menuliskannya di ruang publik; sementara pemerhati lain menganggapnya sebagai kekeliruan mengingat apa yang ditulis si nara sumber tidak dibuat untuk dikutip oleh wartawan tanpa konfirmasi. Masalah ini tentunya memerlukan pembahasan terpisah.

Sementara itu, aksi plagiarisme jelas-jelas merupakan pelanggaran atas hak cipta karena karya orang diakuisisi secara semena-mena. Tindakan pengecut ini dimusuhi oleh penulis, pemusik, sineas dan pembuat konten kreatif lainnya. Kurang lebih sama dengan aksi seorang pencuri emas yang tidak hanya mencuri barang berharga itu secara diam-diam, tapi juga mengakuinya sebagai miliknya saat menjualnya di toko emas.

Bisa disimpulkan, jiplak dan plagiat itu beda tipis. Sama-sama menggunakan konten milik orang, tapi menjiplak secara jujur menyebutkan sumbernya, sementara memplagiasi secara curang mengaburkan atau menghilangkan sumbernya.

Tulisan adalah jenis konten yang paling mudah untuk dicuri. Karena antara judul, isi tulisan dan nama penulisnya terpisah dan mudah dipilah-pilih dengan bantuan ‘ctrl+c’ dan ‘ctrl+v’. Belum ada cara efektif yang bisa memproteksi tulisan dari tangan-tangan jahat plagiator. Misalnya aksi pencurian artikel wisata milik Elisabeth Murni yang dicuri oleh awak media majalah penerbangan Batavia Air.

Konten foto atau video lebih mudah diproteksi dengan menempelkan tanda air atau ‘watermark’ ke dalam foto atau video yang dihasilkan. Tapi jangan salah, plagiator punya seribu akal dalam melancarkan aksinya. Seperti yang dilakukan produser Entertainment News Sore Net TV yang dalam aksi pencuriannya dengan sengaja menghilangkan ‘watermark’ foto-foto indah karya Kompasianer Hendra Wardhana.

Tapi di luar itu, ada juga aksi penjiplakan yang meresahkan pembuat konten. Yang saya maksud adalah aksi memuat-ulang bulat-bulat atau ‘repost’ konten milik orang ke media miliknya dengan maksud mendapatkan pembaca atau hit. Meskipun menyebutkan sumbernya, aksi memuat konten utuh itu merugikan media pembuat konten. Saya yang susah-payah bikin konten, orang lain yang mendulang kliknya!

Banyak situs web yang dibuat untuk menarik utuh artikel atau berita milik media tertentu sehingga bisa dibaca penuh di website miliknya. Kasus seperti ini juga kerap dialami pembuat konten video. Kamu akan menemui banyak sekali satu karya video yang dimuat oleh banyak akun. Fenomena tersebut memaksa Youtube membuat label ‘Official’ untuk konten yang benar-benar ditayangkan oleh pemiliknya.

Kemarin malam saya tertarik pada sebuah berita di media mainstream yang isinya tidak lain ‘repost’ dari artikel Penulis UGM di Kompasiana. Saat pertama kali membaca berita itu, saya tidak berpikir isinya adalah repost. Tapi setelah membandingkan keduanya, ternyata isinya sama. Bedanya, saat menyebut artikel Anggito dan Hotbonar-Marwan, Penulis UGM hanya menyantumkan tautan ke kedua artikel. Pembaca dipersilakan menuju sumber tulisan. Sementara Detik menjiplak utuh isi keduanya. Detik juga mencopas penuh ulasan yang dibuat oleh Penulis UGM yang disebut sebagai  ‘perbandingan tulisan Hotbonar-Munawar dan Anggito’.

Akhirul kalam, tersisa banyak perbincangan dan obrolan yang perlu digelar dalam menyikapi fenomena penjiplakan dan plagiarisme yang kalau tidak disorot serius akan jadi seakut fenomena korupsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun