Mohon tunggu...
Zulkarnain El Madury
Zulkarnain El Madury Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Madura pada tahun 1963,
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Seorang pemburu kebenaran yang tak pernah puas hanya dengan " katanya". Adalah Da'i Pimpinan Pusat Muhammadiyah peeriode 1990 sd 2007, selanjutnya sebagai sekjen koepas (Komite pembela ahlul bait dan sahabat) hingga 2018, sebagai Majelis Tabligh/Tarjih PC. Muhammadiyah Pondok Gede, Sebagai Bidang Dakwah KNAP 2016 -219 . Da'i Muhammadiyah di Seluruh Tanah air dan negeri Jiran ..pernah aktif di PII (Pelajar Islam Indonesia), Tinggal dijakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dr. Abdul Mu'thi, M.E :Muhammadiyah Lebih Peduli Fakir Miskin Ketimbang Islam Nusantara atau Berkemajoean

21 September 2015   11:53 Diperbarui: 21 September 2015   12:15 1163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Dr. Abdul Mu'thi, M.Ed"][/caption]

Dr. Abdul Mu'thi, M.E :"Bagi kaum dhuafa: fakir, miskin, pengurus, dll. mrk tdk peduli Islam Nusantara atau Islam Berkemajuan, Islam Liberal atau label-label yang lainnya. Mereka selama ini nyaris tidak tersantuni, terlindungi, dan terberdayakan dengan sebaik-baiknya. Kedudukan beliau di Muhammadiyah sebagai sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah, lebih menekankan pada warga Muhammadiyah untuk tidak mudah terpengaruh isu isu konteporer yang terkadang menyesatkan pikiran umat, sehingga jauh dari amal sholeh. 

Memang masalah kemiskinan hanya sekedar muncul sebagai pilot proyek pengentasan kemiskinan, sejak jaman perang belanda hingga Jokowi, menjadi Isu program para Presiden "mengentas kemiskinan", meskipun hanya dalam bentuk "wacana" belaka tanpa ada solusinya. Badan statistik kependudukanpun dibuat sedemikian rupa untuk mengesankan kemiskinan yang bertambah terus berkurang, atau tidak pada data sebenarnya. 

Kalau Gerakan Muhammadiyah harus mempelopori gerakan penanggulangan kemiskinan dan yatim piatu sejak awal berdirinya, hanya sekedar sebagai contoh kepada Negara untuk berbuat yang sama. Kepedulian Muhammadiyah kepada fakir, miskin dan anak anak terlantar itu harus lebih jauh dibuktikan dengan berbagai kiat, sebagaimana lontaran tokoh Bapak Abdul Mu'thi yang menyarankan perhatian kaum muslimin, khususnya Muhammadiyah berpikir maju dengan mengedepankan bantuan atau pertolongan kepada mereka yang dikategorekan berhak, misalnya  membangun kesejahteraan dai dai didaerah terpencil, sebagai ujung tombak Muhammadiyah, yang sejak awal menjadi LPCRnya Muhammadiyah , berdayakan PRM, PCM, PDM, PWM untuk bersama satu tekad membangun Muhammadiyah yang bebas dari kemiskinan dan kemelarata, dengan membentangkan dan menghidupkan potensi para warga Muhammadiyah yang miskin, memberdayakan mereka dari sumber sumber daya yang dimiliki warganya. 

Disamping membuka lapangan kerja, hom industri dan berbagai usaha kecil menengah yang menjunjung tinggi ekonomi kebersamaan lewat kata "dakwah berjamaah" , atau hidup berjamaah, menebas setiap kemungikinan warga atau tokoh Muhammadiyah yang berjiwa burjois yang tidak memiliki hati sosial, atau membangun Muhammadiyah yang bebas sosok sosok yang bergaya tuan tanah, itu misalnya ada di Muhammadiyah, perlu dipadamkan, agar tidak menjadi duri dalam daging Muhammadiyah.

Mungkin itu ta'wil dari penyampaian Bapak Abdul Mu'thi bahwa kepedulian itu penting sekali dalam menanggulangi masalah kemiskinan umat yang tidak pernah mau tau urusan titik bengik Islam Nusantara atau berkemajuan, yang penting lapangan kerja, bisa menangani perut lapar anak dan istri dirumah........tentu persoalannya karena lapaaaaar. Jangankan orang fakir miskin akan perduli persoalam Islam kemajuan, Nusantara, kafirpun atau melepaskan agma misalnya mereka tidak akan pernah perduli.......karena bunyi perutnya yang tak mampu menahan lapar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun