[caption caption="KPI Mestinya Adil dan Terbuka"][/caption]
Lucu, Soal Teuku Wisnu berpaham beda dengan aliran Aswaja, berdampat tidak sehat pada perkembangan Media elektronik seperti Trans TV, KPI turut campur menambah suasana runyam, mestinya KPI bersikap Netral, bukan menambah kondisi terasa makin tidak imbang. Padahal selama ini KPI tidak pernah adil mengeluarkan ketentuan hukum, terlalu banyak tv tvt yang menyiarkan anti kelompok lain seperti anti Muhammadiyah, anti Persis, anti Al Irsyad yang berlainan paham dengan NU, berkali kali mereka menjuluki aliran Muhammadiyah, Persis sebagai Underbow Wahabi.
Tetapi apa sikap KPI ? lebih memihat kelompok yang menamakan dirinya kelompok Mayoritas, entah apakah KPI-nya NU , lalu mengapa harus menyimpulkan hukum berlaku kepada yang anti tahlilan karena disirkan oleh Stasiun TV, ada apa sebanarnya dengan KPI, sehingga harus menyikapi media dengan meng-anak tirikan media yang lain. Apa tidak boleh berbeda pendapat dan apakah semua bangsa Indonesia harus jadi NU ?, karena terang terangan KPIÂ hanya berpihak pada kelompok yang hoby tahlilan atau pendukung sampainya pahala kepada orang Mati.
Pasal pasal penyiaran yang dibuat KPI adalah pasal karet, digunakan kalau ada reaksi, padahal banyak TV sering menghujat yang anti Tahlilan, tetapi tidak ada reaksi mengunakan pasal pasal itu, Pernyataan Wisnu tentang Fatiha itu biasa biasa saja, sedangkan kelompok Tahlilan sering kali melontarkan anti wahabi, meskipun tidak pernah menyebut Muhammadiyah, Persis , Al Irsyad, MTA, semua yang berpendapat bacaan Fatiha tidak sampai kepada Orang mati. Mengapa KPI Bungkam, mestinya KPI jangan menggunakan pasal karet menyalahkan satu piha dan membenarkan Pihak yang lain. Ingat Organisasi terbesar seperti Muhammadiyah, PERSIS, AL IRSYAD dan MTA, SALAFY, semua anti tahlilan buat orang mati, dan sepakat menyatakan bacaan Al Fatiha tidak akan sampai kepada orang Mati, lalu mengapa KPI seenaknya memberikan nota teguran kepada Trans TV tanpa melibatkan ormas ormas Islam lainnya, apakah KPI milihnya NU saja ?
Itulah letaknya KPI yang selalu menuntut perbedaan berdasarkan pasal pasal karet , Atas dasar itu KPI Pusat memutuskan, program tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 6 yang berbunyi, "Lembaga penyiaran wajib menghormati perbedaan suku, agama, ras, dan antargolongan yang mencakup keberagaman budaya, usia, gender, dan/atau kehidupan sosial ekonomi" serta Standar Program Siaran (SPS) Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 7 huruf (a) dan (b), "Materi agama pada program siaran wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut: (a); tidak berisi serangan, penghinaan dan/atau pelecehan terhadappandangan dan keyakinan antar atau dalam agama tertentu serta menghargai etika hubungan antarumat beragama. (b); menyajikan muatan yang berisi perbedaan pandangan/paham dalam agama tertentu secara berhati-hati, berimbang, tidak berpihak, dengan narasumber yang berkompeten, dan dapat dipertanggungjawabkan."
Nah kalau memang pasal pasal ini berdasarkan keadilan, maka tidak hanya TRANS TV yang bisa mendapat tegoran berat. Tetapi banyak TV yang anti Wahabi selalu menyebut nyebut yang anti Tahlilan anti kirim Fatihah, dalam hal ini Muhammadiyah ,Persis dan lainnya yang sepaham yang dikagorekan Wahabi, aliran sesat, aliran kafir dan sebagainya. Belum mampu menunjukkan sikap yang adil dari Prilaku KPI, sifatnya karet, yang berlaku saat ada aksi, baru KPI bereaksi dengan membabi buta, sambil memejamkan mata pada Kelompok lain, Bubarkan KPI Bubarkan KPI Bubarkan KPI Â !!!!.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H