Mohon tunggu...
Zulkarnain El Madury
Zulkarnain El Madury Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Madura pada tahun 1963,
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Seorang pemburu kebenaran yang tak pernah puas hanya dengan " katanya". Adalah Da'i Pimpinan Pusat Muhammadiyah peeriode 1990 sd 2007, selanjutnya sebagai sekjen koepas (Komite pembela ahlul bait dan sahabat) hingga 2018, sebagai Majelis Tabligh/Tarjih PC. Muhammadiyah Pondok Gede, Sebagai Bidang Dakwah KNAP 2016 -219 . Da'i Muhammadiyah di Seluruh Tanah air dan negeri Jiran ..pernah aktif di PII (Pelajar Islam Indonesia), Tinggal dijakarta

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kompasiana.com Said: Blunder Jokowi

20 Agustus 2014   15:21 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:04 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lagi lagi Blunder Jokowi yang di banggakan banyak orang, terutama para pejuang elit [tim] Jokowi yang menjadi tumpuan dan harapan Jokowi menuju istana, tidak seperti kaukus rakyat yang dipamerkan di panggung panggung kampanye, bahwa “Jokowi identik dengan rakyat”. Juga seperti Anis Baswedan yang bersuara lantang :” benar benar bottom up, Jokowi murni dari rakyat”, seolah rakyat adalah tuhan yang membawa Jokowi ke Istana, depan Monas.

[caption id="" align="aligncenter" width="508" caption="Sekitar kasur Munir ?"][/caption]

Padahal sikap dan tindak tanduk Jokowi hanya bermodal “blusukan” sudah menjadi kejutan, atau cukup memaksa diri “menghafal Mukaddimah ceramah” , orang tergiru pada seorang Jokowi. Tidak pernah buka sejarah bangsa masa penjajah, kala Snock Hogronye menyamar sebagai Abdul Ghafur, didukung dengan perangkat bahasa arab yang memadahi, hafal Quran dan hadist hadist nabi, masuk kekantong kantong Islam di Indoensia, terutama Pesantren, sedangkan tujuannya semata menghancurkan “Islam di Indonesia”, sayang terungkap kedoknya dengan kehadiran Buya Hamka, menjadi sirna harapan si Snock itu.

Ketika dipastikan menjadi presiden terpilih model KPU, Jokowi melangkah maju, melepas janji serapah yang di pekikkan di arena kampanye dulu, untuk bertindak tegas terhadap koruptor dan para penjahat Hak Azazi [ yang menjadi modal olokan terhadap rivalnya Prabowo], dengan melantik 2 orang kepercayaannya yang dililit kasus besar, korupsi dan pelanggaran HAM berat. Menjadi Kepala Kantor Transisi dan penasehat Senior, mengherankan sekali. Presiden Terpilih Joko Widodo menunjuk Rini Mariani Soemarno sebagai Kepala Staf Kantor Transisi dan AM Hendropriyono sebagai Penasihat Senior. Pasalnya, Menteri Perindustrian dan Perdagangan di era Presiden Megawati itu pernah diperiksa KPK dalam kasus BLBI, sementara Hendropriyono terkait kasus pelanggaran HAM Talangsari. Bahkan sejumlah pihak menyebut pemilihan anggota tim transisi menjadi blunder politik lantaran tidak melibatkan tiga partai pendukung (PKB, Hanura dan PKPI). [kutipan dari polling kompasiana].

Awal yang jelek dari pemerintahan Jokowi ini telah di mulai dari Kepala Kantor Transisi dan Penasehat Senior, merupakan tinta merah yang di oretkan pada punggung bangsa Indonesia. Kedepan dapat di bayangkan seperti apa panorama yang akan diciptakan oleh Jokowi, sudah pasti berdasarkan petikan gitar PDIP sebagai penguasa semesta keberadaan Jokowi. Tidaklah mungkin seorang Jokowi bebas dari tirani Megawati dan pemikirannya dalam membangun dan mengelolah Negara. Sebagai anak yang dibesarkan “PDIP” dalam konsep politik, tak akan mungkin seorang Jokowi berjalan tanpa partai pujaannya.

Kebesaran Jokowi melangkah dari awal, dimulai dengan kendaran yang bernama PDIP, bila kemudian harus berangkat tanpa partai, mungkin lebih sebagai bumbu pencernaan politik, agar lebih mudah mengunyahnya. Sebagaimana pengangkatan ke Dua Insan pilihan di rumah “Transisi” melukiskan kesan yang mengandung makna pendongkelan partai partai pendukung untuk tidak berkacak pinggang dulu, sebelum tunduk patuh, menjadi budak PDIP kedepan. Solusi para anggota kabinet harus melepaskan partai menggambarkan cengkraman PDIP telah meng-awali langkah menuju PDIPisasi. Blunder jadinya, bisa bubar sebelum “melangkah”, seorang Muhaimin dan Surya Paloh akan gigit jari, karena tak kan mungkin meninggalkan kursi ketua partai, untuk mengabdi sepenuhnya pada PDIP.

Jokowi yang pernah meng-impikan “pemerintahan Bersih” telah meng-awali langkah yang salah dan kotor, antara korupnya dan bau darah Talang Sari. Eroni perjalanan Jokowi, menempuh liku liku yang paling berbahaya, seolah hutang budi yang harus di lunasi, atau cara Jokowi mendapat dukungan Militer, sehinggar harus merekrut orang yang masih membiru dengan darah Talang Sari yang masih anyer. Padahal jauh sebelumnya, senjata pamungkas Jokowi memperjuangkan diri melepaskan boom kampanye, mengungkit kembali kasus “Prabowo”, namun kini justru bergandeng tangan dengan pembunuh, dan tangan seorang wanita yang terindikasi kotor dengan uang uang korupsi. Jelas langkah amburadul seorang Jokowi yang melakukan aksi “pencitraan”

[caption id="" align="aligncenter" width="503" caption="Keakraban Jokowi Dengan Pembunuh Warga Talangsari"]

[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun