Ada gerangan apakah pangeran dari London menelepon awak, tutur Ujang. Bukankah pangeran sedang sibuk menghadapi ujian.Â
"Atau jangan-jangan lagi menggoda gadis bule untuk memperbaiki keturunan," katanya.
Muslim yang mendengar ocehan Ujang langsung tertawa terbahak-bahak.Â
"Stop. Jangan melucu dulu bujang lapuk. Aku dapat amanah dari kakak ku untuk memintamu datang ke rumahnya. Kamu tahu kan?," ujarnya.
Untuk apa, tanya Ujang. Ia merasa tidak memiliki hutang piutang. Kalaupun ada pasti bukan dengan Kak Rita, pasti dengan Muslim. "Aku gak punya hutang kan," katanya.
Muslim kembali tertawa, tapi kali ini ia meminta Ujang serius.
 "Kamu gak kangen suasana Idul Adha. Bakar sate, masak nasi, bersiin daging. Aku di London kangen suasana itu," tuturnya.
Muslim melanjutkan, aku masih mengingat kebersamaan empat sekawan setiap Idul Adha.
 "Jangan-jangan kamu lupa suasana itu, kamu kan sekarang sudah tinggal di ibukota, makanan bergizi banyak, mau makan tinggal teriak, mau nyuci tinggal pencet," katanya.
Sebelum Muslim menceramahi dirinya lebih jauh, Ujang berkata, hidungmu yang tak pencet.
 "Sejak takbir berkumandang aku rindu suasana itu. Banyak daging yang bisa kita makan, kita bagi, kita simpan. Sekarang, di kamar ku cuma ada sepotong ikan cue goreng. Rencananya buat makan besok kalau gak dapat daging," celotehnya.