Mohon tunggu...
Iskandar Mutalib
Iskandar Mutalib Mohon Tunggu... Penulis - Pewarta

Pengabdi Ilmu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Baki Bani Pendekar Danau Kelimutu (3)

27 November 2018   12:43 Diperbarui: 27 November 2018   12:56 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Engkau kami beri nama Baki Bani  supaya menjadi manusia pemberani berbudi pekerti luhur serta menjunjung nilai-nilai kebenaran.  Kini saatnya engkau melakukan tanpa meraga sukma di bawah kolam Tiwu Nuwa Muri Koo Fai."

Baki Bani diam seribu bahasa. Ia mendengarkan setiap perkataan kakek Manu dengan seksama.

"Sudah saatnya engkau melakukan tapa 100 hari di bawah Danau Kelimutu. Persiapkan lah dirimu dengan sebaik-baiknya. Gabungkan ilmu monyet menari di pelangi dengan komodo menyapu musuh," katanya.

Baki Bani mengangguk. Ia sudah memahami perintah itu dengan baik. Tanpa menunggu perintah kedua kalinya, pemuda berwajah rupawan itu langsung menyalurkan inti tenaga dalam ke seluruh tubuh. Dalam sekejap mata  sekujur tubuh Baki Bani terlindung cahaya putih.  

Ia pun berjalan ke dasar kolam Tiwu Nuwa. Di dasar kolam,  matanya jelalatan mencari sebongkah batu yang bisa dijadikan tempat bersila selama 100 hari. Bibirnya tersenyum melihat apa yang dicari terlihat tidak jauh dari tempatnya berdiri.

Sementara Kakek Manu menyaksikan setiap gerakan yang dilakukan Baki Bani di dasar danau. Ia sama sekali tak khawatir, hanya waspada pada setiap pergerakan alam.

Sewaktu Kakek Manu fokus melihat ke dasar danau, tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara perempuan tertawa.

"Pendekar Monyet Pelangi, jangan takut. Baki Bani sangat menguasai ilmu monyet pelangi milik mu dan komodo menyapu lawan milikku," ucap perempuan tersebut dilanjutkan tertawa.

Mendengar suara cempreng tersebut, Kakek Manu yang memiliki julukan Pendekar Monyet Pelangi ikut tertawa.

"Aku tidak takut sayang. Aku hanya takut Pendekar Komodo Putih ngamuk karena murid kesayangannya modar," tutur Kakek berdalih.

Kakek-nenek itu langsung berpelukan.Melepas  rindu setelah satu minggu berpisah. Si Kakek tidak lupa mencubit bokong si nenek.

"Aku sangat rindu sayang," katanya sambil menyeret istrinya kedalam kamar.

Sementara sang istri mengikuti saja arah tarikan suaminya. Baru saja sampai di pintu goa, keduanya dikejutkan dengan suara Baki Bani dari dasar Kelimutu.

"Selamat datang nenek guru, kakek tolong cubit bokong nenek yang sebelah kanan," katanya sambil tertawa mengejek.

Mendengar suara Baki Bani dari dasar Kelimutu, keduanya lantas ikut tertawa. "Dasar murid kurang ajar. Kembali fokus atau kau modar di dalam air," tegas si nenek.

Baki Bani yang memiliki sifat iseng warisan si nenek, tersadar. Dia langsung memfokuskan pikirannya dan membuang

jauh-jauh pikiran iseng. Ia fokus pada gerakan silat monyet menari di pelangi dan komodo menyapu musuh.

Sukmanya keluar dari raga. Menari-nari di dalam air, pelan tapi penuh kekuatan. Memperagakan jurus demi jurus. Tak hanya jurus monyet menari di atas pelangi dan komodo menyapu lawan yang dimainkan, jurus lain pun ikut diperagakan. Dari mulai monyet ranting, monyet terbang sampai komodo tindih menindih.

Pendekar Monyet Pelangi dan Pendekar Komodo Putih yang menyaksikan dari kejauhan segera tersadar.

Si nenek pun mengirimkan pesan ke telinga Baki Bani. "Fokus cucuku, kamu hanya menyatukan jurus monyet menari di pelangi dan komodo menyapu musuh. Untuk sementara lupakan jurus lainnya, termasuk jurus buaya putih berguling yang tengah kau mainkan," bisiknya.

Sukma Baki Bani kembali fokus memainkan dua jurus yang diperintahkan secara bergantian. Terus menerus sampai digabungkan menjadi satu jurus yang sangat mematikan.

Hari ke 100

Suhu di atas Danau Kelimutu sangat dingin. Binatang malam enggan keluar mencari makan. Apalagi cuma mengganggu kedua kakek-nenek penunggu Danau Kelimutu yang tengah bersemedi. Jangan-jangan mereka akan menjadi korban, dijadikan sarapan pagi kakek-nenek itu.

Kondisi berbeda terjadi di bawah danau. Air menghangat. Sukma Baki Bani yang tengah memainkan satu jurus baru gabungan jurus monyet menari di atas pelangi dan komodo menyapu musuh dengan sangat cepat tiba-tiba kembali ke raganya.

Raga yang tadinya membeku mulai bergerak memainkan jurus gabungan tersebut penuh kekuatan. Dari kedua tangan pemuda itu keluar warna pelangi sampai sebatas siku. Ikan-ikan yang berada di dekatnya mati, bebatuan berterbangan, entah dari mana datangnya, secara mengejutkan

sebuah benda berwarna kusam seukuran setengah meter menyerang Baki Bani. Pemuda tampan itu pun langsung menepisnya. Pertempuran tak bisa dielakkan. Benda asing tersebut menyerang penuh kekuatan, begitu pun Baki Bani. Sampai akhirnya, Baki Bani berhasil melayangkan pukulan ke bagian tengah si benda.

Benda berwarna kusam cenderung buluk itu pun langsung menancap di karang. Baki Bani tetap siaga, ia meyakini benda tersebut ada yang menggerakkan. Dan, tidak kembali menyerang. Setelah ditunggu sampai 10 menit, serangan tak kunjung datang. Baki Bani pun menghampiri benda yang menancap di karang. Ia sama sekali tidak tahu benda apa itu.

Namun, sewaktu kedua tangannya berusaha mencabut si benda. Tangannya dan si benda sama-sama mengeluarkan warna pelangi. Benda itu pun dengan mudah dicabut. Tanpa menunggu lama, ia membawa benda tersebut berjalan menuju permukaan danau.

Sementara itu, kedua kakek-nenek yang tengah bersemedi dikejutkan dengan suara parau yang biasa mereka dengar sewaktu muda.

"Manu dan Fitri, dengar kan baik-baik. Waktuku hanya sebentar. Golok pelangi telah memilih murid kalian sebagai tuannya. Ajarkan semua yang kau ketahui tentang golok tersebut, jangan digunakan untuk perbuatan yang tercela," katanya.

Kedua kakek nenek itu pun langsung membuk kedua kelopak matanya. Mereka masih tidak percaya mendengar suara gurunya. Guru yang telah berpulang puluhan tahun lalu. Namun, mereka harus cepat bergerak menyambut kehadiran sang murid dari dalam Danau Kelimutu.


Pendekar Monyet Pelangi dan Pendekar Komodo Putih berlari menuju pinggir danau. Tak perlu menunggu lama Baki Bani muncul dari dasar danau tanpa tersentuh air sedikitpun.

Melihat kedua gurunya telah menunggu di pinggir danau tiga warna tersebut, Baki Bani langsung menjatuhkan diri dan memberi salam hormat kepada kedua gurunya itu.

"Bani, apa yang kau bawa itu. Mengapa kau bawa oleh-oleh buat kami," kata Pendekar Komodo Putih sambil tersenyum.

"Buat apa batu buluk itu Bani," sambung Pendekar Monyet Pelangi.

Yang ditanya hanya menggaruk hidungnya yang tak gatal. Ia sama sekali tak tahu harus menjawab apa.

"Eyang guru, saya tidak tahu benda apa ini. Ini bukan oleh-oleh untuk eyang berdua, saya membawanya karena benda ini seperti memiliki kekuatan gaib," ucapnya.

"Jadi batu buluk itu tidak boleh dijadikan oleh-oleh untuk kami," sergah sang Kakek.

Bukan-bukan begitu eyang, lanjut Baki Bani, batu ini belum terlihat kegunaannya. Bagaimana mungkin dirinya memberikan batu tersebut sebagai buah tangan.

"Kalau eyang berdua menginginkan nyawa saya pasti saya berikan. Saya hanya penasaran apa sesungguhnya batu itu. Barang kali eyang berdua mengetahui apa benda ini," tuturnya.

Mendengar pernyataan Baki Bani, keduanya kompak tertawa. Mereka pun memeluk Baki Bani.

Baki Bani langsung menyerahkan batu buluk tersebut kepada eyang Ninik guru. Ketiganya berjalan menuju gubuk yang letaknya tidak jauh dari Danau Kelimutu.

Melanglang Buana

Pagi itu kabut turun cukup tebal. Bagi orang awam jarak pandang pagi itu pasti kurang dari satu meter. Tapi tidak bagi Baki Bani yang memiliki pengelihatan mata elang. Ia justru terlihat menikmati setiap kabut yang turun.


Kaki dan tangannya lihai memainkan jurus demi jurus. Melompat dari satu batu ke batu lainnya. Berlari di atas rerumputan tanpa menyentuh rumput itu sendiri.

Kedua gurunya terlihat bangga menyaksikan kemampuan Baki Bani. Keduanya tersenyum bahagia.

Menjelang siang, Baki Bani, duduk bersila dan agak sedikit membungkuk dihadapan kedua gurunya. Ia tak tahu apa yang akan dikatakan kedua guru itu. Sebab, setelah selesai latihan dirinya diminta untuk menjumpai mereka berdua.

"Baki Bani sudah saatnya engkau mengamalkan seluruh ilmu yang telah kami berikan di kehidupan nyata," kata si Kakek dengan suara berat.

Pertama, eyang maha guru Ki Buaya Terbang, telah hadir ke danau ini sebelum engkau menyelesaikan tapa di dasar danau. Kedua, ia menitipkan pesan bahwa Golok Kelimutu yang telah menghilang puluhan tahun lalu telah muncul kembali. Ketiga, Golok Kelimutu memilih mu menjadi pemiliknya. Keempat, gunakan Golok Kelimutu untuk menegakkan kebenaran. Kelima, golok ini berada sejajar dengan kapak maut Naga Geni 212 dan pedang sakti 212 milik murid Sinto Gendeng di tanah Jawa.

"Terimalah golok ini anakku," ucap Sang guru sambil menyerahkan batu buluk kepada Baki Bani.

Baki Bani yang menerima batu tersebut bingung. Dalam hatinya berkata, ini bukankah batu yang menyerang ku di dasar danau.

"Jangan bingung anakku," ujar si kakek melihat perubahan pada raut wajah Baki Bani.

Si Kakek lantas memerintahkan muridnya mengeluarkan pukulan Pelangi Kelimutu.

Sesuai instruksi sang guru, Baki Bani pun mengerahkan seperempat tenaga dalamnya ke kedua tangan. Warna pelangi muncul sampai kedua siku. Tiba-tiba batu buluk di tangan Baki Bani juga mengeluarkan warna pelangi. Keduanya menyatu.

Dalam hitungan detik, batu buluk bergerak, Baki Bani terkejut tapi tetap berusaha memegangnya. Batu bergerak membentuk benda serupa golok. Kemudian membentuk golok yang sempurna. Warnanya hitam dan mengeluarkan sinar pelangi.

Ia takjup. Golak Kelimutu menampakkan bentuknya, sangat berwibawa. Gagangnya terdapat gambar komodo. Warna pelangi menghilang seiring Baki Bani menurunkan tenaga dalamnya.

"Baki Bani ingatlah, golak tersebut akan menemani kemana engkau pergi. Golak itu juga yang akan melindungi mu. Ia memiliki kekuatan menyerap racun jahat, menghancurkan segala macam sihir, memiliki senjata rahasia," tutur ninik guru.

Sekarang simpan Golok Kelimutu di baju mu. Jaga ia seperti engkau menjaga nyawamu.

"Berangkatlah sekarang. Doa kami menyertai mu," ucapnya. (Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun