Kaki dan tangannya lihai memainkan jurus demi jurus. Melompat dari satu batu ke batu lainnya. Berlari di atas rerumputan tanpa menyentuh rumput itu sendiri.
Kedua gurunya terlihat bangga menyaksikan kemampuan Baki Bani. Keduanya tersenyum bahagia.
Menjelang siang, Baki Bani, duduk bersila dan agak sedikit membungkuk dihadapan kedua gurunya. Ia tak tahu apa yang akan dikatakan kedua guru itu. Sebab, setelah selesai latihan dirinya diminta untuk menjumpai mereka berdua.
"Baki Bani sudah saatnya engkau mengamalkan seluruh ilmu yang telah kami berikan di kehidupan nyata," kata si Kakek dengan suara berat.
Pertama, eyang maha guru Ki Buaya Terbang, telah hadir ke danau ini sebelum engkau menyelesaikan tapa di dasar danau. Kedua, ia menitipkan pesan bahwa Golok Kelimutu yang telah menghilang puluhan tahun lalu telah muncul kembali. Ketiga, Golok Kelimutu memilih mu menjadi pemiliknya. Keempat, gunakan Golok Kelimutu untuk menegakkan kebenaran. Kelima, golok ini berada sejajar dengan kapak maut Naga Geni 212 dan pedang sakti 212 milik murid Sinto Gendeng di tanah Jawa.
"Terimalah golok ini anakku," ucap Sang guru sambil menyerahkan batu buluk kepada Baki Bani.
Baki Bani yang menerima batu tersebut bingung. Dalam hatinya berkata, ini bukankah batu yang menyerang ku di dasar danau.
"Jangan bingung anakku," ujar si kakek melihat perubahan pada raut wajah Baki Bani.
Si Kakek lantas memerintahkan muridnya mengeluarkan pukulan Pelangi Kelimutu.
Sesuai instruksi sang guru, Baki Bani pun mengerahkan seperempat tenaga dalamnya ke kedua tangan. Warna pelangi muncul sampai kedua siku. Tiba-tiba batu buluk di tangan Baki Bani juga mengeluarkan warna pelangi. Keduanya menyatu.
Dalam hitungan detik, batu buluk bergerak, Baki Bani terkejut tapi tetap berusaha memegangnya. Batu bergerak membentuk benda serupa golok. Kemudian membentuk golok yang sempurna. Warnanya hitam dan mengeluarkan sinar pelangi.