Seperti kata Paus Fransiskus, "Melindungi ciptaan adalah tanggung jawab kita. Saya mohon kepada semua orang yang memiliki jabatan-jabatan yang bertanggung jawab atas kehidupan ekonomi, politik dan sosial. Semua laki-laki dan perempuan yang berkehendak baik; marilah kita menjadi pelindung bagi semua ciptaan. Pelindung bagi rencana Tuhan yang tertulis dalam alam, pelindung bagi satu sama lain dan perlindungan lingkungan hidup".
Jadi jelas bahwa melindungi Baiq Nuril, orang yang mengungkap prilaku mesum kepala sekolah menjadi tanggung jawab kita semua. Pun demikian, memberikan kasih sayang kepada Rafi adalah tanggung jawab Nuril sebagai orangtua. Kita hanya melindungi agar kasih sayang yang seharusnya didapat Rafi tidak direnggut oleh ketidak adilan.
Dalam ajaran Islam, posisi Baiq dan Rafi terzalimi. Baiq terzalimi oleh keadilan yang belum berpihak pada kebenaran. Sedangkan Rafi terzalimi karena akan kehilangan kasih sayang seorang ibu. Hadist Abu Hurairah menjelaskan bahwa Rasulullah SAW terdapat tiga doa mustajab yang tidak ada keraguan di dalamnya, yaitu: doa orang yang teraniaya, doa musafir dan doa buruk orangtua kepada anaknya.
Selanjutnya, mari kita bertanya kepada hati kecil kita. Bagaimana jika posisi Baiq sekarang ini, di alami oleh kita ataupun saudara kandung kita. Tentu kita akan beraksi. Melindungi dengan sekuat tenaga. Bila diperlukan melakukan aksi massa.
Dalam literasi Indonesia, massa aksi sangat dekat dengan Tan Malaka. Pada tahun 1926, begawan revolusi Indonesia itu menulis brosur "Massa Actie (Aksi Massa)".
Di tulisan itu Tan Malaka menjelaskan, hannya "satu aksi massa", yakni satu aksi massa yang terencana, yang akan memperoleh kemenangan di satu negeri yang berindustri seperti Indonesia. Di sini, Tan Malaka membedakan "Massa Aksi" dengan Tukang Putch (anarkis) dan petualang (advonturir).
Bagi Tan Malaka, massa aksi berasal dari orang banyak untuk memenuhi kehendak ekonomi dan politik mereka. Aksi massa terwujud dalam boikot, mogok, dan demonstrasi.
Untuk merebut keadilan kita terkadang membutuhkan pergerakan. Pergerakan yang dilakukan bersama-sama untuk satu tujuan, yakni tidak membiarkan kasih sayang hilang dari dekapan Rafi.
Kita juga bukan ingin menjadi pahlawan, sekalipun setiap tanggal 10 Oktober kita memperingati Hari Pahlawan. Tapi semangat para pahlawan merebut kemerdekaan rakyat Indonesia dari ketertindasan, ketidak adilan, keterpurukan, kemelaratan dan penjajahan tetap terpatri di dalam benak seluruh rakyat.
Semangat itu pula yang memanggil-manggil jiwa kita untuk bersama memperjuangkan keadilan untuk Baiq Nuril dan Rafi. Tabik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H