Membaca surat yang ditulis Rafi, putra Baiq Nuril, guru honorer asal Nusa Tenggara Barat (NTB) yang divonis 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta oleh Hakim Mahkamah Agung (MA) membuat bulu kuduk merinding.
Surat yang ditulis dengan menggunakan pulpen berwarna biru tersebut sangat ringkas, padat dan jelas. Karakter tulisannya pun sangat tidak beraturan layaknya anak kecil.
Dalam surat itu Rafi hanya minta kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk tidak menyuruh ibunya sekolah lagi. Bukan minta diberi sepeda ataupun buku.
 Kepada Bapak Jokowi
Jangan suruh ibu saya sekolah lagi
Dari Rafi (sumber detik.com).
Menurut Pengacara Baiq Nuril, Joko Jumadi, Rafi sama sekali tidak mengetahui kasus yang dialami ibunya. Kali pertama Baiq Nuril dijadikan tersangka (2017) oleh pihak Kepolisian, ia ditahan. Ketika ditahan itulah Nuril mengaku kepada Rafi sedang sekolah.
Lantas mau kemana kita palingkan wajah kita ini setelah membaca surat dari Rafi. Ia masih kecil, masih rindu dekapan dan belaian kasih ibu. Kita memang bukan pemimpin republik ini, tapi kita bisa bersama-sama meminta keadilan untuk Baiq Nuril. Ingat, suara rakyat adalah suara Tuhan.
Kita tidak sedang bicara elektoral. Apalagi bicara Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg). Serahkan semua itu pada politisi. Kita hanya ingin hukum berpihak pada kebenaran mutlak. Berlandaskan hati nurani.
Mau berapa banyak lagi ibu yang memiliki anak kecil menjadi korban. Salahkah kita berkata Baiq Nuril tidak bersalah. Ia hanya merekam obrolan mesum sang kepala sekolah. Ia tidak menyebar obrolan tersebut.
Kepedulian kepada sesama merupakan keharusan bagi umat beragama, apakah ia beragama Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha maupun Konghucu.