Mohon tunggu...
Iskandar Mutalib
Iskandar Mutalib Mohon Tunggu... Penulis - Pewarta

Pengabdi Ilmu

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pemilu 2019, Menguji Hubungan PKB-Nahdliyin

4 November 2018   15:02 Diperbarui: 4 November 2018   16:14 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

KADER Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) boleh saja tersenyum lebar melihat hasil survei Litbang Kompas dan lembaga survei Populi Center yang menempatkan partai tersebut berada di urutan ke tiga dalam urusan elektabilitas setelah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) dan Partai Gerindara.

Acungan dua jempol jangan lupa diarahkan kepada Ketua Umum (Ketum) Dewan Pengurus Pusat (DPP) PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin atas strategi politik yang diterapkannya selama ini. Strategi tersebut ternyata dapat mencuri perhatian umat muslim dan kaum Nahdliyyin.

Yang lebih membanggakan, strategi politik pria yang digelari Panglima Santri Nusantara itu berhasil melewati hadangan kekutan tradisional seperti Partai Golkar dan Partai Demokrat.

Banyak orang pesimis dengan hasil survei dua lembaga independen tersebut. Mereka beralasan tidak semua kaum Nahdliyyin menyukai gaya politik Cak Imin.

Disamping itu, suara kaum Nahdliyyin tidak hanya tersebar di PKB dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), melainkan tersebar secara merata ke seluruh partai peserta Pemilihan Umum (Pemilu) termasuk Golkar dan Demokrat. Artinya, tidak mungkin suara PKB meningkat sedemikian rupa kalau Nahdliyyin tidak kompak.

Selanjutnya apakah PKB mampu merealisasikan hasil survei tersebut di Pemilu 2018 mendatang?.

PKB-NU

Sejak Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dipimpin KH Said Aqil Siradj, hubungan antara NU dan PKB terjalin sangat harmonis.

PKB sebagai wadah politik yang dilahirkan NU menjadi ujung tombak perjuangan kepentingan kaum Nahdliyyin di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Kader PKB di DPR RI sangat ngotot memperjuangkan kepentingan umat muslim khususnya kaum Nahdliyyin.

Ada beberapa agenda politik NU yang berhasil diwujudkan PKB, yakni penetapan Hari Santri Nasional (HSN) 22 Oktober, membangun spirit umat muslim dalam membaca Alquran lewat Nusantara Mengaji, menyemarakan kembali pembacaan sholawat dengan program 1 juta Nariyah dan menjadikan RUU Pesantren sebagai inisiatif DPR.

Lantas apakah semua itu berhasil mengikat kaum Nahdliyyin dengan partai yang dinahkodai Cak Imin.

Mari kita gunakan pendekatan patron klien, menurut James Scott: hubungan patron klien adalah pertukaran hubungan antara kedua peran yang dapat dinyatakan sebagai kasus khusus dari ikatan yang melibatkan persahabatan instrumental dimana seorang individu dengan status sosio-ekonominya yang lebih tinggi (patron) menggunakan pengaruh dan sumber dayanya untuk menyediakan perlindungan, serta keuntungan-keuntungan bagi seseorang dengan status yang dianggapnya lebih rendah (klien).

Klien kemudian membalasnya dengan menawarkan dukungan umum dan bantuan termasuk jasa pribadi kepada patronnya. Sebagai pola pertukaran yang tersebar, jasa dan barang yang dipertukarkan oleh patron dan klien mencerminkan kebutuhan yang timbul dan sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing pihak.

PKB dalam hal ini telah mewujudkan separuh keinginan warga Nahdliyyin. Cak Imin sebagai cucu pendiri NU sangat memahami karakteristik dan keinginan warga NU.

Ditetapkannya tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional (HSN) tak lepas dari keinginan umat muslim dan kaum santri agar mengakui perjuangan kaum ulama yang turut serta dalam memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia.

Bagusnya, langkah PKB dalam Pemilu Presiden 2014 lalu mendukung pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) sehingga Jokowi sebagai Presiden RI mengesahkan tanggal 22 Oktober sebagai HSN pada tahun 2015 melalui Keppres Nomor 22 tahun 2015.

Penetapan tersebut merupakan bentuk penghargaan pemerintah terhadap peran para santri dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

"Saya menyatakan secara resmi tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional," ujar Jokowi saat mendeklarasikan Hari Santri Nasional di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Kamis (21/10/2015).

Menurut Jokowi, kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 tidak lepas dari semangat jihad yang ditunjukkan oleh kaum santri.

Menilik catatan sejarah, ternyata tanggal tersebut memiliki kaitan langsung dengan peristiwa berdarah ketika bangsa Indonesia berjuang mempertahankan kemerdekaannya.

Peristiwa tersebut adalah deklarasi Resolusi Jihad yang dilakukan pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asy'ari di Surabaya pada tanggal 22 Oktober 1945.

Mengapa tanggal 22 Oktober, pada tanggal tersebut KH Hasyim Asy'ari menyerukan kepada para santrinya untuk ikut berjuang untuk mencegah tentara Belanda kembali menguasai Indonesia melalui Netherlands Indies Civil Administration (NICA).

Kiai Akbar NU itu menyerukan kepada santrinya bahwa perjuangan membela Tanah Air merupakan kewajiban bagi setiap Muslim. Seruan jihad yang dikobarkan oleh KH Hasyim Asy'ari ini membakar semangat para santri di kawasan Surabaya dan sekitarnya.

Mereka kemudian bergabung dengan tentara Indonesia untuk menyerang markas Brigade 49 Mahratta yang dipimpin Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sothern Mallaby.

Serangan ini terjadi selama tiga hari berturut-turut, yaitu dari tanggal 27 hingga 29 Oktober 1945. Jenderal Mallaby pun tewas keesokan harinya pada 30 Oktober 1945.

Saat itu mobil yang ditumpanginya terkena ledakan bom dari para pejuang Tanah Air di kawasan Jembatan Merah, Surabaya.

Kematian Mallaby pun menyulut pertempuran berdarah lainnya di kota Surabaya, yakni Pertempuran 10 November 1945.

Resolusi Jihad yang dideklarasikan KH Hasyim Asy'ari pada 22 Oktober 1945 ini seolah mengingatkan kita mengenai peranan santri dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Santri yang kerap dikenal berkutat seputar urusan agama, ternyata mau ikut berjuang bersama pejuang Tanah Air.

Sedangkan gerakan Nusantara Mengaji, diinisiatori langsung oleh Abdul Muhaimin Iskandar. Menurut Cak Imin, gerakan Nusantara Mengaji akan menyalurkan energi Alquran kepada masyarakat Indonesia.

Saat ini dakwah cinta Alquran terus digelorakan Nusantara Mengaji di seluruh Indonesia jutaan umat Islam bisa dipastikan turut serta memperoleh keberkahannya. Itu semua dilakukan PKB karena umat muslim merindukan tradisi lama terkikis oleh kemajuan teknologi, yakni anak-anak pergi mengaji ilmu agama ke majelis ilmu, musholah maupun pesantren.

Satu Juta Nariyah

Gerakan satu juta Nariyah digagas PBNU. Gerakan ini untuk mendoakan bangsa Indonesia keluar dari persoalan bangsa yang tak kunjung selesai.

Shalawat Nariyah sendiri dikarang oleh Syaikh al-Arif Billah Sayyidi Ibrahim al-Tazi. Salah satu jenis shalawat yang sangat populer di kalangan ulama Ahlus Sunah wa al-Jama'ah. Barang siapa membacanya sebanyak 4444 kali kemudian meminta kepada Allah agar terpenuhi kebutuhannya, maka akan dikabulkan apapun permintaannya. (Sa'adah al-Darain, Syaikh Yusuf bin Isma'il al-Nabhani, hal.376, cetakan Dar al-Fikr).

Sholawat Nariyah merupakan salah satu jenis shalawat yang mujarab untuk menjadi wasilah memenuhi kebutuhan. Ulama Maghribi (Maroko) menyebut shalawat ini dengan "Nariyah" yang berarti api, sebab ketika mereka menghendaki tercapainya sebuah tujuan atau agar dijauhkan dari bahaya, mereka berkumpul dalam satu majlis dan membaca shalawat ini sebanyak 4444 kali, dan atas barakah shalawat nariyah ini, apa yang mereka mohonkan mudah tercapai seperti api yang dengan cepat membakar benda yang mengenainya.

Guna mendukung apa yang telah diprogramkan PBNU. PKB melalui Nusantara Mengaji menggelar Nariyahan Nusantara yang dibaca serentak usai shalat Maghrib. Hal itu merupakan salah satu upaya  menjauhkan bangsa ini dari persoalan yang seolah tak kunjung selesai.

Di tempat berbeda, PKB sebagai inisiator Rancangan Undang-Undang Madrasah dan Pendidikan Keagamaan terus bergerilya mewujudkan RUU tersebut sampai akhirnya RUU tersebut dinyatakan menjadi inisiatif DPR RI.

Ketua Fraksi PKB Cucun Ahmad Syamsurijal melalui keterangan tertulisnya mengatakan, ketidakadilan di dunia pendidikan memang masih terjadi, khususnya bagi pesantren dan madrasah. Padahal, kata Cucun, pesantren dan madrasah telah hadir jauh sebelum negara merdeka, memberikan kontribusi bagi pendidikan dan pembangunan akhlak bangsa Indonesia.

 Ia juga menegaskan bahwa Fraksi PKB akan memperjuangkan RUU Madrasah dan Pendidikan Keagamaan agar segera disahkan menjadi undang-undang dalam rapat paripurna DPR.

Jadi jelas hubungan PKB dan kaum Nahdliyyin secara umum semakin terikat. Karena PKB berhasil memainkan fungsinya dengan sangat baik dan benar. Menjaga semangat patron klin antara pemilih dan yang dipilih berjalan telah sesuai mekanisme. Keterikatan itu tentu akan berdampak pada perolehan suara PKB di Pemilu 2019.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun