Mohon tunggu...
Iskandar Mutalib
Iskandar Mutalib Mohon Tunggu... Penulis - Pewarta

Pengabdi Ilmu

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mungkinkah Syahwat Politik JK Membara di Pilpres 2019?

1 Maret 2018   21:36 Diperbarui: 2 Maret 2018   00:40 839
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

PEMBERITAAN terkait peluang Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla kembali mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 terus bergulir. Bahkan, semakin masif dari hari ke hari. Sepertinya, tengah dirancang sebuah skema besar yang mencoba mewujudkan kembali duet Jokowi-JK. Namun sayangnya masih menggunakan pola lama dan aktor lama. Sehingga gaya 'permainan' yang tengah dimainkan mudah terbaca. Walaupun hanya kulit luarnya saja.

Berawal dari hasil survei yang dikeluarkan lembaga survei Populi Center, yang menempatkan Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI), yakni JK pada urutan teratas sebagai calon wakil presiden pilihan masyarakat sebesar 15,6 persen. Perlu diketahui lembaga survai ini juga aktif 'memasak' duet Jokowi-JK dalam Pilpres 2014. Sehingga tidak menutup kemungkinan permainan akan diulang kembali. 

Selanjutnya hasil survai tersebut diolah sedemikian rupa untuk menjaga elektabilitas JK tetap kuat. Dengan memainkan tiga isu penting yang dapat menjadi bahan perdebatan publik. Pertama, secara konstitusi apakah JK boleh mencalonkan kembali. Kedua, akankah Golkar sebagai tempat JK bernaung kembali menyodorkan namanya. Ketiga, memainkan isu Jawa dan luar jawa. 

Saat ini JK telah mendapat angin segar dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) bahwa dirinya diperbolehkan kembali mencalonkan diri menjadi cawapres. Sebab, limitasi yang diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Pasal 7 disebutkan, presiden dan wakil presiden menduduki jabatannya selama lima tahun dan setelah itu dapat dipih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan. Sedangkan JK sebelum menjadi wapres periode 2014-2019 juga menjadi wapres pada periode 2004-2009. Itu artinya, yang dilarang adalah dua priode berturut-turut. 

Setelah melihat peluang tersebut apakah JK bersedia maju kembali. Dilihat dari pernyataan-pernyataan JK di media massa bukan tidak mungkin suami dari Mufdah Kalla itu memiliki keinginan kembali maju mendampingi Jokowi. Sekalipun hal tersebut tidak diutarakannya dengan gambelang. Begitupun penolakannya untuk maju kembali, tidak pernah dinyatakan dengan tegas. 

Sekarang tinggal melihat satu skenario yang belum di mainkan. Padahal, pada tahun 2014 lalu skenario itu dimainkan dengan ciamik oleh Pengamat Politik Prof Ikrar Nusa Bhakti yang kini menjadi Duta Besar untuk Tunisia. Apa peranannya? merayu Ketua Umum (Ketum) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) Megawati Soekarnoputri. Baik melalui tulisan-tulisan yang mendayu-dayu dan mengena di hati Megawati maupun memainkan isu Jawa dan Luar Jawa. 

Kalaupun Prof Ikar tidak lagi berperan dalam soal itu, pasti ada aktor lain yang tengah disiapkan untuk merayu Megawati Soekarnoputri. Bukan tidak mungkin pengamat kawakan muncul kembali dan membuat pernyataan-pernyataan yang menguatkan hasil survei Populi Center. Dan sekelompok pewarta berita yang memiliki kepentingan yang sama ataupun yang terbawa pusaran isu tersebut asik menggodok berita menjadi suguhan apik untuk masyarakat.  

Kalaupun skenario seperti ini kembali dijalankan maka para kandidat cawapres harus memiliki skenario lain yang dapat menyangin skenario pengusungan JK tersebut. Bukan tidak mungkin mereka akan menjadi penonton disaat kontestasi Pilpres akan dimulai. Kalau ada yang berkata JK sudah tua, tidak mungkin mau kembali bertanding di Pilpres 2019 maka jebakan itu sudah mengena. Justru semakin tua umur seseorang maka permainannya pun semakin bernas. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun