Selasa lalu, dalam persidangan penyerangan posko Nasdem jelang pemilu di Aceh muncul fakta yang mengejutkan. Tersangka utama penembakan, Umar Muhammad Adam alias Membel menyatakan bahwa setelah melakukan penembakan terhadap posko Nasdem di Aceh Utara, ia bersama rekan-rekannya langsung melarikan diri ke Banda Aceh dan langsung menuju pendopo Wakil Gubernur Aceh dan menginap selama beberapa malam.
Ketika Majelis persidangan menanyakan apakah tujuan utama pelaku menjadikan pendopo Wagub Aceh sebagai tempat persinggahan, tersangka hanya menyatakan bahwa pendopo Wagub dianggapnya sebagai tempat yang paling aman untuk berlindung karena di tempat itu kerap didatangi oleh para mantan kombatan yang mengajukan proposal bantuan kepada Wagub Aceh, Muzakkir Manaf.
Pernyataan ini tentu menggiring stigma kuatnya keterlibatan Wagub Aceh sebagai mantan Panglima Kombatan GAM yang mendalangi aksi-aksi teror Aceh jelang pemilu lalu. Hal ini terbukti dari sekian banyak "tempat aman" di Banda Aceh, pendopo Wagub menjadi pilihan utamanya. Ketika aparat keamanan sibuk mencari para tersangka hingga ke berbagai pelosok Aceh, kenyataannya mereka justru berlindung di tempat yang seharusnya "aman" dari para pelaku kejahatan teror.
Selanjutnya, pendopo Wagub menurut saya merupakan salah satu gedung/tempat dinas resmi, dimana disediakan fasilitas-fasilitas yang mendukung kegiatan orang nomor 2 di Aceh, di antaranya adalah fasilitas keamanan. Berbicara soal keamanan, pihak aparat yang bertugas menjaga pendopo Wagub tentu paham betul siapa yang datang dan pergi, apalagi yang datang untuk menginap disana. Logikanya, tentu tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama bagi aparat keamanan untuk menangkap para pelaku teror di pendopo Wagub Aceh. Namun realitas berbicara lain, aparat keamanan (lagi-lagi) kecolongan. Atau mungkin, si empunya "rumah" sendiri yang dengan sengaja memberikan perlindungan khusus kepada para pelaku kejahatan teror ini.
Soal teror di Aceh memang bukan hal baru. Penyelesaian yang jauh dari tuntas pun masih terus membayangi dan menghantui kehidupan masyarakat Aceh. Persoalan utamanya sama halnya dengan yang terjadi dalam persidangan penyerangan posko Nasdem. Para pelaku/tersangka, hakim maupun jaksa penuntut umum tidak berniat untuk mengupas fakta yang sebenarnya terjadi dan mengungkap siapa aktor di balik peristiwa-peristiwa teror di Aceh. Semuanya ditutup-tutupi, dan ketika mulai sedikit tersibak, dengan cepat dibantah, dikaburkan dan akhirnya dihilangkan sama sekali dari fakta persidangan.
Inilah Aceh. Saya mengira, teror-teror di Aceh akan terus terjadi sejalan dengan kepentingan dari para pengendali teror di Aceh, selama para aktor intelektual di balik peristiwa-peristiwa teror ini, "kebal" dari hukum akibat mereka berada di bawah perlindungan tempat-tempat "kebal hukum" di Aceh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H