Mohon tunggu...
Iskandar Fasad
Iskandar Fasad Mohon Tunggu... -

freelancer di beberapa media, pemerhati sosial budaya Aceh, penggemar sate matang, pembenci kekerasan dan pelanggar HAM.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Gubernur Aceh: Bukan Pencitraan (katanya)

10 Oktober 2013   09:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:44 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_284289" align="aligncenter" width="445" caption="Masyarakat Aceh butuh kerja nyata, bukan pencitraan. Betul begitu pak? (Sumber foto: www. Merdeka.com)"][/caption]

Ada yang membingungkan dari pernyataan Gubernur Aceh, Dr Zaini Abdullah kemarin saat melantik Sekretaris Daerah (Sekda) yang baru, dari Teuku Setia Budi kepada Dermawan. Gubernur menyatakan bahwa masyarakat Aceh saat ini membutuhkan kerja nyata yang berdampak adanya perubahan pelayanan ke arah yang lebih baik dari pemerintah, bukan sekedar pencitraan.

Sepintas, tidak ada yang salah dengan pernyataan tersebut sejauh pernyataan tersebut bukan basa basi Gubernur Aceh bahwa kerja nyata dalam melayani masyarakat adalah wujud pengabdian total pejabat kepada rakyatnya. persoalannya sekarang adalah apa yang disampaikan oleh Gubernur tidak sesuai dengan realitas yang terjadi. Kebobrokan birokrasi Aceh sudah menjadi rahasia umum bagi masyarakat yang mana banyak terdapat penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan dalam menjalankan roda pemerintahan. Faktanya, sejumlah proyek yang berasal dari APBA banyak yang tidak berjalan sesuai dengan komitmen sehingga dikhawatirkan terjadi keterlambatan dalam penyelesaiannya. Sebagai contoh, proyek-proyek yang terdapat di Aceh Selatan dalam pembangunan Stadion olahraga dan sekolah dasar. Wagub Aceh sendiri menilai pengerjaan proyek tersebut baru berjalan 30%, jauh dari yang diharapkan. Sementara itu, PAD Aceh juga dinilai masih terlalu rendah, yaitu sekitar 900 M pertahun, itupun diperoleh melalui pendapatan terbesar di pajak kendaraan bermotor, bea balik nama dan pajak bahan bakar. Dimana sektor-sektor unggulan Aceh, seperti pertanian, perikanan, hingga sumber-sumber alam lainnya? Selanjutnya melihat realisasi APBA pun masih sangat menyedihkan, diketahui, realisasi keuangan masih 44,8% atau sebesar Rp. 4.497.049.007.928 sementara realisasi belanja baru mencapai 33,82% atau sebesar Rp. 3.983.063.150.748. Jauh dari harapan.

Di sinilah letak kebingungan saya. Dimana kerja nyata yang disampaikan Gubernur? Apa sih yang sudah dibuat oleh pemerintah Aceh selama ini? Saya belum melihat satupun langkah strategis yang dibuat oleh Pemerintah Aceh untuk memperbaiki kesejahteraan dan perekonomian rakyat Aceh yang morat-marit. Korban konflik, bencana tsunami, yatim piatu, kaum dhuafa masih belum memperoleh perhatian serius dari pemerintah Aceh, apalagi DPRA. Sebaliknya, saya justru melihat pemerintah Aceh dan DPRA lebih fokus pada hal-hal yang jauh dari prioritas kesejahteraan rakyat. Seperti pembahasan qanun Wali Nanggroe dan Bendera Aceh yang berlarut-larut serta menghabiskan anggaran hingga ratusan milyar rupiah, bahkan tersiar kabar untuk pengukuhan Wali Nanggroe saja disiapkan anggaran sebesar 50 M untuk pesta selama 7 hari, 7 malam.

Saya mungkin setuju juga dengan pernyataan gubernur bahwa bukan pencitraan yang dibutuhkan oleh rakyat Aceh. Tapi pertanyaannya sekarang, Apa yang diharapkan Gubernur dengan hasil "kerja nyata" yang dibuatnya selama ini? alih-alih memperoleh citra yang baik dari rakyatnya, malah makin memerosokkan dirinya sendiri menjadi sosok pemimpin yang inkapabilitas dan mandul dalam kerja nyata.

Citra yang baik datang dengan sendirinya karena kerja nyata dan tingginya empati kepada rakyat untuk menyelesaikan berbagai persoalan mereka. Kalau kerja bagus, rakyat terperhatikan, fokus pada kesejahteraan rakyat maka rakyat Aceh pun akan sayang kepada pemimpinnya. Di situ citra diperoleh karena kerja nyata, bukan seperti Gubernur Aceh dan para jajaran birokrasinya sekarang, termasuk DPRA, kerja buruk citra pun semakin hancur. Ureung Aceh silap pileh pemimpin.

Astaghfirullah

membutuhkan kerja nyata yang berdampak adanya perubahan pelayanan ke arah lebih baik dari pemerintah, bukan sekadar pencitraan. - See more at: http://diliputnews.com/read/24078/masyarakat-aceh-butuh-kerja-nyata-bukan-pencitraan.html#sthash.4mEDUlAs.zo8yr6d4.dpuf membutuhkan kerja nyata yang berdampak adanya perubahan pelayanan ke arah lebih baik dari pemerintah, bukan sekadar pencitraan. - See more at: http://diliputnews.com/read/24078/masyarakat-aceh-butuh-kerja-nyata-bukan-pencitraan.html#sthash.4mEDUlAs.zo8yr6d4.dpuf

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun