Mohon tunggu...
Iskandar Fasad
Iskandar Fasad Mohon Tunggu... -

freelancer di beberapa media, pemerhati sosial budaya Aceh, penggemar sate matang, pembenci kekerasan dan pelanggar HAM.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jelang Pesta Kaum Hedonis Serambi Mekah

11 Desember 2013   09:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:04 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1386729944638230669

[caption id="attachment_297875" align="alignnone" width="614" caption="Sumber: http://theglobejournal.com/images/web/2013/12/demo_simpang_5.jpg"][/caption]

Tanggal 16 Desember 2013 yang akan datang, DPR Aceh  merencanakan untuk menyelenggarakan pengukuhan Wali Nanggroe ke -9, Malik Mahmud Al Haytar dalam sidang Paripurna DPRA di gedung DPRA. Acara ini diselenggarakan di tengah kontroversi tak berujung tentang qanun Wali Nanggroe yang belum juga tuntas dibahas dan dievaluasi oleh DPRA, namun DPRA justru tetap pada pendiriannya untuk mengukuhkan Wali Nanggroe eks elit kombatan tersebut.

Sekretaris Dewan DPRA, Hamid Zen hari minggu lalu menyatakan bahwa sesuai rapat badan musyawaran DPRA pengukuhan Wali Nanggroe akan diselenggarakan pada 16 Desember 2013 di Gedung DPRA dengan mengundang lebih dari 3000 undangan (merdeka.com). Hal ini tentunya menjadi pertanyaan berbagai kalangan terkait biaya anggaran maupun landasan hukum yang diperuntukkan bagi pelantikan Wali Nanggroe tersebut, mengingat qanun yang melandasi Wali Nanggroe hingga saat ini masih belum dievaluasi oleh DPRA. Pihak Kementerian Dalam Negeri sendiri dengan tegas melarang pengukuhan tersebut. Kepala Biro Hukum Kemendagri, Zudan Arif Fakhrulloh menyatakan hingga kemarin belum ada klarifikasi DPRA terkait 21 items yang diminta oleh Pemerintah Pusat. Sehingga apabila tetap dilakukan pengukuhan pastinya tidak akan dapat operasional. Sebelumnya, Ketua Badan Legislasi DPRA Abdullah Saleh menyatakan bahwa pengukuhan WN akan dilaksanakan setelah proses pembahasan rancangan qanun tentang perubahan atas qanun Aceh Nomor 8 tahun 2012 tentang Lembaga Wali Nanggroe selesai dibahas ulang pada hari Jumat mendatang sehingga tidak ada ganjalan lagi pada hari senin pengukuhan.

Melihat peristiwa di atas saya berfikir betapa gopoh dan loose grip nya DPRA dalam merencanakan berbagai kegiatan. Mereka ngotot untuk mengukuhkan Wali Nanggroe dengan berbagai kendala yang berimplikasi pada operasional lembaga itu sendiri. Kita tentu paham betul bagaimana dan kapan pemerintah pusat meminta evaluasi dari qanun WN lebih dari 6 bulan lalu, dan kita juga tahu bagaimana jawaban dari DPRA yang dengan bodohnya mengatakan evaluasi tersebut sudah lewat batas waktu sehingga qanun tetap tidak ada perubahan. Sekarang, ketika waktu pengukuhan sudah dekat waktunya, DPRA tergopoh-gopoh membahasnya. Pertanyaannya, kemana saja 6 bulan lalu? Saya hanya melihat "debat kusir" DPRA di media-media menyatakan Wali sudah sah bekerja. Bodoh kan?

Selanjutnya, saya memperkirakan persoalan lain juga akan muncul, setelah Jumat esok DPRA selesai membahas perubahan qanun tersebut. Bukankah pemerintah pusat akan menguji qanun tersebut yang paling tidak memerlukan waktu demikian pula dengan apabila disetujui maka akan dimasukkan dalam lembaran negara? Pertanyaannya adalah pantaskah DPRA "hanya" memberikan waktu kepada pemerintah pusat 2 hari Sabtu dan Minggu untuk membahasnya? Tentu hanya orang bodoh saja yang bisa menjawab hal tersebut "pantas-pantas saja".

Implikasi yang lebih luas adalah persoalan anggaran pengukuhan. Setelah kontroversi 50 M anggaran pengukuhan Wali Nanggroe kemarin, sekarang DPRA cenderung "diam-diam" membahas rencana pengukuhan ini. DPRA menunjuk Wakil Gubernur Aceh Muzakkir Manaf sebagai Ketua Panitia Pengukuhan Wali Nanggroe yang biayanya entah diambil dari pos anggaran yang mana, karena sejatinya tidak ada anggaran yang diperuntukkan bagi Wali Nanggroe selama qanun yang melandasinya belum diklarifikasi kepada Pemerintah Pusat. Akhirnya, hal ini justru akan menjadi persoalan baru yaitu pengukuhan ini bisa dikatakan ilegal karena tidak menggunakan biaya sesuai dengan pos pengunaannya.

Oleh karenanya, saya menilai "pesta kaum hedonis" Serambi Mekah ini tidak saja melanggar hukum yang berlaku namun juga melukai perasaan rakyat Aceh yang "buta" akan pengunaan uang mereka. Saya juga menyarankan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan pemeriksaan terhadap setiap kejanggalan terkait anggaran pengukuhan Wali Nanggroe ini yang tidak saja diduga sarat penyimpangan namun juga penyalahgunaan wewenang pengguna anggaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun