Mohon tunggu...
Ilham Hanifil Ishom
Ilham Hanifil Ishom Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Ilmu Politik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Refrendum Timor Timur 1999 Dan Pelanggaran Ham Vertikal

10 Mei 2014   20:48 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:38 1733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mengenai kasus pelanggaran HAM di Indonesia kita tidak bisa lupa akan kejadian di tahun 1999 mengenai referendum atau pemisahan daerah Timor Timur atau sekarang yang lebih dikenal sebagai Timor Leste dari teritori NKRI. Kejadian itu bermula ketika pada tanggal 27 Januari 1999, pemerintah Republik Indonesia memberikan 2 opsi untuk menentukan masa depan Provinsi Timor Timur. B. J. Habibie yang saat itu menjadi presiden Pemerintah Republik Indonesia menginstruksikan agar rakyat Timor Timur memilih menerima otonomi khusus atau memilih berpisah dari NKRI. Namun, hasil yang mengecewakan bagi pemerintah Indonesia dengan 94.388 (21,5%) memilih otonomi dan 344.580 (78,5%) memilih berpisah.

Setelah pengumuman hasil jejak pendapat rakyat Timor Timur banyak terjadi kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di sana. Kekerasan, pembunuhan massal, kerusakan terhadap pemukiman penduduk dalam skala besar. Hal tersebut ditengarai adanya campur tangan pemerintah Indonesia sebagai bentuk kekecewaan mereka terhadap lepasnya satu daerah teritori mereka. Kecurigaan tersebut ternyata dibenarkan oleh hasil investigasi salah satu badan yang dibentuk oleh PBB yaitu United Nations Transitional Administration in East Timor (UNTAET) melalui lembaga bentukannya yaitu Serious Crimes Unit (SCU), yang pada 9 Maret 2004 mengumumkan dari 369 tersangka 281 orang diantaranya adala oknum dari luar Timor Leste, termasuk 37 anggota dan komandan militer dari TNI, 4 kepala kepolisian dari Indonesia, 60 orang anggota TNI asal Timor Leste, mantan gubernur Timor Timur dan lima mantan bupati2. Namun, pelaku yang diadili hanyalah orang Timor Leste dan sebagian besar anggota milisi.

Pada tahun 2005 pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah Timor Leste membuat sebuah komisi untuk mengungkap kebenaran mengenai kasus HAM di Timor Leste pada rentang waktu 1974 sampai 1999. Komisi tersebut bernama Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP). Komisi tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan rekonsiliasi dan menjamin tidak akan terjadinya hal yang sama di masa mendatang. Laporan KKP pada tahun 2008 merekomendasikan antara lain, pemerintah Indonesia dan Timor Leste bekerja sama untuk menjelaskan nasib dan keberadaan dari mereka yang dihilangkan dan yang menghilang; membentuk suatu program pemulihan bagi para korban, khususnya korban kasus perkosaan dan kejahatan kekerasan seksual lainnya; dan bagi pemerintah Indonesia untuk mengakui dan meminta maaf atas penderitaan yang dibuat pada 1993.

Namun beberapa LSM baik internasional maupun nasional seperti Amnesti Internasional, ANTI dan KontraS memandang kinerja dari KKP sendiri belum cukup memuaskan dan menuntut kepada pemerintah Indonesia dengan bantuan komunitas internasional untuk mendukung upaya keadilan dan kebenaran bagi korban pelanggaran HAM di Timor Leste yang terjadi selama pendudukan Indonesia berlangsung.

Daftar Pustaka

Sujatmoko, Andrey. 2005. Tanggung Jawab Negara Atas Pelanggaran Berat HAM Indonesia,Timor Leste dan Lainnya. Jakarta. PT.Grasindo.

http://www.jsmp.minihub.org (diakses pada 13/04/2014)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun