Mohon tunggu...
Ilham Hanifil Ishom
Ilham Hanifil Ishom Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Ilmu Politik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

International Solidarity Movement, Rachel Corrie, dan Gerakan Perlawanan Fundamentalis Anti-Zionis Tanpa Kekerasan

11 September 2014   20:28 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:59 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14104166461638945485

Bila menyinggung mengenai New Social Movement Paradigm atau yang biasa kita sebut paradigma gerakan sosial baru banyak hal yang mempengaruhi munculnya sebuah gerakan sosial ini. Mulai dari isu yang tengah beredar di masyarakat, semakin kuatnya pengaruh kontrol negara terhadap ruang sosial yang diperjuangkan dan lain sebagainya. New Social Movement Paradigm ini lebih memilih bergerak di bidang isu sosial masyarakat ketimbang pada perekonomian ataupun negara, dan biasanya mereka berkumpul karena identitas ideology kolektif mereka yang meresa memiliki persamaan cara pandang terhadap suatu masalah sosial yang ada. Jean Cohen ( 1985:669 ) menyatakan Gerakan Sosial Baru membatasi diri dalam empat pengertian yaitu, (a) aktor-aktor gerakan sosial baru tidak berjuang demi kembalinya komunitas-komunitas utopia tak terjangkau dimasa lalu (b) aktornya berjuang untuk otonomi, pluralitas (c) para aktornya melakukan upaya sadar untuk belajar dari pengalaman masa lalu, untukmerelatifkan nilai-nilai mereka melalui penalaran, (d) para aktornya mempertimbangkan keadaan formal negara dan ekonomi pasar[1].

Salah satu New Social Movement yang saya angkat pada tulisan ini adalah ISM (International Solidarity Movement), salah satu gerakan sosial yang muncul dan dilatar belakangi karena isu sosialkemanusiaan yang diakibatkan pendudukan Israel di Palestina. ISM adalah jaringan aktivis anti-Israel yang didirikan pada musim panas tahun 2001 oleh sekelompok anak muda ekstrimis kiri Amerika dan memiliki tujuan untuk mengkampanyekan deligimitasi Israel. Mereka lalu bergabung dengan para aktivis kiri Palestina terutama kelompok Kristen dan beberapa ekstrimis kiri Israel yang mendukung Palestina. Mereka memiliki perangkat ideologi yaitu kemerdekaan Palestina dan penghapusan diskriminasi Israel terhadap kaum semitik. Selain itu mereka berangkat dari pemikiran-pemikiran yang sama akan sikap anti-Israel di seluruh penjuru dunia yang selama ini mereka beranggapan bahwa seluruh kebijakan Israel ingin menghapus dan mengusir penduduk Palestina dari negaranya sendiri. Ideologi anti-Israel dan anti-Zionis muncul karena para pendirinya berasal dari ekstrimis kiri Amerika dan cenderung memiliki pemikiran anarkisme. Mereka menyebut di dalam internal dokumen, statemen publik, dan kadangkala informasi di dalam websitenya platform ideologinya adalah ideologi anti-Israel.

Yang menarik pada gerakan ini didukung oleh para relawan yang direkrut olehpara foundernya berasal dari latar belakang Yahudi dan para aktivis di negara-negara Eropa Barat yang prihatin terhadap kondisi Palestina, dan notabene negara-negara Eropa Barat dan umumnya orang-orang Yahudi mendukung penuh akan eksistensi Pemerintahan Israel di tanah Palestina. Selain itu dalam beberapa tahun terkhir para aktivis dari berbagai segmen umumnya berasal dari Eropa Barat, termasuk di dalamnya aktivis HAM, perdamaian, sosial, anti-globalisasi dan bahkan aktivis lingkungan bergabung di dalamnya.

Secara umun ISM memberikan dukungan internasional terhadap permasalahan rakyat Palestina terutama yang berkaitan dengan Israel, strategi perlawanan mereka adalah memberikan dukungan dengan cara non-violent tactis yang berarti memberikan “bantuan secara langsung” sebagai contoh melaluigerakan hak asasi manusia salah satunya. Antara tahun 2001 hingga 2005 pada saat gerakan Intifada kedua berlangsung, para relawan ISM datang ke daerah Judea, Samaria dan Jalur Gaza. Mereka disana memang secara terang-terangan memberikan dukungan terhadap warga Palestina yang saat itu diserang oleh IDF (Israel Defence Forces) akibat gerakan Intifada yang dilakukan pejuang Palestina akibat pendudukan Al-Aqsa oleh Israel, namun mereka berada disana juga mengkhususkan untuk mengumpulkan dan mengamati gerak-gerik aktivitas IDF apakah mereka melakukan kejahatan perang atau tidak. Tidak hanya itu mereka juga membaur dengan rakyat Palestina untuk turun ke jalanan untuk memprotes penggunaan tameng hidup rakyat sipil Palestina yang digunakan oleh IDF untuk berlindung dari serangan para pejuang Intifada. Non-violent tactics ini juga memberikan dukungan berupa bantuan finansial, logistic dan dukungan moral[2].

Pada tahun 2007 seusai Intifada ke dua, para senior ISM yang berasal dari Amerika menjadi kunci sebagai pendiri dan memayungi organisasi internasional Pro-Hamas bernama Free Gaza Movement (FGM). Pada awalnya gerakan ini hanya mengirim kapal sebagai bala bantuan logistik terhadap pemerintahan Hamas dan rakyat Palestina di Jalur Gaza sebagai pemecah pengepungan oleh Israel terhadap Jalur Gaza, namun pada kenyataannya FGM lebih bergerak untuk bidang politik. Sebagai anak organisasi ISM, FGM secara politik membantu Hamas untuk memperkuat otoritasnya di Jalur Gaza dan mengakuinya secara de facto dan secara intensif menolak legitimasi Israel di Jalur Gaza. Salah satu hal yang paling mencengangkan adalah insiden kapal flotilla di tahun 2010. Sebenarnya pengiriman bantuan kemanusian kapal flotilla ini telah dirancang dengan matang oleh para figur ISM di tahun 2008 dan disalurkan kepada FGM sebagai organisasi yang memegang misi kemanusian tersebut dan itu berjalan normal setidaknya selama 1,5 tahun, akan tetapi pada 31 Mei 2010 terjadi sebuah insiden yang berakhir dengan kekerasan antara para aktivis ISM, IHH (organisasi Pro-Hamas Turki) dan FGM yang berada di dalam kapal flotilla yang ingin menugantarkan bantuan logistik ke Jalur Gaza mendapatkan hadangan dari angkatan laut IDF. Rupanya kapal yang bernama asli freedom flotilla ini tetap merangsek masuk dan tak menghiraukan himbauan para angkatan laut IDF yang saat itu sedang beroperasi di Laut Gaza, dan akhirnya berujung dengan kekerasan berdarah yang dilakukan para angkatan laut IDF kepada para aktivis yang berada di dalam kapal flotilla. Sejak saat itu FGM dan termasuk didalamnya ISM telah mempersiapkan kapal-kapal flotilla selanjutnya tidak hanya sebagai alat bantuan kemanusiaan kepada warga Palestina di Gaza, namun mereka juga menggunakannya sebagai proyek propaganda politik baru untuk melawan Israel.

Selain keterlibatan dalam propaganda flotilla, sejak berakhirnya Intifada kedua ISM juga telah aktif dalam dua bidang utama yaitu, Pertama, mengirim relawan untuk mengikuti demonstrasi di tempat-tempat yang menjadi friksi Palestina-Israel. Seperti pada kejadian Bila’in: Para aktivis bergabung dengan komite lokal Palestina yang terkenal dan disponsori oleh otoritas Palestina untuk mengadakan protes. Kedua, mereka berpartisipasi pada berbagai aktivitas anti-Israel di Amerika Serikat dan Eropa dan di sebagian negara-negara di dunia, sebagai contoh kampanye boikot Israel dan segala macam produknya dan mengadakan protes melawan kebijakan Israel yang mengarah kepada warga Palestina khususnya blokade di Jalur Gaza[3].

Aksi di lapangan (direct actions), dalam hal ini saat mereka turun ke tanah Palestina oleh salah seorang aktivis ISM dalam workshopnya di San Fransisco pada tahun 2004 membeberkan bahwasannya mereka mempunyai metode aksi untuk membantu warga Palestina, yang pertama adalah Roadblock Removal, biasanya para tentara IDF untuk mempersulit warga Palestina mencapai rumahnya yang akan dihancurkan untuk pemukiman Yahudi mereka menempatkan roadblock berupa batu-batu besar, anggota ISM akan membantu penduduk-penduduk lokal Palestina untuk menghilangkan roadblock tersebut, biasanya mereka menggunakan tangan kosong namun kadang kala warga sekitar berkordinasi dengang menggunakan alat-alat berat untuk menyingkirkan roadblock tersebut. Lalu ada metode Human Shield bagi para warga Palestina yang ingin melakukan protes, melewati pos pemeriksaan dan menghindari jam malam jika diperlukan, pendeknya jika ada orang barat (dalam hal ini aktivis ISM) IDF akan berfikir dua kali untuk memberikan aksi represif terhadap warga Palestina yang bersama aktivis ISM tersebut jika melakukan tiga hal diatas. Hal yang paling ekstrem sekalipun juga dilakukan oleh para aktivis ISM dalam direct actions yang mereka seperti, konfrontasi dan berhadap-hadapan langsung dengan tank IDF dan merusak peralatan-peralatan dari tank tersebut. Bahkan sebuah insiden akibat dari direct actions yang dilakukan oleh ISM adalah terbunuhnya seorang aktivis ISM Rachel Corrie di daerah Rafah, Gaza. Dia berniat sebagai Human Shield dan berkonfrontasi dengan bulldozer yang ingin menghancurkan sebuah rumah keluarga Palestina yang selama di Palestina Rachel hidup bersama keluarga tersebut, namun tindakan konfrontasi Rachel tersebut tak diindahkan oleh operator bulldozer tersebut dan akhirnya Rachel Corrie tewas mengenaskan dilindas oleh bulldozer tersebut. Hal tersebut nyatanya berhasil merebut simpatik dunia Internasional, namun satu hal yang sangat mengecewakan, Amerika Serikat sebagai negara Rachel Corrie mengambil kebijakan untuk lebih membela Israel ketimbang tuntutan orang tua Corrie untuk menuntut tanggung jawab kompensasi simbolis.

Daftar Pustaka

[1] http://riyanpgri.blogspot.com/2012/11/teori-gersos.html

[2] The Meir Amit Intelligence and Terrorism Information Center Journal: The International Solidarity Movement (ISM) is a network founded by extreme American leftists and part of the campaign to delegitimize Israel. In the second intifada it specialized in hindering IDF counterterrorism activity, indirectly supporting terrorism. Its senior figures founded FGM, which plays a central role in the Gaza Strip flotillas (full version), hlm 17.

[3] Ibid.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun